[PORTAL-ISLAM.ID] Sejak 18 tahun lalu, jemaah haji asal Aceh selalu mendapatkan dana wakaf dari Baitul Asyi. Ini merupakan lembaga pengelola dana wakaf Habib Abdurrahman bin Alwi atau Habib Bugak Asyi, seorang warga Arab yang pernah tinggal di Aceh pada abad 18. Tahun ini sebanyak 4.780 orang menerima dana wakaf, masing-masing menerima 1.500 riyal atau sekitar Rp 6,5 juta.
4.780 orang itu terdiri jemaah haji asal Aceh dan tenaga musiman (temus) asal Aceh.
Pembagian dana dibagi menjadi beberapa tahap. Tahap pertama Minggu (2/6/2024) dibagikan untuk jemaah kloter 2 usai salat Asar di Baitul Asyi Misfalah. Masing-masing jemaah mendapatkan 1.500 riyal atau Rp 6,5 juta dan satu mushaf Al-Qur'an.
Syekh Abdul Latif Baltou selaku Nadzir wakaf Habib Bugak Asyi mengatakan pembagian dana wakaf ini sudah dilakukan 18 tahun yang lalu. "Tahun ini ke-18, total penyaluran dana wakaf mencapai 87 juta riyal," ujarnya.
Menurutnya dana wakaf ini merupakan kompensasi yang seharusnya diterima jemaah haji asal Aceh, di mana seharusnya mereka menginap gratis di beberapa hotel yang dimiliki Baitul Asyi. Namun karena hotel tidak menjadi bagian dari hotel jemaah haji Indonesia yang telah ditetapkan oleh pemerintah, sehingga penginapan gratis dikompensasi dengan uang.
"Habib Bugak sangat cinta kepada kita semua. Maka dari itu berdoalah (untuk beliau)," pesan Syekh Abdul.
Ia menyampaikan semua doa yang dipanjatkan di Kota Makkah akan Allah kabulkan.
"Posisi kita sekarang sebagai tamu Allah. Yang menurut kita mustahil, bagi Allah tidak mustahil," lanjutnya.
Dia juga berpesan kepada para jemaah haji asal Aceh untuk selalu menjaga waktu. Manfaatkan waktu selama di Tanah Suci ini untuk beribadah dan berbuat kebaikan.
"Kalau lah di negeri kita di Aceh kita banyak makan, banyak bicara. Tetapi ketika kita berada di Kota Makkah sedikitkanlah hal itu. Perbanyaklah ketaatan kepada Allah SWT," katanya.
Sejarah Wakaf Baitul Asyi
Habib Abdurrahman bin Alwi Al-Habsyi atau dikenal sebagai sosok Habib Bugak Asyi berasal dari Mekkah, kemudian datang ke Aceh pada tahun 1760 saat masa pemerintahan Sultan Alauddin Mahmud Syah I. Ia menetap di Aceh dan menjadi orang kepercayaan sultan Aceh pada masa itu.
Bugak adalah julukan khusus yang disematkan kepada para tokoh agama di Aceh. Asyi adalah sebuatan Aceh dalam bahasa arab.
Kisah Habib Bugak Asyi membangun rumah singgah di Mekkah.
Saat tinggal di Aceh, Habib Bugak Asyi menjadi inisiator penggalangan dana dari masyarakat Aceh. Setelah dana terkumpul dengan sistem transparan, Habib Bugak Asyi kembali ke tanah kelahirannya di Mekkah pada 1809 untuk membeli tanah di sekitar Masjidil Haram. Pembelian tanah wakaf menggunakan dana umat dan tambahan dari kantorng pribadinya.
Setelah beli tanah, ia membangun rumah singgah untuk masyarakat Aceh yang menunaikan haji. Tanah wakaf dan rumah diberi nama Baitul Asyi yang artinya Rumah Aceh.
Sebagai pembuktian dedikasi Habib Bugak Asyi untuk umat Islam, ia berikrar wakaf di depan Hakim Mahkamah Syar’iyah Makkah seperti dikutip dari situs acehprov.go.id berikut ini:
“Rumah tersebut (Baitul Asyi) dijadikan tempat tinggal jamaah haji asal Aceh yang datang ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji dan juga tempat tinggal orang asal Aceh yang menetap di Makkah. Sekiranya karena sesuatu sebab tidak ada lagi orang Aceh yang datang ke Makkah untuk haji, maka rumah wakaf ini digunakan untuk tempat tinggal para pelajar (santri atau mahasiswa) Jawi.”
Jawi adalah istilah untuk menyebut pelajar atau mahasiswa yang datang dari Asia Tenggara untuk menuntut ilmu di Mekkah.
Wakaf berusia 200 tahun, masih kokoh dan bermanfaat abadi
Sudah 200 tahun rumah singgah tersebut berdiri kokoh hingga sekarang. Selain berfungsi sebagai tempat singgah dan penginapan, Baitul Asyi digunakan oleh masyarakat Aceh dan para santri asal Asia Tenggara yang tinggal di Aceh untuk belajar dan bekerja.
Pernah terkena dampak perluasan lintasan tawaf
Pada era kepemimpinan pemerintahan Arab Saudi yaitu Raja Malik Sa’ud bin Abdul Azis, Baitul Asyi terkena dampak perluasan lintasan thawaf di sekitar Masjidil Haram. Karena kejadian tersebut, maka pemerintah Arab Saudi memberikan kompensasi berupa uang tunai.
Kompensasi digunakan untuk membeli dua bidang lahan yang berjarak 500-an meter dari Masjidil Haram. Selain rumah singgah, Baitul Asyi dikembangkan menjadi sarana untuk mendongkrak bisnis berkelanjutan.
Maka dari itu, pengusaha membangun Hotel Elaf Al Mashaer dan Hotel Wakaf Habib Bugak Asyi di kawasan Aziziah dengan sistem bagi hasil. Inilah yang menjadi sumber utama penghasilan wakaf hingga hasilnya dapat membiayai para jamaah haji asal Aceh.