Kenapa Tajikistan Mayoritas Muslim Tapi Melarang Jilbab? Ini Alasannya....

[PORTAL-ISLAM.ID]  Kenapa Tajikistan Mayoritas Muslim Tapi Melarang Jilbab? 

Karena Pemimpinnya otoriter dan Islam sangat menentangnya.

TAJIKISTAN dipimpin pemimpin OTORITER. Islam diberangus, karena SPIRIT KRITIS ajaran Islam (Amar Ma'ruf Nahi Munkar) mengancam KEKUASAANnya. 

Alasan/dalih BUDAYA hanya jadi MODUS nya.
 
***

4 Kebijakan Tajikistan yang Menindas Kaum Muslim

Sedikitnya ada empat kebijakan Tajikistan yang menindas umat Muslim di negaranya. Terbaru, ramai diperbincangkan soal larangan penggunaan jilbab.

Sebagai informasi, Tajikistan merupakan salah satu negara pecahan Uni Soviet. Saat ini, mayoritas penduduknya diketahui menganut agama Islam.

Tajikistan dipimpin Presiden Emomali Rahmonov yang berkuasa sejak tahun 1994. Dia sudah berkuasa 30 tahun.
Pada 6 November 1994, Rahmonov mulai menjabat sebagai Presiden Tajikistan.

Menyusul perubahan konstitusional, ia diangkat kembali sebagai Presiden pada 6 November 1999 dengan masa jabatan 7 tahun, mendapat 97% suara. 

Pada 22 Juni 2003, ia memenangkan referendum yang akan mengizinkannya memimpin selama 2 periode 7 tahun yang berurutan setelah berakhirnya masa jabatannya terkini pada 2006. 

Dan referendum ini hanyalah untuk memperkuat rezim pemerintahan Tajikistan yang korup. 

Hal ini juga sekaligus merupakan bentuk ketaatan rezim Tajikistan kepada imperialis Barat yang menginginkan ‘demokratisasi’ di negeri Islam ini. ‘Demokratisasi’ akan memperkuat rezim sekuler di sana yang akan menghalangi rakyat Tajikistan untuk melirik dan kembali kepada syariat Islam.

Keberadaan gerakan Islam di sana pasca runtuhnya Uni Soviet memang menjadi ancaman baru bagi negara imperialis AS di kawasan Asia Tengah tersebut. 

Kekhawatiran ini cukup beralasan, mengingat AS memiliki banyak kepentingan di kawasan Asia Tengah. Untuk menghalangi tegaknya Khilafah Islamiyah di Asia Tengah dan mengurangi pengaruh gerakan Islam, ‘demokratisasi’ dan ‘reformasi ekonomi’ kemudian menjadi reformasi utama.

Meski mayoritas penduduk Muslim, pemerintah negara ini banyak mengeluarkan kebijakan yang menindas umat Islam. Berikut di antaranya.

Kebijakan Tajikistan yang Menindas Kaum Muslim

1. Pelarangan Jilbab

Satu kebijakan kontroversial yang belakangan jadi perhatian adalah pelarangan penggunaan jilbab di Tajikistan.

Mengutip EuroNews, larangan jilbab ini dipandang sebagai cerminan dari garis politik yang dijalankan pemerintahan presiden seumur hidup Emomali Rahmon.

Pelarangan jilbab tercantum dalam undang-undang terkait serangkaian tindakan agama yang digambarkan pemerintah sebagai upaya melindungi nilai-nilai budaya nasional serta mencegah ekstremisme.

Kebijakan tersebut sudah disetujui majelis tinggi parlemen Majlisi Milli pekan lalu. Setelahnya, Tajikistan akan resmi melarang penggunaan "pakaian asing" termasuk jilbab atau penutup kepala yang biasa dipakai oleh wanita Muslim.

Sebaliknya, pemerintah mendorong agar warga negaranya mengenakan pakaian nasional Tajikistan. 

Tak tanggung-tanggung, bagi mereka yang melanggar bakal dikenai denda mulai dari 7.920 somoni Tajikistan (sekitar Rp 12 juta) untuk warga negara biasa hingga 57.600 somoni (sekitar Rp 86 juta) jika mereka adalah tokoh agama.

2. Pembatasan Praktik Keagamaan

Pemerintah Tajikistan terus menekan kebebasan beragama dengan dalih tuduhan ‘ekstremisme’.

Mengutip The Diplomat, penindasan terhadap agama yang dilakukan Tajikistan memberikan dampak paling luas terhadap mayoritas penduduk Muslim Sunni selama satu dekade terakhir.

Tak puas dengan menutup sekolah-sekolah agama dan toko buku, mereka bahkan memberlakukan larangan pertemuan doa-doa pribadi.

Setelahnya, pemerintah Tajikistan terus melanjutkan pembatasan yang tidak semestinya pada semua aspek praktik keagamaan, termasuk ibadah, perayaan, pendidikan, hingga tradisi.

Mereka yang tidak mematuhi peraturan harus bersiap menghadapi hukuman berat. Lebih jauh, meski pelanggaran kebebasan beragama di Tajikistan berdampak negatif pada semua kelompok agama, pelanggaran tersebut paling banyak menargetkan mayoritas Muslim Sunni Hanafi.

3. Dilarang Memelihara Jenggot

Meski tidak semuanya, ada sebagian umat Muslim yang memelihara jenggotnya sampai lebat dan panjang. Hal ini konon didasarkan pada anjuran yang sifatnya sunnah.

Akan tetapi, konotasi ‘orang Muslim berjenggot’ seiring waktu justru mendapat pandangan negatif. Beberapa di antaranya menganggap orang-orang demikian terlibat pada aksi ekstremisme.

Tajikistan sendiri telah menindak tegas para warga Muslim yang berani memelihara jenggotnya. Pada 2016, Al Jazeera melaporkan polisi Tajikistan mencukur hampir 13.000 jenggot orang Muslim yang dipanjangkan.

Lagi dan lagi, alasannya diklaim sebagai upaya pemerintah dalam menanggulangi aksi ‘radikalisme’.

4. Larangan Penggunaan Nama Arab

Pada Januari 2016, anggota parlemen Tajikistan memilih untuk melarang nama asing yang terdengar ‘ke-arab-araban’.

Mengutip Rferl, Menteri Kehakiman Rustam Shohmurod menyebut nama asing itu telah menyebabkan perpecahan dalam masyarakat Tajik.

Pembatasan nama bertujuan melawan tren yang berkembang di negara Asia Tengah ketika para orang tua sering memilih nama Arab dan Islam tradisional untuk bayi mereka yang baru lahir.

Nama-nama dari tokoh-tokoh Islam seperti Sumayah, Aisha, dan Asiya menjadi terpopuler untuk anak perempuan di Tajikistan. Sementara bagi anak laki-laki, ada seperti Muhammad, Yusuf, dan Abubakr, dan lainnya.

Itulah beberapa kebijakan Tajikistan yang menindas kaum Muslim di negaranya.

__________
Referensi:


Baca juga :