PAHALA BACAAN AL-QURAN UNTUK MAYIT
Oleh: Muhammad Laili Al-Fadhli
Dalam postingan di akun IG ini (Sahabat Thursina), saya sampaikan bahwa Ibnu Taymiyyah dan Ibnul Qayyim termasuk ulama yang menyatakan sampainya pahala bacaan Al-Quran bagi mayit, dan itulah pendapat mayoritas ulama.
Tentu hal tersebut berbeda dengan jawaban sang ustadz (semoga Allah menjaga dan merahmati beliau) yang lebih memilih pendapat bahwa pahalanya tidak sampai.
Saya sendiri tidak masalah dengan adanya perbedaan dalam perkara ini, tapi alangkah lebih baiknya disampaikan juga pendapat mayoritas ulama ini, agar tidak memberi kesan bahwa pendapat mayoritas adalah pendapat yang keliru atau tertuduh bid'ah, disebabkan adanya narasi "tidak dicontohkan Nabi".
Namun demikian, disayangkan kolom komentar pada postingan ini kemudian ditutup.
Sehingga orang-orang tidak bisa melihat lagi argumentasi yang berbeda pandangan dengan sang ustadz.
Padahal malam tadi saya sempat terlibat diskusi sehat dengan salah satu akun yang awalnya menolak bahwa Ibnu Taymiyyah menyatakan sampainya pahala bacaan Al-Quran. Kemudian saya copas tulisan Ibnu Taymiyyah dari Kitab Majmu Fatawa (dari Maktbah Syamilah Online). Tapi sepertinya lawan diskusi saya kurang paham bahasa Arab sehingga dia meminta saya untuk menerjemahkannya, maka saya pun menerjemahkannya. Menariknya, akun tersebut akhirnya mengakui bahwa Ibnu Taymiyyah memang berpendapat bahwa bacaan Al-Quran itu bermanfaat bagi mayit dan diskusi pun berakhir.
Adapun pernyataan Ibnu Taymiyyah dalam Majmu Fatawa sendiri adalah sebagai berikut:
وَأَمَّا " الْقِرَاءَةُ وَالصَّدَقَةُ " وَغَيْرُهُمَا مِنْ أَعْمَالِ الْبِرِّ فَلَا نِزَاعَ بَيْنَ عُلَمَاءِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ فِي وُصُولِ ثَوَابِ الْعِبَادَاتِ الْمَالِيَّةِ كَالصَّدَقَةِ وَالْعِتْقِ كَمَا يَصِلُ إلَيْهِ أَيْضًا الدُّعَاءُ وَالِاسْتِغْفَارُ وَالصَّلَاةُ عَلَيْهِ صَلَاةُ الْجِنَازَةِ وَالدُّعَاءُ عِنْدَ قَبْرِهِ. وَتَنَازَعُوا فِي وُصُولِ الْأَعْمَالِ الْبَدَنِيَّةِ: كَالصَّوْمِ وَالصَّلَاةِ وَالْقِرَاءَةِ. وَالصَّوَابُ أَنَّ الْجَمِيعَ يَصِلُ إلَيْهِ. فَقَدْ ثَبَتَ فِي الصَّحِيحَيْنِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: {مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ} وَثَبَتَ أَيْضًا: {أَنَّهُ أَمَرَ امْرَأَةً مَاتَتْ أُمُّهَا وَعَلَيْهَا صَوْمٌ أَنْ تَصُومَ عَنْ أُمِّهَا} . وَفِي الْمُسْنَدِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ لِعَمْرِو بْنِ العاص: {لَوْ أَنَّ أَبَاك أَسْلَمَ فَتَصَدَّقْت عَنْهُ أَوْ صُمْت أَوْ أَعْتَقْت عَنْهُ نَفَعَهُ ذَلِكَ} وَهَذَا مَذْهَبُ أَحْمَد وَأَبِي حَنِيفَةَ وَطَائِفَةٍ مِنْ أَصْحَابِ مَالِكٍ وَالشَّافِعِيِّ. وَأَمَّا احْتِجَاجُ بَعْضِهِمْ بِقَوْلِهِ تَعَالَى: {وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إلَّا مَا سَعَى} فَيُقَالُ لَهُ قَدْ ثَبَتَ بِالسُّنَّةِ الْمُتَوَاتِرَةِ وَإِجْمَاعِ الْأُمَّةِ: أَنَّهُ يُصَلَّى عَلَيْهِ وَيُدْعَى لَهُ وَيُسْتَغْفَرُ لَهُ، وَهَذَا مِنْ سَعْيِ غَيْرِهِ، وَكَذَلِكَ قَدْ ثَبَتَ مَا سَلَفَ مِنْ أَنَّهُ يَنْتَفِعُ بِالصَّدَقَةِ عَنْهُ وَالْعِتْقِ وَهُوَ مِنْ سَعْيِ غَيْرِهِ، وَمَا كَانَ مِنْ جَوَابِهِمْ فِي مَوَارِدِ الْإِجْمَاعِ فَهُوَ جَوَابُ الْبَاقِينَ فِي مَوَاقِعِ النِّزَاعِ. وَلِلنَّاسِ فِي ذَلِكَ أَجْوِبَةٌ مُتَعَدِّدَةٌ. لَكِنَّ الْجَوَابَ الْمُحَقَّقَ فِي ذَلِكَ أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى لَمْ يَقُلْ: إنَّ الْإِنْسَانَ لَا يَنْتَفِعُ إلَّا بِسَعْيِ نَفْسِهِ وَإِنَّمَا قَالَ: {لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إلَّا مَا سَعَى} فَهُوَ لَا يَمْلِكُ إلَّا سَعْيَهُ وَلَا يَسْتَحِقُّ غَيْرَ ذَلِكَ. وَأَمَّا سَعْيُ غَيْرِهِ فَهُوَ لَهُ كَمَا أَنَّ الْإِنْسَانَ لَا يَمْلِكُ إلَّا مَالَ نَفْسِهِ وَنَفْعَ نَفْسِهِ، فَمَالُ غَيْرِهِ وَنَفْعُ غَيْرِهِ هُوَ كَذَلِكَ لِلْغَيْرِ؛ لَكِنْ إذَا تَبَرَّعَ لَهُ الْغَيْرُ بِذَلِكَ جَازَ. وَهَكَذَا هَذَا إذَا تَبَرَّعَ لَهُ الْغَيْرُ بِسَعْيِهِ نَفَعَهُ اللَّهُ بِذَلِكَ كَمَا يَنْفَعُهُ بِدُعَائِهِ لَهُ وَالصَّدَقَةِ عَنْهُ وَهُوَ يَنْتَفِعُ بِكُلِّ مَا يَصِلُ إلَيْهِ مِنْ كُلِّ مُسْلِمٍ سَوَاءٌ كَانَ مِنْ أَقَارِبِهِ أَوْ غَيْرِهِمْ كَمَا يَنْتَفِعُ بِصَلَاةِ الْمُصَلِّينَ عَلَيْهِ وَدُعَائِهِمْ لَهُ عِنْدَ قَبْرِهِ.
Saya sampaikan saja inti dari yang disampaikan oleh Ibnu Taymiyyah di atas, tanpa menerjemahkannya per kata:
1. Para ulama sepakat sampainya pahala ibadah maliyah (harta) apabila dihadiahkan bagi mayit, seperti pahala shadaqah atau membebaskan budak. Sebagaimana sampainya pahala doa, istighfar, dan orang-orang yang menyalatkannya.
2. Para ulama berbeda pendapat mengenai sampainya pahala ibadah badaniyah, seperti shalat, shaum, dan bacaan Al-Quran. Beliau (Ibnu Taymiyyah) mengatakan bahwa pendapat yang benar adalah sampainya pahala untuk mayit.
3. Pendapat yang menyatakan sampainya pahala adalah pendapat madzhab Imam Ahmad, Imam Abu Hanifah, sebagian ulama Malikiyyah, dan sebagian ulama Syafi'iyyah.
4. Pendapat yang menyatakan tidak sampai adalah pendapat yang masyhur dari Imam Syafi'i dan Imam Malik.
5. Di antara dalil sampainya pahala bagi mayit adalah hadits Nabi "Siapa yang meninggal dalam keadaan memiliki utang puasa, maka hendaknya ahli waris berpuasa untuknya." Juga hadits bahwa Nabi memerintahkan seorang wanita yang ibunya meninggal dalam keadaan memiliki utang puasa, untuk berpuasa atas nama ibunya. Juga perkataan Nabi kepada Amr bin Ash, "Kalau saja ayahmu muslim, maka engkau bisa bersedekah untuknya, berpuasa untuknya, atau membebaskan budak untuknya, dan itu bermanfaat baginya." Juga kesepakatan kaum muslimin akan bermanfaatnya doa dan istighfar bagi mayit.
6. Di antara dalil golongan yang menyatakan pahala ibadah tersebut tidak sampai, atau tidak bermanfaat bagi mayit, adalah surah An-Najm ayat 39:
وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا سَعَىٰ
"bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya,"
7. Ibnu Taymiyyah membantah dalil golongan yang menolak ini dengan mengatakan bahwa kesepakatan umat akan bermanfaatnya doa, istighfar, dan shalat itu membuktikan bahwa konteks ayat tersebut bukan mencegah manfaat dari amalan orang lain. Apalagi ditambah hadits-hadits yang sudah disebutkan. Semuanya merupakan amalan orang lain dan semuanya bermanfaat bagi mayit.
8. Ibnu Taymiyyah juga mengatakan bahwa Allah tidak berfirman "Manusia tidak bisa mendapatkan manfaat dari amalan orang lain". Sehingga sama seperti urusan harta bahwa manusia tidak bisa memanfaatkan harta, kecuali hartanya sendiri. Tapi kalau ada orang lain yang berbuat baik dengan memberikan hartanya, tentu hal tersebut diperbolehkan. Maka demikianlah apabila seseorang berbuat baik dengan cara melakukan sebuah amalan yang dihadiahkan bagi mayit, maka Allah akan memberikan manfaat itu baginya. Sebagaimana manfaat yang didapatkan dari doa, istighar, dan shalatnya kaum muslimin untuknya, baik itu kerabatnya atau bukan.
Demikian pendapat Ibnu Taymiyyah berkaitan dengan bermanfaatnya bacaan Al-Quran atau ibadah badaniyah yang dilakukan orang lain untuk mayit. Selain Ibnu Taymiyyah, Ibnul Qayyim, dan juga Syaikh Muhammad Al-Utsaimin juga memiliki pendapat yang sama. Bahkan, sebagaimana telah disebutkan juga, bahwa ini merupakan pendapat kebanyakan ulama madzhab. Wallahu a'lam.