Selain karena alasan religius, etis, dan lingkungan, sebetulnya menolak tawaran izin tambang dari pemerintah oleh ormas keagamaan adalah keputusan yang mencerminkan kecerdasan finansial.
Menerima gula dari pemerintah itu berarti siap merugi lahir-batin: sudahlah rusak reputasi (kapital sosial), operasionalnya ribet, untung bersihnya pun tak seberapa.
Ormas keagamaan yang seharusnya menjadi cahaya moral dan spiritual di tengah gulita keserakahan nafsu duniawi akan terjerembab ke lembah gelap serupa.
Kita tahu, jika kegelapan menuntun kegelapan, hasilnya pasti kehancuran.
*
Banyak orang bicara manisnya bisnis tambang tapi tak diomongkan pahitnya---yang bakal terasa lebih pahit bagi newbie seperti ormas agama.
Yang jelas kelihatan adalah kenyataan bahwa kereta sudah berangkat, sudah telat: cadangan makin tipis, harga acuan melorot, beban operasional makin berat, pungutan untuk negara makin banyak.
Nikmat meroketnya harga batubara sudah terjadi pada 2022 dan entah kapan terulang lagi, cuma pasar yang tahu.
Kita contohkan KPC dan Arutmin (keduanya unit dari BUMI Resources), yang sebagian lahannya akan dikasih ke ormas agama.
BUMI untung bersih US$556,76 juta (Rp8,3 triliun, kurs Rp15 ribu) pada 2022. Tapi tahun 2023, untung bersih BUMI anjlok 95,17% jadi cuma US$26,9 juta (Rp404 miliar, kurs Rp15 ribu).
Hal lain yang bisa dilihat adalah fakta bahwa berapa pun luas lahan yang dikasih ke ormas tetap saja perusahaan masih punya lebih banyak.
Total lahan eks-PKP2B yang diserahkan oleh BUMI buat ormas adalah 23.395 ha (eks-KPC) dan 22.900 ha (eks-Arutmin) sehingga totalnya 46.295 ha. Sementara yang tetap dikelola BUMI (IUPK) adalah 61.543 ha (KPC) dan 34.207 ha (Arutmin) atau total 95.750 ha.
Itu data resmi dari MODI Kementerian ESDM yang saya kutip.
Jadi jatah lahan ormas itu cuma 33% (dari total konsesi BUMI 142.045 ha) dan itu pun masih harus berbagi dengan pelaku usaha yang menjadi mitra di badan usaha yang akan dibentuk oleh ormas---mungkin dengan komposisi 51% (ormas) dan 49% (pelaku usaha mitra) karena ormas harus mayoritas dan pengendali.
Belum lagi kemungkinan kena gocek: dikasih lahan luas tapi kosong melompong atau lahan kecil yang berisi tapi banyak premannya.
Kalau mengacu untung bersih BUMI 2023 yang sebesar Rp404 miliar maka bisa kita anggap bagian kelolaan ormas dari lahan eks KPC dan Arutmin setara kira-kira Rp133,3 miliar (33% dari keuntungan), yang dari situ pun harus dibagi lagi dengan pelaku usaha mitra (misal komposisi 51%:49%)
Artinya untung buat ormas cuma Rp67,9 miliar/tahun atau Rp5,6 miliar/bulan!
*
Menurut saya, kalau memang niatnya untuk mendukung misi mulia keagamaan, ketimbang berlumur kotoran cari duit segitu di tambang lebih baik alokasikan langsung saja dana khusus di APBN atau sisihkan dari laba BUMN (ketimbang, misalnya, duit negara Rp6,4 triliun dipakai oleh BUMN untuk beli saham GOTO yang saat ini bikin rugi Rp5 triliunan lebih itu).
Pikirkan juga situasi 'unik' ini. Ormas agama yang seharusnya jadi si bijak yang menjewer pemerintah kalau berbelok dari kepentingan umat akan berubah jadi mesin uang baru pemerintah, yang kalau telat bayar kewajiban ke negara bisa kena setrap.
Sebagai gambaran, pajak dan PNBP yang dibayarkan oleh BUMI ke pemerintah pada 2023 sebesar US$813 juta (Rp12,1 triliun). Badan usaha ormas agama pun bakal dikenakan kewajiban bayar seperti itu sesuai porsinya.
Sudahlah bayar pajak dan PNBP pada akhir tahun dan saya dengar juga ada keharusan bayar Kompensasi Data dan Informasi (KDI) di muka untuk lahan eks-KPC yang konon Rp500 miliaran, uang jaminan kesanggupan eksplorasi, belum lagi berurusan dengan bunga pinjaman karena modal kerja kemungkinan besar dari utang dsb.
Jika pun semua lancar, batu ditambang dan siap dijual, apa iya pemilik konsesi lama yang menguasai jalan dan pelabuhan mau kasih gratisan barang orang lain lewat situ... yang artinya biaya transportasi batu punyanya badan usaha ormas akan lebih mahal sehingga menggigit laba.
Betul bahwa semua itu bisa dibicarakan secara bisnis, tapi apa patut para tokoh agama yang seharusnya berpikir dan bertindak transendental terlibat dalam lobi yang penuh intrik dan perang logistik seperti yang sudah jadi rahasia umum dalam putaran uang bisnis tambang?
Pokoknya bakal ribet dan buntung, deh.
Tidak akan sebanding dengan nilai manfaat dan misi spiritual yang seharusnya dipeluk oleh suatu ormas agama.
Salam.
(Agustinus Edy Kristianto)