Tolak Izin Kelola Tambang oleh Ormas Keagamaan, Romo Magnis: Kami Tak Dididik untuk Itu
Tokoh agama Katolik, Franz Magnis Suseno menolak kebijakan pemerintah berkait pemberian izin mengelola usaha tambang kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan.
Pria yang akrab disapa Romo Magnis menyatakan sikapnya sama dengan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI).
"Saya dukung sikap KWI bahwa dia tidak akan melaksanakannya. Saya khawatir, orang kami tidak, kami tidak dididik untuk itu dan umat mengharapkan dari kami dalam agama bukan itu," kata Magnis di Wisma Sangha Theraviada, Jakarta Selatan, Sabtu (8/6/2024).
Guru Besar Filsafat STF Driyarkara ini tidak berkomentar banyak soal kebijakan tersebut.
"Saya tidak tahu. Mungkin maksudnya baik ya tapi saya kira kalau katolik dan protestan sama saja dua-duanya menolak, gitu," tutur dia.
Untuk diketahui, ormas keagamaan kini bisa kelola usaha pertambangan usai Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024.
Dalam aturan tersebut, ormas keagamaan mendapatkan prioritas jika akan mengajukan diri mengelola Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WUIPK).
Namun, penawaran WIUPK kepada badan usaha ormas keagamaan berlaku terbatas hanya 5 tahun sejak PP 25 Tahun 2024 berlaku atau sampai 30 Mei 2029.
Kendati demikian, sejumlah ormas keagamaan telah menolak tegas izin kelola tambang dari pemerintah itu. Salah satunya KWI.
Uskup Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo menyatakan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) tidak akan mengajukan izin usaha tambang.
"Saya tidak tahu kalau ormas-ormas yang lain ya, tetapi di KWI tidak akan menggunakan kesempatan itu karena bukan wilayah kami untuk mencari tambang dan lainnya," ujarnya, Rabu (5/6/2024).
Suharyo menegaskan, KWI bertugas memberikan pelayanan agama dan tidak termasuk kelompok yang dapat menjalankan usaha tambang.
Senada, Sekretaris Komisi Keadilan dan Perdamaian, Migrant, dan Perantau serta Keutuhan Ciptaan KWI, Marthen Jenarut menegaskan, pihaknya tidak akan berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
Dia menjelaskan, urusan dan peran KWI hanya berkaitan dengan tugas-tugas kerasulan diakonia (pelayanan), kerygma (pewartaan), liturgi (ibadat), dan martyria (semangat kenabian).
"KWI bersikap lebih memilih sikap tegak lurus dan konsisten sebagai lembaga keagamaan yang melakukan pewartaan dan pelayanan demi terwujudnya tata kehidupan bersama bersama yang bermartabat," imbuhnya.
(KOMPAS)