Ketika para sahabat bahu membahu membangun masjid Nabawi. Rasulullah melihat Ammar bin Yasir membawa batu bata lebih banyak dari para sahabat lainnya. Rasul bertanya mengapa begitu bersemangat. Ammar menjawab dirinya menginginkan pahala.
Sejurus kemudian Rasulullah melangkah mendekati Ammar lalu membersihkan debu yang mengotori bahu Ammar bin Yasir, Rasulullah pun berkata:
"Bergembiralah, kau akan dibunuh oleh kelompok pembangkang."
Saat perang shiffin pecah, Ammar bin Yasir berada di-sisi Ali bin Abi Thalib sampai akhirnya "Nubuwah" Nabi terbukti.
Kita awali...
Setelah Khalifah Utsman terbunuh, para sahabat sepakat untuk menghukum qishash pelaku pembunuhan Utsman. Namun, mereka terbagi tiga kelompok tentang hal ini:
- Pertama, mereka harus diqishash secepatnya sebelum baiat kepada Ali. Inilah pendapat Muawiyah dan pendukungnya. Muawiyah berpendapat jika qishash ditunda, pembunuhnya akan berbaur di kehidupan sehari-hari kaum Muslimin dan mereka akan sulit dilacak. Lagipula, Muawiyah adalah wali Utsman dan di antara saudara² Utsman yg lain, Muawiyah lah yg kekuatannya paling besar.
- Kedua, mereka harus diqishash tetapi setelah Ali bisa mengendalikan keadaan sehingga tenteram kembali. Jika qishash dilaksanakan sekarang juga, maka akan berakibat keadaan makin kacau. Para perusuh akan melipatgandakan tekanannya kepada kekhalifahan. Ini adalah pendapat Ali dan pendukungnya. Mayoritas sahabat Nabi menjadi pendukung Ali.
- Ketiga, uzlah (mengasingkan diri). Ada sahabat² Nabi yg tidak mau terlibat dalam permasalahan ini dan mereka pun pindah dari pusat konflik. Mereka tidak mau berperang dengan saudara sesama mukmin. Mereka adalah Abdullah bin Umar, Saad bin Abi Waqqash, Abu Hurairah, Urwah bin Zubbair dan lainnya.
Inti dari permasalahan Ali - Muawiyah adalah perbedaan cara qishash ini. Muawiyah sendiri tidak mengklaim bahwa dirinya khalifah umat Islam dan tidak berniat merebut kekhalifahan. Hanya saja ia dan penduduk Syam tidak mau baiat (sumpah setia) kepada Ali karena permasalahan terbunuhnya Utsman tersebut.
Ketika kita melihat kondisi zaman Ali lewat "kacamata" abad modern, kita bisa dengan mudah menilai, tetapi bagi orang yg hidup di zaman itu, situasi pada saat tersebut sangat pelik. Menurut mayoritas ulama, dalam persoalan rumit itu yg lebih mendekati kebenaran adalah pendapat Ali karena bagaimanapun juga perdamaian negara lebih diutamakan.
Karena situasi makin memanas, akhirnya terjadilah Perang Shiffin antara kubu Ali dan Muawiyah. Tebunuhnya Ammar bin Yasir menjadi kunci selesainya perang ini karena Nabi Muhammad pernah mengabarkan bahwa yg membunuh Ammar adalah kelompok pembangkang. Yg membunuh Ammar bin Yasir ternyata adalah Abu al-Ghadiyah al Juhani dari pihak Muawiyah -ia bukanlah sahabat Nabi.
Terbunuhnya Ammar membuat kedua kelompok terguncang dan sepakat untuk berdamai. Mereka juga mengkhawatirkan perbatasan yg sedang lemah dan kapan saja bisa diserang oleh Persia dan Byzantium. Perjanjian damai ini dibuat berdasarkan Al Quran dan Sunnah dengan kedua hakimnya adalah Amr bin Ash dan Abu Musa al Asy'ari. Menurut buku Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin Karangan Joesoef Sou'yb pasukan Ali bin Abi Thalib berjumlah 95rb Prajurit dan yg terbunuh 35rb, sedangkan dari Pasukan Syam berjumlah 85rb dan yg terbunuh berjumlah 45rb Prajurit.
Menurut mayoritas ulama, sikap Kaum Muslimin dalam menyikapi konflik Ali ra - Muawiyah ra adalah meyakini bahwa mereka semua sedang berijtihad merespon situasi yg sangat pelik pada masa itu. Di antara mereka ada yg benar dan mendapat dua pahala, tetapi di antara mereka ada yg salah dan mendapat satu pahala. "Kita tidak boleh membicarakan sahabat Nabi dengan perasaan benci".
-Musa Muhammad-