Cek Ombak ala PKS

Cek Ombak ala PKS

Oleh: Erizal

Pengakuan Presiden PKS Ahmad Syaikhu bahwa partainya mendapatkan tawaran posisi Cawagub di Pilkada Jakarta dari Koalisi Indonesia Maju (KIM), memantik diskusi panas. Ada yang beranggapan tawaran itu sebagai bentuk usaha untuk menjegal Anies Baswedan di Pilkada Jakarta.

Anggapan ini dibantah Partai Gerindra, lewat Ketua DPD Gerindra Jakarta, Ahmad Riza Patria, bahwa partainya tak pernah menjegal siapapun, termasuk Anies. Ia mencontohkan tetap bersama Anies saat di Jakarta, kendati tahu persis Anies sedang mempersiapkan diri untuk maju Capres melawan Prabowo.

Entahlah apakah tawaran posisi Cawagub buat PKS itu datang resmi dari Koalisi Indonesia Maju? Atau hanya datang dari salah satu partai anggota Koalisi Indonesia Maju saja? Sebab, partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju, belum terlihat solid, menyikapi perkembangan Pilkada di Jakarta.

Misalnya, Gerindra sudah menyebut nama Ridwan Kamil akan diusung di Pilkada Jakarta, sementara Golkar sendiri belum memutuskan apakah Ridwan Kamil akan dipasang di Jakarta atau tetap di Jawa Barat. 

Presiden PKS juga mengatakan bahwa partainya belum tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju. Tapi entah kenapa, Presiden PKS ini seperti melempar bola panas tentang tawaran posisi Cawagub di Jakarta itu?

Apakah PKS sebetulnya juga sedang cek ombak untuk berpisah dengan Anies dan masuk ke dalam Koalisi Pemerintahan? Ataukah sedang melakukan tawar-menawar politik pula dengan Anies, jika tak mengambil kadernya sebagai wakil, maka PKS bukan mustahil akan benar-benar pergi dari Anies?

Anies dan PKS itu seperti dua sisi dari satu mata uang. Saling membutuhkan. Kalau salah satu berpisah, maka keduanya sama-sama tak berarti. Anies kalau tak didukung PKS, mana pula kuat. PKS kalau tak mendukung Anies, akan ditinggalkan pemilihnya sendiri. Bahkan, bisa dijadikan akan dihantam sejadi-jadinya. Jadi akan saling rugi. Komprominya biasanya dalam politik, kalau tidak fulus, ya janji-janji.

PKS biasanya punya satu kelebihan, yakni mesin partai atau kader. Tapi pada saat yang bersamaan juga punya satu kekurangan, yakni ketokohan. Sementara Anies sebaliknya, punya ketokohan, tapi tak punya mesin partai. (*)
Baca juga :