Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas tengah menghadapi masa-masa penuh ketegangan di penghujung masa jabatannya sebagai menteri dalam kabinet pemerintahan Presiden Jokowi. Masa jabatan Menteri Yaqut, seperti halnya kabinet Jokowi-Ma’ruf, akan berakhir pada 20 Oktober 2024. Biasanya, masa pensiun akan membawa ketenangan, tetapi bagi Menteri Yaqut, keadaan justru berbanding terbalik.
Dalam sidang paripurna DPR RI yang berlangsung dua hari lalu, diputuskan untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Penyelenggaraan Haji 2024. Sidang tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI, Muhaimin Iskandar, yang juga menjadi Ketua Tim Pengawas Haji DPR RI tahun ini. Keputusan ini muncul setelah berbagai permasalahan dalam penyelenggaraan haji tahun 2024 terungkap, termasuk masalah makanan, akomodasi, serta pelaksanaan di Arafah dan Mina yang banyak mendapat sorotan.
Permasalahan serius lainnya adalah dugaan penyimpangan atau korupsi dalam pelaksanaan haji. Jika dugaan ini terbukti, konsekuensi pidana mungkin tak terelakkan bagi Menteri Yaqut, seperti yang dialami oleh menteri agama sebelumnya, Surya Dharma Ali, yang dipenjara karena kasus korupsi haji.
Dugaan penyimpangan ini termasuk pengalihan kuota haji yang melebihi kesepakatan dengan DPR. Sebanyak 31 anggota DPR RI, termasuk Haji John Kennedy, telah mengajukan usulan pembentukan Pansus Hak Angket Haji. Mereka menandatangani dokumen yang meminta penjelasan dan pengawasan lebih lanjut terkait penyelenggaraan haji tahun ini.
Dalam sidang tersebut, ketua sidang menyampaikan, “Keputusan pembentukan Pansus Hak Angket Haji DPR RI diambil sesuai dengan ketentuan pasal 20 ayat 2 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 serta pasal-pasal terkait dalam peraturan DPR RI tentang konsultasi dan pengawasan.”
Pimpinan rapat juga menegaskan bahwa kebijakan Menteri Agama Nomor 118 Tahun 2024 tentang pemenuhan kuota haji khusus tambahan dan sisa kuota haji khusus tahun 1445 Hijriyah atau 2024 Masehi bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umroh. Kebijakan ini dinilai tidak sesuai dengan hasil kesimpulan rapat antara Komisi VIII DPR RI dan Menteri Agama terkait penetapan kuota haji.
“Kita menyaksikan bahwa pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama, belum maksimal dalam melindungi warga negara atau jemaah haji Indonesia di tanah suci. Ada indikasi penyalahgunaan kuota tambahan di tengah pelayanan yang belum optimal,” tambah seorang anggota DPR dalam sidang.
Dengan demikian, Menteri Yaqut kini berada dalam kondisi yang sangat kritis menjelang akhir masa jabatannya. Apakah ia akan bernasib sama seperti pendahulunya, hanya waktu dan hasil investigasi yang dapat menjawab. Untuk sementara, kita menunggu perkembangan lebih lanjut dari proses penyelidikan yang sedang berjalan.
(Sumber: Fusilatnews)