Kenapa Festival Kuliner Non-Halal Harus Ditolak?

Oleh: Arif Wibowo

Komentar miringnya (pihak yang tidak setuju pelarangan festival kuliner non-halal) kurang lebih begini, "padahal di Solo banyak sekali kuliner haram, kenapa kok ada yang keberatan diadakan festival kuliner non halal". 

Nah, bagi yang pernah tinggal lama di Solo tentu bisa membandingkan antara kuliner tahun 1990-an hingga sekarang.

Dulu, hampir setiap wedangan, hik, juga warung makan di pasar menyediakan "didih / saren" atau "darah yang digoreng" kini kebalikannya, susah sekali mencari hik yang ada "didih / sarennya". 

Sengsu (tongseng asu), sate jamu (satu asu), rica-rica rw (rasa waung) tidak hanya ada, tapi tersedia hampir di setiap ruas jalan. Cara menjagal sebelum dimasak? Anjingnya dimasukkan karung, kemudian dikepruk batok kepala bagian otak pakai kayu, kemudian ditenggelamkan di sungai, baru dimasak. Jadi anjing itu meraung-raung cukup lama sebelum akhirnya keblebeg air sungai.

Daging anjing itu nikmatnya, demikian kata pecinta sengsu yang cerita ke saya, kalau darahnya tidak keluar. Daging semacam itu juga membuat jadi makin "galak" fungsi afrodisiaknya. Makanya kalau anjing kok disembelih, rasanya tidak enak dan tidak ada manfaatnya.

Nah, seiring waktu, penjagalan anjing semacam ini terus mengalami kritikan tajam, juga kampanye dari pecinta anjing bahwa anjing bukan untuk dimakan. 

Kini warung sate jamu mulai ditertibkan, harus ada gambar anjing atau tulisan yang menunjukkan bahwa itu kuliner anjing. Demikian juga kuliner babi, harus jelas bahwa ia kuliner babi. Sebenarnya lebih bagus, dengan istilah "Makanan Haram" daripada "Non Halal".

Jadi, edukasi halal di masyarakat itu terus berjalan dan sudah menampakkan hasilnya. Dan menurut saya, ajakan untuk memboikot produk halal yang menjadi sponsor Festival Makanan Haram dan ajakan untuk tidak lagi belanja di mall yang jadi tempat festival makanan haram itu, juga bagian dari edukasi makanan halal kepada umat Islam.

Jadi buat muslim apalagi anda santri yang sok toleran, yang tidak merasakan perjalanan panjang edukasi makanan halal di masyarakat Solo, kalau tidak paham masalahnya, berlatihlah diam atau bertabayun dulu, jangan langsung ngejudge, soalnya, jangan sampai ada sandal yang mampir ke mulut anda.

(fb penulis)
Baca juga :