Mengubah Tragedi Jadi Komedi, Presiden PKS Hebat

Mengubah Tragedi Jadi Komedi, Presiden PKS Hebat

Oleh: Erizal

Hebat juga Presiden PKS Ahmad Syaikhu. Menyampaikan maksud hati terdalam, dalam balutan candaan, komedi. Maksud hati terdalam yang mungkin sudah berubah menjadi kepahitan dan tragedi, tapi disampaikan dalam bentuk komedi. Itu kena sekali dan itu tak mudah.

Wajar saja, para hadirin yang hadir pada acara Harlah PKB ke-26, Selasa, kemarin, tertawa lepas. Bahkan, mungkin tak ada yang tak tertawa mendengarkan candaan Presiden PKS itu. 

Menghubungkan antara tragedi dan komedi itu tak mudah. Tragedi itu tinggi, sementara komedi itu rendah. Saat dihubungkan, ia menjadi di tengah-tengah dan terjangkau oleh banyak orang. Itulah kenapa dikatakan tragedi itu komedi tingkat tinggi.

Begini kira-kira kalimat persis Presiden PKS yang ditujukan kepada Ketua Umum Harian Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad yang hadir di acara Harlah PKB. 

"Oleh karena itu, untuk Pak Dasco khususnya dan Gerindra, ajak-ajaklah PKS. Jangan cuma ngajak Nasdem dan PKB, PKS ditinggalkan sendirian," kata Presiden PKS, yang disambut tawa para hadirin.

Maksud Pak Syaikhu ini, sejauh ini Prabowo hanya mengajak NasDem dan PKB saja, padahal bersama PKS, keduanya dulu berkoalisi. Apa sebetulnya kesalahan PKS, sehingga seperti diisolasi begitu. Bahkan sampai saat ini ajakan untuk berkoalisi itu belum ada dari Prabowo sebagai Presiden Terpilih. Sampai-sampai dalam acara Harlah PKB itu, oleh PKB pun posisi tempat duduk Presiden PKS pun dipisahkan dengan Gerindra.

Dalam kesempatan itu, Presiden PKS juga menyindir Cak Imin terkait Pilkada Jakarta dengan sebuah pantun. "Dari Bekasi naik kereta. Turunnya di Stasiun Sudirman. PKS ajak PKB Kolaborasi di Jakarta. Dukung Anies dan Shohibul Iman." Dikatakan sindiran karena saat Pilpres PKS sudah rela mendukung Anies-Cak Imin. Sekarang giliran kader PKS, Sohibul Iman, yang mestinya didukung oleh PKB.

Intinya, salut betul kita dengan candaan Presiden PKS yang berkelas itu. Semoga menjadi perhatian Gerindra atau Prabowo sebagai Presiden Terpilih. Tapi tentunya tak bisa dicukupkan dengan candaan di depan publik begitu saja. Lobi-lobi tertutup, komitmen, dan kepercayaan masing-masing harus lebih ditingkatkan. Introspeksi atau evaluasi ke dalam harus sering juga dilakukan.

Kenapa PKS diperlakukan 'diisolasi' seperti itu? Tak hanya oleh Prabowo sebagai Presiden Terpilih, tapi mungkin juga oleh PKB dan NasDem. Artinya, tak hanya pertanyaan itu sendiri yang serius, jawabannya juga tak kalah seriusnya. Sebab, meski PKS berulang kali mengingatkan dua kali Pilpres berkoalisi dengan Prabowo, tak hanya sekutu, tapi segajah, tapi tetap saja belum diajak kerjasama oleh Prabowo sebagai Presiden Terpilih.

Bisa jadi jawabannya karena dibandingkan antara saat berkoalisi dengan tak berkoalisi, manfaatnya lebih banyak saat tak berkoalisi ketimbang berkoalisi. Saat berkoalisi dulu kurang berkesan, tapi saat tak berkoalisi lebih berkesan, dalam artian, sakitnya ketimbang enaknya.

Tapi bisa juga masalah bukan pada pihak lain, melainkan ada pada internal PKS itu sendiri. PKS akan berhadapan di internalnya sendiri, saat ajakan berkoalisi itu datang dan PKS memenuhi ajakan. Jadi bukan mustahil memang PKS ditakdirkan berada di luar pemerintahan ketimbang di dalam pemerintahan, untuk kebaikan PKS itu sendiri di kemudian hari.

[VIDEO]
Baca juga :