SAD NEWS
Dua berita membuat saya sedih dan prihatin. Satu berita lokal dan satunya internasional. Satunya sudah bisa diselesaikan dengan musyawarah dan satunya masih belum jelas kelanjutannya.
(1) Berita pertama adalah berita tentang penarikan iuran beberapa Ketua RW pada sekolah Petra 2 Surabaya di kawasan Kompleks Perumahan Tompotika Surabaya. Sekolah Petra dikenai iuran paksa sebesar 140 juta/bulan ke 4 RW di mana sekolah ini berada. Karena sekolah keberatan dengan jumlah iuran yang dipaksakan akhirnya warga memblokir jalan masuk ke sekolah tersebut. Hal ini tentu saja menyebabkan trauma siswa SMP-SMA Petra di Surabaya ketikamengikuti pembelajaran imbas penutupan jalan yang dilakukan warga tersebut.
Alasan RW-RW tersebut meminta iuran paksa tersebut adalah karena kemacetan di sekitar lingkungan tersebut membuat warga tidak nyaman. Apa dasar penentuan besaran iuran tidak jelas. Ya suka-sukanya para RW tersebut. Pihak sekolah menolak membayar iuran itu karena tidak dilibatkan dalam proses pembahasan kenaikan iuran yang semula 30 juta/RW/bulan menjadi 35 juta. Keputusan mereka juga belum pernah dimusyawarahkan, apalagi sampai ke kelurahan.
RW-RW yang mengatasnamakan warga untuk mengutip iuran tanpa dasar hukum atau pun kesepakatan tersebut jelas melanggar hukum. Lagipula ini sekolah, bukan night club atau karaoke yang bisa dengan seenaknya dipalak. Apa yang dilakukan oleh 4 RW tersebut jelas salah dan bahkan melanggar hukum. Jika dibawa ke ranah hukum maka bisa masuk dalam pelanggaran tindak pidana korupsi. Tapi syukurlah bahwa dengan musyawarah akhirnya kasus ini selesai. Masalah itu tuntas setelah dimediasi Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi. Akhirnya pihak sekolah Petra, yang sebenarnya sudah berdiri sejak tahun 1979, tidak perlu lagi membayar iuran Rp 32 juta ke bendahara keamanan Perumahan Tompotika. Sebagai gantinya mereka akan membuat CSR untuk pembersihan lingkungan sekitar dan bantuan keamanan. CSR ini diharapkan akan membenahi lalu lintas supaya tidak terjadi kemacetan dengan bekerja sama dengan Dishub.
Alhamdulillah…! Suroboyoku menyala lagi. 😁
Seorang teman bertanya pada saya apakah sekolah ini ‘dipalak’ karena sekolah Kristen. Ia lalu melanjutkan bahwa kalau seandainya ini sekolah Islam atau pondok pesantren maka jelas RW-RW tersebut tidak akan melakukan penarikan iuran seperti itu. Saya diam saja karena tidak bisa menjawab. It could be…Saya juga punya sekolah tapi hal semacam ini tidak pernah terjadi pada sekolah-sekolah kami.
(2) Berita kedua adalah peristiwa kerusuhan di Inggris yang bernuansa rasis. Kerusuhan di Inggris dipicu insiden penikaman massal di Southport, Merseyside, pada akhir Juli lalu. Insiden itu menewaskan tiga anak-anak dan melukai 10 orang lainnya. Pelaku dikabarkan remaja berusia 17 tahun dan identitasnya tidak disebutkan. Undang-undang di Inggris memang tidak boleh mengeluarkan identitas anak karena pelakunya masih 17 tahun.
Warga Inggris pun marah dengan tindakan ini. Puncak amarah warga terjadi kala rumor di media sosial menyebutkan jika pelaku penikaman itu merupakan imigran Muslim. Rumor ini adalah berita hoax yang sengaja disebarkan oleh pihak-pihak tertentu. Hal ini kemudian dimanfaatkan oleh warga ekstrem kanan bahwa pelaku adalah Muslim dan imigran padahal bukan. Sebagian warga Inggris memang tidak puas dengan kebijakan pemerintah Inggris terkait dengan banyaknya imigran muslim yang masuk ke Inggris. Dan ini dijadikan sebagai pemicu kemarahan mereka.
Kerusuhan massal ini terjadi diawali oleh misinformasi atau hoax bahwa pelaku penusukan di Southport adalah orang Islam, padahal bukan. Hoax itu menyebar di media sosial daring (online). Polisi menyalahkan kekerasan tersebut pada orang-orang yang terkait dengan English Defence League (EDL/Liga Pertahanan Inggris), sebuah organisasi anti-Islam yang didirikan 15 tahun lalu yang para pendukungnya juga dikaitkan dengan hooliganisme sepak bola. Jadi Inggris tercabik-cabik karena hoax yang disebarkan oleh organisasi anti-Islam dan menyebabkan kerusuhan yang terburuk di Inggris dalam 13 tahun terakhir.
Demonstrasi-demonstrasi bernuansa anti-muslim dan anti-imigran muncul di Hartlepool, Manchaster, London, hingga Aldershot. Banyak kota kemudian menyusul, termasuk ada pembakaran mobil di Sunderland pada 2 Agustus. Pada 4 Agustus, 700-an orang merusuh di tempat para pencari suaka di Rotherham, mereka berusaha membakar gedung. Hampir 400 orang ditangkap polisi karena merusuh di banyak kota di Inggris. Perdana Menteri Inggris Keir Starmer menyebut mereka sebagai preman sayap kanan ekstrem.
Syukurlah bahwa pemerintah Inggris mengatakan bahwa polisi memiliki "semua sumber daya yang mereka butuhkan" untuk menangani kekacauan tersebut meski pun ada kekhawatiran bahwa kerusuhan tersebut dapat menyebar lebih jauh lagi. Kepolisian telah mengerahkan petugas tambahan sementara menteri kehakiman Shabana Mahmood bersikeras bahwa "seluruh sistem peradilan siap untuk menjatuhkan hukuman secepat mungkin". Menteri kepolisian pemerintah, Diana Johnson, mengatakan kepada BBC News Sunday bahwa kerusuhan tersebut "tidak akan ditoleransi", dan bersumpah untuk memberikan "sanksi dan konsekuensi" atas kekacauan tersebut.
Pemerintah pusat mau pun lokal memang harus sigap dan tegas dalam menghadapi pelanggaran hukum yang dapat mengarah kepada kekacauan dan kerusuhan yang lebih luas.
Ayo, Inggris….! Jangan mau kalah dengan para perusuh.
Balikpapan, 6 Agustus 2024
(Satria Dharma)