Dulu saya kesal sekali dengan "Anekdot Lama" ini, tapi kok sekarang benar...?

Anekdot Lama

Suatu hari, tetangga Pak Haji tergopoh-gopoh melapor.
"PAK HAJI! PAK HAJI!"
"Ada apa?"
"Anak bapak, Agus."
"Iya, ada apa dengan Agus?"
"Dia main jud*, Pak."
"Astagfirullah.... Astagfirullahaladzim.... Harom! Harom! Laknatullah."
"Tapi, dia menang, Pak."
"Hah? Menang? Alhamdulillah..."
"Menangnya banyak, Pak."
"Ya Allah, alhamdulillah. Ya Allah...." Pak Haji tersungkur sujud syukur.

Dulu, waktu masih SMA, sy kesal sekali baca anekdot ini. Marah. Ini tuh penghinaan kepada 'Pak Haji'. Tapi seiring waktu, sy makin besar, menyaksikan banyak hal, sy tertawa saat memahami konteks anekdot ini. Cerita lucu ini nggak ada urusannya dgn 'Pak Haji'. Ini tuh relevan dalam banyak hal. Hanya memang, 'Pak Haji' sj yg lagi dijadikan contoh.

Bahkan terkait permisalan begini, Nabi pernah berwasiat: 'bertemanlah dengan penjual minyak wangi, biar kebagian wangi. jangan berteman dgn pandai besi, nanti kena ciprat api.' Kalau wasiat ini keluar di jaman now, wah banyak yg akan nyinyir Nabi sedang diskriminatif dgn pandai besi. Padahal wasiat Nabi ini jelas tidak menyuruh kita jadi benci dgn pandai besi. Dan atau penjual minyak wangi adalah teman paling mulia. Wah bukan itu poinnya. Tapi pengibaratan. Menyuruh kita berpikir.

Kembali ke soal cerita Pak Haji, hidup ini, kadang begitulah. Ada banyak Pak Haji-Pak Haji ini di sekitar kita. Bahkan boleh jadi termasuk kita sendiri.

Dulu, kita berdiri gagah perkasa bilang harom! HAROOOM! Giliran dapat bagiannya, mendadak berubah jadi halalan thayiban dengan catatan. Ehem. Dan postingan ini, jelas tdk hanya utk urusan tambang saja. Nggak deh. Nggak banget. Terlalu kecil konteksnya kalau cuma urusan tambang NU dan Muhammadiyah. Postingan ini relevan dgn kasus2 lain. 20-30 tahun, dan seterusnya hingga kiamat.

Apakah kita akan jadi seperti kisah 'Pak Haji' ini?

(By TERE LIYE)
Baca juga :