TAPERA, BIG NO!
By Azwar Siregar
Saya mohon maaf kalau berbeda pendapat masalah Tapera ini dengan mayoritas sahabat-sahabatku Pendukung Pak Prabowo.
Bagi saya, jangankan Tapera, BPJS dan bahkan kalau bisa Pajak pendapatan juga seharusnya dihapus.
Semua "pungutan" terhadap rakyat kecil, dalam bentuk apapun, sudah seharusnya dihilangkan atau diminimalisir.
Negara sudah harus mulai fokus menambah pendapatan lewat jalur non-pajak. Misalnya memaksimalkan pendapatan negara lewat pengelolaan sumber daya alam kita yang begitu melimpah ruah.
Kita semua tahu. Berapa ribu atau bahkan bahkan ratusan ribu triliun kekayaan negara kita bocor di sektor pertambangan saja. Belum lagi hutan, lahan dan lautan.
Banyak kok Negara-negara yang membebaskan Pajak Penghasilan terhadap rakyatnya. Misal Brunai, Bahrain dan Uni Emirat Arab.
Sementara di Negara kita, setiap tahun Pemerintah selalu menambah berbagai macam pajak. Tinggal bernafas yang belum dikenakan cukainya.
Benar, Tapera bukan Pajak. Tapi itu pungutan omong kosong dengan dalih Perumahan. Sama dengan BPJS ketenaga kerjaan. Dulu waktu saya kerja di Perusahaan, pas saya resign apa cukup? Ya ngga.
Saya sudah mempelajari dengan seksama skema Tapera ini. Selama penghasilan masih UMR, mustahil terkumpul seumur hidup. Karena nilai yang terkumpul kalah jauh dari inflasi.
Kalau saya baca dasar pembentukan Tapera, lagi-lagi konsepnya adalah Gotong Royong rakyat mengumpulkan dana untuk membangun Perumahan Murah.
Lagi-lagi sama dengan konsep BPJS Kesehatan. Rakyat disuruh bergotong-royong. Saling subsidi untuk Jaminan Kesehatan.
Ok. Semua konsepnya memang bagus. Tapi pertanyaan saya "Kemana semua hasil pengelolaan Sumber Daya Alam kita?"
Apa semua hasil Kekayaan Alam kita buat para Pejabat? Sementara buat kesehatan dan perumahan murah, rakyat disuruh bergotong-royong mengumpulkan rupiah demi rupiah?
Kita bernegara kok kayak jadi sistem MLM ya?
Ok, kita siap kok "prihatin" bernegara. Tapi para Pejabat juga harus siap. Kurangi gaji dan fasilitas kalian. Kita tahu kok betapa mewahnya kehidupan Pejabat di Negara ini.
Kita siap saling gotong-royong. Tapi hentikan kebocoran kekayaan alam negari ini. Jangan kekayaan alam kita cuma dinikmati segelintir orang.
Kenapa Negara tidak lebih fokus mengambil uang dari kekayaan alam negara kita?
Saya sudah lihat betapa kaya-kaya bahkan super kaya-kayanya para Bos Batubara di Kalimantan ini.
Saya bahkan beberapa kali ketemu Rumah di Samarinda dengan Supercar terparkir didepan rumahnya. Mobil harga puluhan miliar hanya buat pajangan.
Coba, mau dibawa kemana mobil begitu di jalanan Samarinda yang jarang mulus. Paling di satu-satunya Jalan Tol Balikpapan-Samarinda. Jaraknyapun cuma seratus kilo.
Lagi-lagi mereka beli karena kebanyakan uang kan?
Pertanyaannya. Mengapa bukan dari Bidang Tambang, penyewaan Lahan dan pengelolaan Lautan aja Pemerintah fokus mengambil Dana buat Perumahan murah dan Kesehatan Gratis buat rakyat?
Kenakan aja Cukai 50 persen dari Pertambangan, Penyewaan Lahan dan Pengelolaan Hasil Lautan.
Ngga akan miskin kok para Pengusaha. Karena saya yakin selama ini mereka juga keluar bisa 50 persen. Cuma larinya buat biaya kongkalikong dan "main mata" dengan Pejabat.
Makanya Pengusaha berbasis SDA kaya-raya di Negeri ini. Para Pejabat juga kaya-raya. Hasil kongkalikong dan merampok kekayaan Negeri ini.
Rakyat? Ya tinggal disuruh urunan dan gotong-rotong!
*Note: Saya berharap Pemerintah selanjutnya, Pak Prabowo agar fokus dengan pemikiran beliau yang tertuang di Buku Paradoks Indonesia. Mengelola kekayaan alam bangsa ini untuk kesejahteraan rakyat.
(fb)