Haji Atta Halilintar & Bangsa Feodal

Bangsa Feodal

Kita hidup di sebuah negeri dimana gelar menjadi begitu berarti. Ini bukan hanya menjangkiti kaum marginalnya bahkan sampai di tengah metropolitannya.

Dulu...saya pernah memanggil seseorang yg baru pulang haji dg namanya saja, orang tersebut tak bergeming sedikitpun bahkan terus laju tanpa menengok.

Akhirnya aku rubah dg memanggilnya Mbah Haji....sontak orang itu menoleh sambil berkata...naah harus gitu memanggil orang..jan biaya kesana ngga murah...

Kemaren ketika saya khutbah di sebuah BUMN, DKM disana menanyakan gelar saya. Saya bilang apalah arti sebuah gelar, yang pentingkan nasehat dan ilmu yg disampaikan. Sang DKM berkata....tapi disini beda ustadz. Kalo yang khutbah hanya bergelar S1 maka jamaah akan pura2 ngantuk atau tertidur, tapi kalo S3 mereka akan terpaku memandang.

Dalam hati saya bergumam...lho padahal ini di komunitas terpelajar lhoo...kenapa masih "menuhankan" gelar dan julukan...

Yang aneh juga ustadznya, seringkali merengut juga klo gelar atau titel akademisnya ngga disebut atau disebut nmn keliru. Bukankah gelar tertinggi kelak kita adalah Almarhum dan pangkat tertinggi kita adalah Pensiunan?. Apa yg mau kita banggakan kawaaan... 

(Abi Azka Ar Rifa'i)

Baca juga :