Ulbah bin Zaid radiyallahu'anhu adalah salah seorang sahabat Rasulullah dan dia adalah salah satu potret "kedermawanan" si faqir.
Ketika itu musim paceklik sedang melanda kota Madinah. Ekonomi kaum muslimin sedang sulit. Musim panas sedang berada di puncak. Angin musim itu juga membawa hawa panas. Debu-debu berterbangan mengotori atap² dan halaman rumah penduduk kota Madinah. Kulit serasa diiris, mata perih seperti diteteskan air cuka pada luka.
Bagi penduduk Madinah musim panas seperti itu biasanya mereka lebih memilih untuk istirahat di rumah atau tinggal di kebun mereka sambil memetik kurma muda yg memang lagi ranum-ranumnya. Karena pohon kurma berbuah pada musim panas.
Tahun itu bertepatan dengan Tahun ke 9 Hijrah, satu bulan menjelang Ramadhan. Bagi sahabat Rasulullah perkembangan politik Islam di Madinah sangat luar biasa karena dampak dari pengiriman surat² Rasulullah kepada semua Raja yg dikenal oleh bangsa Arab yg menambah panas keadaan. Karena dikalangan sahabat sudah tersebar berita akan persiapan bala tentara Romawi sebagai negara yg terbesar saat itu.
Sebagai tindak lanjut dari kekalahan Perang Mut’ah, Romawi tidak puas dengan hasil yg mereka diperoleh pada peperangan tersebut, apalagi ini adalah peperangan Arab melawan Romawi yaitu perang Tabuk.
Di sinilah kisah Ulbah bin Zaid. Dia "diselipkan" oleh ulama² tarikh di dalam sejarah peristiwa perang Tabuk (peperangan bagi orang Arab pertama kali melawan Romawi).
Kali ini Rasulullah mengabarkan kepada para sahabat tentang tujuan dan rencana untuk melaksanakan peperangan di daerah Tabuk, sebuah daerah yg sangat jauh bagi bangsa Arab pada saat itu. Mendengar adanya seruan jihad ini maka kaum muslimin berbondong² datang memenuhi kota Madinah dari seluruh pelosok negeri. "Bagaimana mereka tidak berjihad di jalan Allah sedangkan Gerbang Syurga yg seluas langit dan bumi akan dibukakan untuknya".
Rasulullah mengajak para dermawan untuk menginfakkan harta mereka guna bekal bagi pasukan yg akan berangkat menuju medan perang. Peristiwa ini dikenal dengan Jaisyul ‘Usroh (Pasukan disaat yg serba sulit).
Ulbah bin Zaid adalah dari suku Anshor dari kabilah Aus, adalah seorang fakir dan tidak memiliki harta benda untuk diinfakkan guna mendukung pasukan yg akan pergi berperang. Ia hanya dapat menyaksikan kesibukan kaum muslimin dalam mempersiapkan kelengkapan perang. Semua orang telah melengkapi dirinya dengan perlengkapan perang seperti baju besi, pedang, panah, tombak, unta, kuda dan lain lain. Ia menyaksikan semua itu dengan kesedihan mendalam, karena ia tidak memiliki uang sepeserpun untuk membeli peralatan perang tersebut.
Pagi itu, setelah sholat subuh, ia mendengar Rasulullah bersabda :
“Barang siapa yg mempersiapkan Jaisyul ‘Usroh, untuknya surga”.
Panas dingin rasa badannya mendengar sabda Nabi itu, apalagi dalam peperangan ini Rasulullah tidak menerima mujahid kecuali mereka yg memiliki kendaraan dan kelengkapan perang.
Ulbah juga melihat ketika Rasulullah duduk di Masjid Nabawi, Rasulullah duduk dikelilingi para sahabat. Tiba-tiba Abu Bakar datang sambil membawa uang sebanyak 4000 dirham, lalu beliau serahkan kepada Rasulullah guna keperluan perang. Melihat uang sebanyak itu maka Rasulullah bertanya kepada Abu Bakar :
- “Apa yg engkau sisakan kepada keluargamu?”.
Abu Bakar menjawab : “Aku tinggalkan Allah beserta RasulNya”.
Untuk itu Rasulullah berkata: “Tidak ada harta yg bermanfaat bagiku seperti harta Abu Bakar.”
- Umar datang dengan membawa setengah hartanya.
- Utsman membawa 1000 dinar dan menyerahkannya kepada Rasulullah. Lalu Beliau mengaduk aduknya seraya berkata : “Tidak ada yg membahayakan Usman dengan apa yg dia perbuat setelah ini.”
- Abdurrahman bin auf membawa 200 uqiyah perak, dan disusul oleh para sahabat yg lain masing² dengan membawa hartanya.
Para sahabat yg bukan dari golongan berada juga datang berinfak dengan apa yg mereka miliki.
Ashim bin Adi membawa 90 wasaq dari kurma kebunnya, sebagian lagi ada yg membawa dua mud bahkan ada yg hanya satu mud (sebanyak dua telapak tangan orang dewasa). Semua kaum muslimin datang berinfak, kecuali para munafiqin.
Melihat hal itu semua, pulanglah Ulbah dengan membawa kesedihannya. Sampai larut malam ia tidak bisa tidur memikirkan dirinya yg tidak dapat berinfak dan membeli peralatan perang seperti para sahabat lakukan.
Dia hanya mebolak-balikkan badannya di atas tikarnya yg lusuh. Selintas timbul dalam fikirannya untuk mengurangi kegundahan hati. Maka ia pun berwudhu lalu melaksanakan sholat. Kemudian ia pun menangis, menumpahkan semua kesedihannya kepada Dzat yg memiliki isi Langit dan Bumi, ia berdoa sambil mengangkat kedua tangannya :
"Ya Allah, Engkau memerintahkan berjihad, sedangkan Engkau tidak memberikan aku sesuatu yg dapat aku bawa berjihad bersama RasulMu, dan Engkau tidak memberikan di tangan RasulMu sesuatu yg dapat membawaku berangkat. Maka saksikanlah bahwa sesungguhnya aku telah bersedekah kepada setiap muslim dari semua perbuatan zholim mereka terhadap diriku dari perkara harta, raga atau kehormatan.”
Doa itu ia ucapkan berulang ulang kali seakan akan ia berkata : “Ya Allah, tidak ada yg dapat aku infakkan sebagaimana yg lainnya telah berinfak. Seandainya aku memiliki seperti yg mereka punya, aku akan lakukan untukMu, demi jihad di jalanMu. Yang aku punya hanya kehormatan, kalau Engkau bisa menerimanya, maka saksikanlah bahwa semua kehormatanku telah aku sedekahkan malam ini untukMu!”.
Subhanallah, Alangkah jernihnya doa tersebut keluar dari seseorang yg tidak punya sebuah kedermawanan dari mereka yg disebut papa.
Pagi harinya, ia mengikuti sholat subuh berjamaah bersama Rasulullah. Telah ia lupakan air mata yg telah tertumpah di atas sajadah tadi malam. Tetapi Allah tidak menyia-nyiakannya, Dia khabarkan semua cerita tsb kepada Rasulullah melalui perantaraan Jibril.
Selesai sholat, Rasulullah bersabda :
“Siapa yg tadi malam telah bersedekah hendaklah ia berdiri !."
Tidak ada seorangpun dari para sahabat yg berdiri, dan Ulbah pun tidak merasa bahwa ia telah bersedekah.
Lalu Rasulullah mendekatinya dan berkata :
“Bergembiralah Ulbah. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tanganNya, sesungguhnya sedekahmu tadi malam telah ditetapkan sebagai sedekah yg diterima.”
Alangkah bahagianya Ulbah, doa yg ia panjatkan tadi malam sebenarnya adalah upaya dan usaha dari orang miskin yg tidak punya harta. Kiranya Allah mendengar rintihan dan jeritannya.
Semoga Allah merahmati Ulbah bin Zaid ra, dengannya kita belajar bahwa tidak selamanya memberi harus dengan materi. Disini kita dapat pelajaran bahwa dengan keterbatasan yg Allah berikan kita juga dapat berbuat untuk Islam.
(Thabaqat al Kubro)
-Musa Muhammad-