Bantahan untuk Mun'im Sirry yang mengatakan "Al-Qur'an itu Kalam Allah dan Kalam Nabi"

LOGIKA KACANGAN?

Oleh: Muhammad Nuruddin

Anda masih ingat bantahan singkat saya (lihat ss di atas)? Satu hari yang lalu saya menyimak seminar Mun'im di UIN Jogja, kampus yang selama ini menerbitkan buku-bukunya. Di sesi tanya jawab, ada seorang mahasiswa bertanya terkait pendapatnya yang menyebutkan al-Quran itu kalam Allah dan kalam Nabi. Lalu apa jawaban Mun'im? Saya pikir dia mengoreksi pandangannya. Tapi ternyata tidak. 

Dia masih bersikukuh bahwa al-Quran itu kalam Allah, tapi juga kalam Nabi. Nah, tiba-tiba, di luar dugaan, dia menyinggung postingan (ss di atas), yang pernah saya sebar beberapa hari yang lalu. Apa responnya? Kata Mun'im, sambil dengan ekspresi meledek dan merendahkan, "ya ampun kok bisaaaa punya logika seperti ini...KACANGAN banget". Dan seketika gelagak tawa pun terdengar dari seisi ruangan.

Saya sih nggak masalah mau dibilang kacangan atau apapun. Dari dulu memang dia suka merendahkan kok. Dulu pertama kali saya mengkritik dalam sebuah artikel, alih-alih dibantah, kritik saya malah dibilang kritik primitif. Di Kairo, di hadapan selingkaran kecil pengikutnya, dia memframing saya sebagai preman, pembenci, tidak bisa mengajukan argumen, bahkan dia duga sebagai orang sakit hati atau sakit jiwa. 

Saya sudah bikin buku sekalipun--yang mengajukan kritik akademik atas tulisan-tulisannya--masih dibilang kacangan. Padahal dia baca saja belum. Kok bisa begitu? Ya mungkin dia ingin memamerkan 'akhlak' aslinya. Orang seperti Mun'im itu paling rajin mengajak kita untuk menghargai perbedaan pendapat, rendah hati, dan bla bla bla. Itu kalau pendapatnya sesuai dengan selera dirinya. Sekalipun pendapat itu merusak. 

Tapi, kalau beda, ujung-ujungnya dia menelan ludahnya sendiri. Faktanya dia nggak bisa menghormati perbedaan pendapat juga. Kata-kata merendahkan itu tidak masalah bagi saya. Asalkan Anda datang dengan argumen dan bukti yang masuk akal. Anggaplah kata pedas itu sebagai bumbu. Tapi bantahan Anda apa? Postingan singkat (ss di atas) saya lihat direspon oleh ratusan orang. Dan sebagian besarnya setuju dengan logika yang dibangun. 

Apa yang masalah dengan logika itu? Saya hanya ingin mengatakan, bahwa penyampai dari suatu kalam itu tidak otomatis menjadi pemilik dari kalam itu sendiri. Fakta bahwa nabi menyampaikan kalam Allah itu tidak serta merta menjadikan al-Quran sebagai kalam nabi. Sesederhana itu. Tapi tahukah Anda bantahan dia? Kata Mun'im, itu ada loh perkataan orang-orang kafir dalam al-Quran. Juga ada perkataan nabi. Kalau gitu, itu kalamnya siapa? 

Kira-kira logika yang dia bangun begini: 

Allah kan mengutip perkataan nabi tuh di Qur'an. Pertanyaannya, itu kalam siapa? Kalam Nabi atau kalam Tuhan? Jawab Mun'im, "ya itu kalam Nabi sekaligus kalam Tuhan." Kalau al-Quran itu mengutip kalam setan, maka, kalau kita mengikuti logika Mun'im, yang ada di Qur'an itu ya kalam Tuhan sekaligus kalam setan (wal 'iyadzu billah). Begitulah logika yang dia bangun. Tampak terlihat bahwa orang ini nggak paham hatta dengan istilah "kalam" itu sendiri. 

Saya yakin ada banyak orang di luar sana yang punya halusinasi dan kebingungan semacam itu. Di dalam al-Quran kita menjumpai banyak sekali kutipan dari orang kafir, nabi, fir'aun, bahkan iblis sekalipun. Lalu, itu kalam Allah atau kalam mereka? Ketika berceramah di sana, mahasiswa tampak terlihat diam dan kebingungan. Dan dia kira kita akan terjatuh dalam kebingungan yang sama. 

Jika Anda mau tahu jawabannya, insya Allah saya akan jawab masalah itu dalam seminar tanggal 25 nanti. Lengkap dengan referensi dan analisis yang saya harap bisa diuji oleh manusia satu ruangan. Kalau terbukti logika yang saya bangun itu kacangan, saya tidak akan malu untuk mengakui kesalahan. Tapi bagaimana kalau terbukti sebaliknya? Kalau dia ngeles, saya udah nggak heran. Tapi kalau dia mengaku salah, bagi saya itu adalah keajaiban.

(fb)
Baca juga :