[PORTAL-ISLAM.ID] Ketua Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (MHH) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Trisno Raharjo angkat bicara soal pemberian izin Presiden Jokowi ke organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk mengelola konsesi pertambangan.
Revisi PP Nomor 96 Tahun 2021 menjadi PP Nomor 25 Tahun 2024 itu juga berisi perubahan signifikan dalam proses pemberian izin tambang. Pemerintah menambahkan Pasal 83A yang mengatur WIUPK dapat ditawarkan secara prioritas kepada badan usaha milik ormas keagamaan, tanpa melalui proses lelang seperti yang diwajibkan dalam undang-undang sebelumnya.
Soal ini, Muhammadiyah menilai pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk ormas keagamaan tanpa proses melalui lelang melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).
Menurut beleid itu, IUP mineral logam dan batu bara seharusnya diberikan dengan cara lelang, tidak bisa diberikan atau ditetapkan secara langsung. Lelang itu dilaksanakan dengan mempertimbangkan kemampuan pelaku usaha dalam hal manajemen, kemampuan teknis dan pengelolaan lingkungan, dan kemampuan finansial.
“Dengan lelang dimaksudkan agar pemberian WIUP dilakukan secara fair,” ujar Trisno dalam legal opinion yang diterima Tempo pada Rabu, 5 Juni 2024.
Sementara, dalam Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023, Satuan Tugas dalam hal ini Menteri Investasi/Kepala BKPM disebut berhak menawarkan dan memberikan IUP kepada pelaku usaha, BUM Desa, BUMD, Badan usaha yang dimiliki oleh ormas, koperasi, badan usaha yang dimiliki oleh usaha kecil dan menengah.
“Cara dengan pemberian (bagi-bagi) ini tidak dapat dipertanggungjawabkan,” ujar Trisno.
Trisno menilai, pemberian IUP tanpa lelang memungkinkan adanya unsur subjektivitas, potensi fraud (kecurangan), dan unsur transaksional atau motif lain di luar aspek teknis dan kemampuan dalam pengelolaan kegiatan usaha tambang.
Tak hanya itu, Trisno menyatakan pemberian IUP mineral logam dan batubara secara langsung tanpa melalui proses lelang merupakan penyalahgunaan kewenangan.
Apabila timbul kerugian negara akibat izin itu, dia menilai itu termasuk tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Adapun Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dan Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB), lanjut Trisno, dapat diberikan kepada badan usaha, koperasi, atau perusahaan perseorangan melalui permohonan kepada Menteri ESDM. Kewenangan itu, kata dia telah didelegasikan kepada pemerintah daerah provinsi melalui Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2022.
(Sumber: TEMPO)