Tere Liye: Pemerintah Tidak Berguna! (Baca sampai selesai biar gak gagal paham)

Pemerintah Tidak Berguna!

BY TERE LIYE*

Bambang adalah buruh, dia akhirnya berhasil beli rumah setelah 10 tahun nabung buat bayar DP. Kebeli rumah luas tanah 50m. Dan itupun kredit, 10 tahun. Nasib, ternyata sertifikat rumah itu bermasalah. Capek, makan hati, 10 tahun Bambang ngurus itu sertifikat ke kantor BPN. Dilempar kesana kemari, nggak jelas kapan surat2nya akan selesai. Habis duit banyak.

Akhirnya, semua surat beres, cicilan lunas. Eh, itu rumah ditaksir oleh tetangga, yang mau beli dgn harga mahal. Karena sdh 10 tahun berlalu, harga tanah naik, lokasi itu jadi strategis, maka rumah itu memang mahal. Dijual deh sama Bambang.

10 tahun Bambang kerja keras nabung buar bayar DP, kemana pemerintah? Mereka malah sibuk agar UMP nggak naik tinggi2, biar perusahaan senang. 10 tahun Bambang ngurus surat2, dimana pemerintah? Nggak ada. Cuma bikin repot padahal itu tugas pemerintah. 20 tahun total Bambang berusaha punya rumah itu, kemana pemerintah, BANGSAT?

Nggak ada dimana-mana.

Tapi saat Bambang jual itu rumah, pemerintah mendadak kayak setan kesiangan, datang dong, minta pajak penjualan rumah. Saat tiap tahun harus bayar PBB, pemerintah datang, dong. Saat itulah pemerintah hadir.

***

Agus, contoh berikutnya. Dia ini pengusaha. Dia rintis usahanya sejak lulus SMA, jualan bakso. Jatuh bangun. Awalnya dia punya gerobak bakso, keliling. Nasib, kena razia satpol PP. Gerobaknya disita. Tapi Agus tidak mudah menyerah. Dia sewa ruko kecil, buat buka lapak bakso.

Tiap bulan dia dipalak oleh preman. Terima nasib. Tiap bulan dia datangai keparat. Terima nasib. Lima tahun, saat bisnisnya mulai maju, eh ruko itu kena gusur deh, digusur pemerintah demi PSN. Mampus sudah usahanya 5 tahun membesarkan nama jualannya. Dia start lagi dari nol. Pindah ke tempat lain. Agus memang ulet dan tahan banting.

10 tahun, akhirnya dia bisa benar2 punya tempat usaha yang aman. Setelah begitu banyak air mata, usaha, kerja keras.

Dimana pemerintah selama Agus berjuang, BEDEBAH? Tidak ada. Dimana Agus saat dia harusnya dilindungi dari preman. Nggak ada dimana2. Malah gusur bisnisnya. Pemerintah ehem, sibuk 'bancakan' bisnis impor bahan pangan--yg bikin susah Agus nyari bahan buat baksonya. Apa peran pemerintah ke Agus?

Tapi saat usaha Agus maju, pemerintah mendadak datang dong. Kayak jin mendadak muncul. Mereka mulai mengenakan pajak resto. Datang lagi, minta pajak penghasilan tiap tahun. Datang lagi, minta pajak renovasi tempat jualan.

***

Asep, contoh berikutnya. Dia ini muazin mushalla. 10 tahun dia tukang adzan di sana. Jelas sudah, 10 tahun itu, pemerintah nggak hadir sama sekali deh. Apa pedulinya pemerintah dgn muazin? Tapi hei, Asep ikut lomba adzan di LN, menang. Dapat hadiah 1 milyar. Ya Rabbi, pemerintah mendadak datang, minta pajaknya. Tersengal2, muncrat ludahnya aparat pemerintah ngoceh kemana2, minta pajaknya.

***

Tono, contoh berikut lagi. Dia penulis. Sejak SMA, jatuh bangun nulis. Ditolak oleh koran2, penerbit nyaris 100x. Gilaaak! 100x lebih ditolak, tapi Tono tetap nulis. Belajar. Tahan banting.

Berbulan2 dia kurang tidur, karena begadang nyari ilham tulisan. Keluarganya nggak keurus karena Tono sibuk nulis. Satu buku, baru selesai 2-3 tahun. Kemana pemerintah? Nggak ada dimana2. Bahkan adalah fakta pemerintah TIDAK peduli sama sekali dgn literasi di negeri ini.

Eh, setelah 20 tahun terus berkarya, novel Tono meledak dong. Laku jutaan eksemplar. Astaga! Kayak monyet nggak makan 7 hari lihat pisang, pemerintah lari pontang-panting mengejar Tono. Pajaknya! Potong pajak royaltinya! POTOOONG! Padahal kemana pemerintah 20 tahun terakhir? Kemana?

Dan epicnya, saat jutaa buku bajakan Tono ini dijual dimana2, Tono lapor, kemana pemerintah? Kayak anjing pengecut, meringkuk mingkem di kandangnya.

***

Inilah realitas yg harus kalian pahami.

Tenang, ini cuma cerita di negeri ambyar. Tidak disebut secuilpun nama negaranya. Kalau kamu baper, tersinggung, itu mengherankan sekali. Kamu merasa jadi setan, monyet dan anjingnya?

*Tere Liye, penulis novel 'Teruslah Bodoh Jangan Pintar'

Baca juga :