Pilkada Jakarta, antara Kematangan Golkar, Kesabaran PDIP dan Efek Kejut PKS
By @irfanenjo
Pilkada Daerah Khusus Jakarta memiliki magnet tersendiri, walaupun bukan lagi menjadi ibukota, Pilkada Jakarta tetap menjadi perhatian publik. Selain jumlah APBD-nya yang fantastis diatas 70 triliyun, Jakarta juga akan punya peran penting dalam transisi pindahnya ibukota. Pilkada Jakarta juga menjadi barometer konstelasi politik nasional. Pilkada DKI Jakarta 2017 masih lekat dalam ingatan kita yang punya dampak nasional bahkan menjadi modal politik Anies Baswedan untuk maju di Pilpres 2024.
Kematangan Golkar
Pilkada Jakarta 2024 ini tidak akan lepas dari Golkar sebagai “play maker” (pemain inti). Sampai hari ini Golkar memberikan tugas kepada Ahmed Zaki Iskandar (Ketua Golkar DKI) dan Ridwan Kamil (mantan Gubernur Jawa Barat) untuk bekerja meningkatkan elektabilitas di Jakarta. Uniknya, Ridwan Kamil ternyata juga mendapat tugas untuk meningkatkan elektabilitas di Pilkada Jawa Barat.
Keputusan ini adalah wujud dari kematangan Golkar dalam mengelola pilkada. Ridwan Kamil (RK) dalam survei-survei di Jawa Barat menunjukkan angka elektabilitas yang fantastis, ada di kisaran 40-50%. Banyak pengamat politik memprediksi posisi RK di Jawa Barat sama dengan posisi Khofifah di Jawa Timur, peluang menangnya besar siapapun pasangan cawagubnya. Apakah Golkar akan melepas kepemimpinan Jawa Barat dengan mengirim RK ke Jakarta? Padahal peluang RK menang di Jakarta masih sangat sulit diprediksi.
Proses tarik-menarik RK antara maju di Jawa Barat dan Jakarta justru membuat RK dan Golkar menjadi “sexy” secara politik. Keputusan Golkar ditunggu-tunggu. Sehebat apapun manuver partai dan relawan di Pilkada Jawa Barat dan DKI, keputusan Golkar untuk menugaskan RK di Pilkada Jawa Barat atau DKI Jakarta menjadi kunci konstelasi politik.
Golkar akan ambil keputusan di “injure time”, setelah semua “kartu politik” terbuka satu per satu, baru Golkar akan eksekusi. Golkar belajar dari pilkada Jakarta sebelumnya, jika salah langkah, maka Golkar akan ditinggal pemilihnya. Golkar juga jeli melihat realitas di lapangan dan fakta dinamika organisasi di internal Partai Golkar DKI. Sampai saat ini, Partai Golkar DKI Bersama ormas-ormas pendiri masih solid mendukung Zaki Iskandar untuk maju cagub DKI, realitas ini juga akan menjadi bahan pertimbangan DPP Partai Golkar dalam mengambil keputusan di Pilkada Jakarta.
Golkar tetap “cool”, mengatur ritme dan dinamika politik sehingga semua orang secara tidak sadar masuk dalam irama permainan Golkar. Golkar melihat dinamika politik dalam Pilkada di Jakarta masih sangat cair dan dinamis, keputusan politik tergesa-gesa dan gegabah hanya akan kontra-produktif bagi Partai Golkar. Apalagi pendaftaran cagub baru dibuka tanggal 27 Agustus 2024, dalam rentang waktu ini Partai Golkar akan terus memainkan skenarionya, dan kita tunggu bagaimana “ending”nya. Disini, kematangan Partai Golkar akan teruji.
Kesabaran PDIP
Sama halnya seperti Golkar, PDIP juga sedang menerapkan seperti apa yang disampaikan oleh Megawati; “kesabaran revolusioner”.
Sampai saat ini PDIP sabar dan menahan diri masuk arena pertarungan Pilkada secara teknis. PDIP cenderung melihat konstelasi politik secara detail dan komprehensif.
Apalagi dalam skala nasional, PDIP juga masih bersabar dan menahan diri untuk memutuskan apakah ada di dalam atau di luar pemerintahan.
Kasus Hasto juga tidak membuat PDIP gegabah dalam mengambil keputusan. Semua manuver dan dinamika politik dihitung secara terukur.
PDIP akan terus berhitung agar efek kemenangan PDIP di Pileg 2024 berdampak pada Pilkada 2024. PDIP termasuk partai yang “santuy” dalam Pilkada Jakarta, dengan modal 15 kursi DPRD DKI 2024, PDIP tetap percaya diri akan tetap menjadi “play maker” seperti halnya Golkar dalam Pilkada Jakarta. Kalau kata Bu Mega; “kesabaran revolusioner” kata kuncinya.
Efek Kejut PKS
PKS sebagai pemenang Pileg 2024 di Jakarta, tentunya akan berusaha menjadi “leader” politik di Jakarta.
Manuver DPW PKS DKI Jakarta untuk mencagubkan Anies Baswedan kembali di Pilkada Jakarta ternyata tidak sejalan dengan DPP PKS. Minggu, 23 Juni 2024, DPP PKS melalui rilisnya menyampaikan bahwa DPP PKS akan mengusung M Sohibul Iman untuk menjadi cagub dalam Pilkada Jakarta.
Keputusan DPP PKS ini menjadikan peluang Anies untuk maju Pilkada Jakarta terhambat. Baru PKB DKI yang resmi mengusung Anies untuk cagub Jakarta, walaupun itu belum sepenuhnya mendapat restu DPP PKB. Sedangkan Partai Nasdem masih mempertimbangkan banyak opsi.
Keputusan PKS ini, cukup menghasilkan efek kejut dalam konstelasi politik di Jakarta. Wacana Anies-Kaesang, Anies Syaikhu, RK-Syaikhu, RK-Kaesang, menjadi cair kembali.
PKS memporak-porandakan semua manuver-manuver politik partai-partai, di sini PKS sedang memainkan perannya sebagai pemenang di Pileg 2024 Jakarta. Sebagai pemenang Pileg di Jakarta, PKS akan terus membangun posisi tawar yang tinggi, dan akan lebih ofensif dalam dinamika politik ke depan. Dan mungkin saja PKS akan membuat efek kejut berikutnya dalam konstelasi politik di Jakarta.
Ojo Kesusu
“Ojo kesusu!” ini kata pamungkas Jokowi menjelang pilpres 2024 yang lalu. Kosa kata ini sepertinya cocok jika diterapkan dalam Pilkada Jakarta.
Ojo kesusu dalam menyimpulkan, ojo kesusu dalam memutuskan. Politik itu kuncinya di “injure time”. Waktu semenit dalam politik bisa mengubah banyak hal. “Jangan petik buah sebelum matangnya, jangan petik bunga sebelum mekarnya”, kira-kira begitulah kata-kata bijak mengatakan.
24 Juni 2024 menuju 27 Agustus 2024 itu waktu yang panjang dalam politik. Banyak hal bisa terjadi, politik tidak berjalan “linier”, politik berjalan zig-zag, bisa zig-zag ke kanan, bisa juga zig-zag ke kiri, bahkan bisa juga jalan lurus ke depan tanpa hambatan.
Tugas para politisi Jakarta sekarang adalah, jeli membaca lapangan, detail membaca dinamika dan pada akhirnya mampu mengambil keputusan tepat.
OJO KESUSU BRO…!