Analisis Kemungkinan yang Terjadi pada Prabowo Subianto, Presiden Terpilih, dalam Konteks Hubungan dengan Jokowi

Ketika orang Buta pertama kali bisa melihat, 
yang dia buang adalah tongkat yang membantunya untuk berjalan.

Pada 20 Oktober 2024, Prabowo Subianto akan dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia. Kesuksesannya ini tidak lepas dari dukungan signifikan yang ia terima dari Presiden Jokowi, termasuk keterlibatan putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, sebagai Wakil Presiden terpilih. Dalam dinamika politik ini, analogi “tongkat” yang membantu seseorang berjalan bisa diaplikasikan untuk memahami hubungan antara Prabowo dan Jokowi. Seperti seorang yang buta yang mendapatkan penglihatannya kembali, Prabowo sekarang berada di posisi di mana ia mungkin tidak lagi membutuhkan “tongkat” yang selama ini membantunya mencapai tujuan.

Dukungan Jokowi sebagai Tongkat

Jokowi telah menjadi sosok penting dalam perjalanan politik Prabowo menuju kursi presiden. Dukungan Jokowi, baik secara langsung maupun tidak langsung, memberikan Prabowo kepercayaan diri dan legitimasi yang diperlukan untuk meraih kemenangan. Jokowi, dengan popularitas dan pengaruhnya, membantu membangun jaringan dan dukungan politik yang kuat untuk Prabowo. Terlebih lagi, dengan Gibran sebagai Wakil Presiden, ada keterikatan langsung antara pemerintahan baru dan warisan politik Jokowi.

Perubahan Dinamika Setelah Pelantikan

Setelah pelantikan, Prabowo akan memiliki mandat penuh sebagai presiden. Pada titik ini, seperti orang buta yang mendapatkan penglihatan, ia akan memiliki kebebasan dan kemampuan untuk berjalan sendiri tanpa bantuan “tongkat”. Dalam konteks ini, beberapa kemungkinan dapat terjadi:

1. Independensi Kebijakan: Prabowo mungkin akan mengambil langkah-langkah independen dalam membuat kebijakan yang mencerminkan visi dan misinya sendiri, bukan hanya melanjutkan kebijakan era Jokowi. Ini bisa mencakup perubahan dalam prioritas pembangunan, kebijakan luar negeri, dan reformasi ekonomi.

2. Menjaga Harmoni: Prabowo mungkin tetap mempertahankan hubungan harmonis dengan Jokowi, mengakui kontribusi dan dukungan yang telah diberikan. Ini bisa berarti melanjutkan beberapa inisiatif Jokowi sambil secara bertahap memperkenalkan kebijakan baru yang sesuai dengan agenda politiknya sendiri.

3. Potensi Konflik: Meskipun kemungkinan kecil, ada juga potensi untuk ketegangan atau konflik, terutama jika Prabowo merasa perlu untuk mendefinisikan dirinya terpisah dari bayang-bayang Jokowi. Ini bisa terjadi jika ada perbedaan pandangan yang signifikan dalam kebijakan atau arah negara.

Peran Gibran sebagai Wakil Presiden

Gibran, sebagai Wakil Presiden, memainkan peran kunci dalam menjaga keseimbangan antara warisan Jokowi dan visi Prabowo. Hubungan Gibran dengan Prabowo dapat menjadi jembatan yang membantu memastikan transisi yang mulus dan mengurangi potensi konflik. Gibran dapat membantu meneruskan beberapa kebijakan penting Jokowi sambil juga mendukung inisiatif baru yang diperkenalkan oleh Prabowo.

Simbolisme Tongkat dalam Konteks Politik

Dalam konteks ini, “tongkat” yang diumpamakan adalah dukungan dan panduan Jokowi selama kampanye dan masa transisi. Saat Prabowo dilantik, ia mungkin tidak lagi membutuhkan dukungan tersebut dalam bentuk yang sama. Namun, seperti dalam analogi orang buta yang mendapatkan penglihatan, ada nilai dalam menghargai dan mengenang bantuan yang pernah diterima.

Kesimpulan

Pelantikan Prabowo Subianto sebagai Presiden pada 20 Oktober 2024, menandai awal dari era baru dalam politik Indonesia. Meskipun ia telah sangat dibantu oleh Jokowi, situasi pasca-pelantikan akan menunjukkan sejauh mana Prabowo akan bergerak secara independen atau terus merangkul dukungan dan warisan Jokowi. Gibran Rakabuming Raka, sebagai Wakil Presiden, akan berperan penting dalam menjaga keseimbangan ini. Seperti tongkat yang membantu seseorang berjalan, dukungan Jokowi adalah pilar penting yang memungkinkan Prabowo mencapai posisi ini, namun perjalanan selanjutnya adalah milik Prabowo untuk dilanjutkan dengan visi dan misinya sendiri.


Baca juga :