Busana Asli Pangeran Diponegoro

BUSANA DIPONEGORO

Di atas adalah (semacam) kop surat resmi yang di bawahnya tertera catatan tangan yang bertiti mangsa 1870 (15 tahun setelah Diponegoro wafat):

"Kandjeng Soeltan Abdoel Hamid Heroetjokro Kabiril Moekminnin Sajidin Panatagama Djawi Senopati Hingalogo Sabiloolah Chalifat Rasulillah Hingkang Hagomo Islam"

Kop surat ini berupa foto litograf Pangeran Arijo (PA) Diponegoro, dan secara verbatim tertulis begini:

"Pangeran Ario Diponegoro, aanvoerder in de Java Oorlog van 1825-1830" 
(Pangeran Ario Diponegoro, pemimpin Perang Jawa tahun 1825-1830)

Foto litograf PA Diponegoro tersebut tersebut berasal dari gambar yang diproduksi oleh Mayor H. de Stuers pada tahun 1830, artinya digambar saat PA Diponegoro masih hidup pasca tertangkap.

Foto litograf yang merekam busana PA Diponegoro yang kearab-araban ini bersesuaian dengan glasnegatief (film negatif) nomor indeks G-699 ruang 1.41.35, dan sesuai dengan cetakan litograf bernomor indeks 36C-373 di Leiden University Libraries (akses juga bisa didapatkan melalui KITLV).

Orang yang mengira bahwa foto busana PA Diponegoro yang diarab-arabkan adalah upaya pencerabutan ke-Jawa-an PA Diponegoro (karena tidak ada Pangeran Mataram yang berpakaian ala gurun seperti itu), sebenarnya dia sendiri punya masalah yang acakadut di dalam pikirannya.

Kalau dia mahasiswa D3, saya masih maklum. Kalau dia doktor, ya, masya Allah.

Terima kasihku untuk salah satu kolega yang sedang menempuh residensi di Belanda atas kiriman litograf ini. Bayarnya nanti pas ketemu di Kalibata City saja, ya~

يا ليدن ومخطوطاتها

Salam,
(Rumail Abbas)

---------------

TAMBAHAN

Copast mas kyai Yaser Muhammad Arafat

Jubah Pangeran Diponegoro Sanad Sabilillah dari Sultan HB I

Ada yang model fundamentalis kultural begini: Anti Arab total hingga tidak utuh membaca sejarah dan fakta budaya.

Ini bukan soal Arab atau bukan Arab, baalwi atau bukan baalwi, pribumi atau non pribumi. Sejarah harus dikatakan sebagaimana ia pernah terjadi pada masanya. Jika berita terkait sejarah yang beredar dan diedarkan oleh person atau kalangan tertentu itu tidak sesuai dengan data dan fakta yang sudah pernah menyejarah, maka itu harus dikritik. Bukan soal siapa yang menyampaikan. Tapi soal apa dan bagaimana yang benar. Begitulah cara ilmu pengetahuan bekerja.

Status ini pernah saya posting beberapa bulan lalu. Di sini saya posting lagi karena banyak yang mengirimkan status yang saya share ini kepada saya.

Tentang jubah Pangeran Diponegoro, itu memang sahih terjadi di dalam sejarah putra Sultan Hamengkubuwana III itu. Tujuh puluh satu tahun sebelum sang pangeran mengobarkan perang dengan memakai jubah, Pangeran Mangkubumi yang kelak menjadi Sultan Hamengkubuwono I, telah memakai jubah yang sama. Pakaian ini jamak dirasuk (dipakai) oleh para leluhur Mataram ketika turun ke medan perang. Ini juga tercatat di dalam catatan harian Nicolaas Hartingh, gubernur VOC untuk Jawa Utara, saat itu.

Alkisah, pada September 1754, Nicolaas Hartingh mengadakan pertemuan pribadi dengan Pangeran Mangkubumi. VOC telah lelah berperang sekira kurang-lebih sembilan tahun sejak 1746. Pertemuan informal ini digelar di Pedagangan, Grobogan, Jawa Tengah saat ini. Dalam kesaksian Hartingh, Pangeran Mangkubumi memakai baju putih dan ”kain bergambar Jawa biasa (mungkin kain batik)”, memakai dua keris, dengan tutup kepala ala ulama yang dibalut dengan ikat kepala kain linen halus yang berjahit benang emas pada kepalanya. Pengiring Pangeran Mangkubumi juga memakai pakaian yang sama.

MC Ricklefs, dalam Yogyakarta di Bawah Sultan Mangkubumi 1749-1792 (2002: 80-81), menyebut bahwa pakaian jubah Pangeran Mangkubumi itu mengingatkan pada pakaian yang dipakai oleh cicitnya, Pangeran Diponegoro. Apakah pakaian tersebut menunjukkan ciri kearaban? Tidak. Pakaian seperti itu, dalam cerita para sesepuh di Yogyakarta dan juga dalam catatan kolonial, merupakan pakaian perang keraton.

Dari sini dapat dipahami bahwa jubah Pangeran Diponegoro adalah pakaian para sultan dan para kesatria yang turun ke medan perang sabilillah. Dalam contoh jubah Pangeran Diponegoro, dapat dipastikan bahwa sanad jubahnya didapatkan dari Sultan Hamengkubuwono I, yang tiada lain merupakan buyutnya sendiri.

Panjang umur ilmu pengetahuan dan kebenaran!

Wallahu a’lam.

-----------


Baca juga :