Akhirnya yang waras ngalah.... Salut buat Rektor UII yang memulai gerakan "melepas gelar Profesor"

Akhirnya yang waras ngalah.

Karena banyak politisi, tokoh, dan orang kaya yang "mengejar" gelar Profesor padahal tidak pantas maka yang waras ngalah.

Ayo semua profesor dan doktor yang waras, kita buang semua gelar kita dan biarkan mereka berpesta dengan gelar palsunya.

Salut buat Rektor UII yg memulai

(Said Didu)

---------------

Rektor UII Minta Gelar Profesor Tak ditulis dalam Surat dan Dokumen, Kecuali di Ijazah

YOGYAKARTA - Universitas Islam Indonesia (UII) mengeluarkan surat edaran terkait penandatanganan surat, dokumen dan produk hukum. Surat edaran ini ditujukan untuk pejabat struktural di lingkungan Universitas Islam Indonesia (UII).

Di surat edaran tersebut disampaikan seluruh korespondensi surat, dokumen, dan produk hukum selain ijazah, transkrip nilai, dan yang setara itu dengan penanda tangan rektor yang selama ini tertulis gelar lengkap "Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D." agar ditulis tanpa gelar menjadi "Fathul Wahid".

Di surat tersebut juga disebutkan alasan tanpa menulis gelar adalah dalam rangka menguatkan atmosfir kolegial dalam tata kelola perguruan tinggi. Surat edaran tersebut ditandatangani oleh Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid pada 18 Juli 2024.

Saat dikonformasi, Rektor UII Fathul Wahid membenarkan surat edaran yang ditandatanganinya tersebut.

Fathul Wahid kemudian menerangkan latar belakang agar gelar akademik yang disandangnya tidak dituliskan. Dikatakan Fathul Wahid, upaya ini dilakukan agar gelarnya tidak dituliskan sudah dilakukanya sejak lama. Bahkan sejak dirinya diangkat sebagai profesor.

"Sebetulnya upaya itu sudah saya lakukan sejak lama. Sejak saya diangkat profesor, karena kami menganggap itu kan terkait dengan jabatan akademik, yang lebih punya tanggungjawab daripada berkah," ujarnya, saat dihubungi, Kamis (18/07/2024).

Tanggungjawab Moral

Fathul mengungkapkan gelar memiliki tanggungjawab akademik dan moral. Sehingga menurutnya tidak relevan untuk dicantumkam di dalam dokumen-dokumen termasuk di kartu nama.

"Tapi ini pendapat personal ya. Artinya saya tidak bisa memaksa orang untuk mengikuti Saya. Saya mencoba menjadikan ini sebagai gerakan kultural, kalau ini bersambut maka itu akan sangat baik. Sehingga jabatan profesor ini lebih dianggap sebagai amanah," tandasnya.

Terkait hal ini, Fathul berharap ke depan tidak ada orang yang mengejar gelar profesor hanya untuk status.

"Kita tidak ingin ke depan di Indonesia, sekelompok orang termasuk para politisi dan pejabat mengejar-ngejar jabatan ini, karena yang dilihat tampaknya lebih ke status ya, bukan sebagai tanggungjawab amanah," tandasnya.

Terkait di struktural UII, Fathul Wahid membebaskan jika ada yang mengikuti langkahnya. Namun dirinya juga tidak melarang jika ada yang tetap akan menuliskan gelar.

"Cuma kalau yang saya lakukan yang kecil ini diikuti saya akan sangat berbahagia dan kalau ini menjadi gerakan kolektif banyak kita mendesakralisasi jabatan profesor dan lebih menekankan profesor sebagai tanggungjawab amanah akademik, kita berharap profesi ini menjadi terhormat," urainya.

Respon Atas Pejabat Pemburu Gelar Profesor

Di sisi lain, Fathul Wahid menuturkan apa yang dilakukanya ini sebagai respon atas carut marutnya pemberian gelar profesor yang terjadi saat ini.

"Ya ini sebenarnya juga sebagai respon saya, untuk memberikan perlawanan kecil, perlawanan simbolik kecil terkait dengan carut marut pemberian gelar profesor yang sekarang sedang melanda bangsa kita ini," ungkapnya.

Fathul Wahid berharap gerakan kecil yang dimulainya ini bisa terus bergulir. Sehingga kemudian diikuti oleh banyak orang.

"Ya harapannya gerakan kecil saya ini nanti menggelinding membesar, diikuti oleh banyak orang, terus kemudian ke depan jadi profesor itu ya tanggungjawab amanah tidak sesuatu status yang kemudian diglorifikasi, kemudian dianggap suci, sakral," pungkasnya.

Baca juga :