SANG IMAM

Tahun 2007, ketika usianya telah melebihi 81 tahun, setelah jasa dan kontribusi demikian besar dipersembahkannya untuk dunia Islam, dan sesudah terbit 197 judul buku karyanya yang memperkaya akal dan budi ummat, Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi -rahimahullah- menangis berderai air mata.

Pasalnya, saat itu puluhan ulama besar yang merupakan murid-muridnya, beserta para tokoh Muslimin dari 30 negara, menggelari sang guru dengan sebutan "Imam". 

Sebutan yang sangat wajar. Betapa tidak, dalam masa puluhan tahun nyata terlihat bahwa bukan hanya pandangannya yang tajam, akalnya yang brilian, dan hatinya yang selalu bersama penderitaan umat Islam, dirinya pun telah bersabar didera berbagai ujian lahir batin; fitnah dan tudingan, celaan dan hinaan, penangkapan, pencekalan, hingga pengusiran. Beliau akhirnya menetap di Qatar, terusir dari negerinya Mesir.

Tapi sang murabbi sejati menolak diberi sebutan tinggi. 

Dia mengatakan: "Aku bukan pemimpin, bukanlah Imam. Aku hanyalah murid, selama-lamanya menjadi penuntut ilmu sampai tutup usiaku".

Lalu disitirnya sabda Sang Nabi SAW:

“Tak seorang pejuang yang berjuang di jalan Allah, lalu ia memperoleh ghanimah, kecuali akan dipercepat 2/3 pahala akhiratnya (di dunia), hingga tersisa sepertiga. Tapi bila dia tidak mendapatkan ghanimah, maka pahalanya sempurna.” (HR Bukhari).

Begitulah ulama yang 'arif billah, tak rela sedikitpun menukar akhirat dengan kemuliaan semu di dunia.

(Andree Armilis)

Baca juga :