Menggugat Mental Politik PKS
Oleh: RUDY AHMAD
Seperti petir di siang bolong, ujug-ujug PKS gelar karpet merah untuk Prabowo di kantornya. PKS mulai sadar posisi kali ini, rumor politik beredar jika PDIP sudah mendapatkan tawaran masuk koalisi, dan jika PDIP masuk koalisi, kemungkinan gerbong 03 akan masuk semua. PPP sudah duluan. Perindo dan Hanura mungkin akan segera menyusul. Jika PKS ditolak masuk koalisi Prabowo maka PKS akan menjadi oposisi sendirian setelah PKB dan Nasdem merapat ke Prabowo, itu ingin dihindari oleh PKS.
PKS gelisah, jika PKS menjadi oposisi sendirian maka konsekuensinya PKS akan teralienasi dari pergaulan politik, karena dipersepsi sebagai partai yang tidak bisa diajak kolaborasi.
Memang sampai saat ini sama sekali belum ada tawaran apapun dari Prabowo ke PKS. Ke PKB, Prabowo hadir langsung ke DPP PKB, ke Nasdem, Surya Paloh hadir langsung ke Kertanegara. PKS, digelar karpet merah pun Prabowo tidak hadir.
Sekarang operasi politik sedang dijalankan oleh PKS untuk membangun komunikasi dengan Prabowo. 53 kursi DPR RI akan dijadikan modal negosiasi. Nostalgia dukungan PKS ke Prabowo 2014 dan 2019 di putar ulang, sekedar hanya ingin mengingatkan Prabowo bahwa PKS pernah menjadi sekutu Prabowo bahkan bukan sekutu, tetapi sudah segajah.
Infonya semua jalur komunikasi ke Prabowo sedang dicari PKS, kader-kader dan buzzer-buzzer untuk sementara diminta "silent" (tidak menyerang Prabowo-Gibran dan Jokowi), termasuk Mardani yang sudah terpancing (lewat live IG bersama istri) juga sudah diminta "silent".
Bagi PKS berkoalisi adalah jalan keluar bagi eksistensi politik PKS di kalangan elite nasional, jika PKS gagal koalisi dengan Prabowo maka langkah selanjutnya adalah akan mencari kawan oposisi.
PKB dan Nasdem memberikan sinyal kuat bergabung dengan koalisi Prabowo, mungkin PKS akan me-lobby PDIP untuk tetap berada di luar pemerintahan, jika gagal juga maka PKS akan menjadi oposisi sendirian.
DNA PKS adalah DNA oposisi
Platform PKS secara formal memang punya cita-cita masuk dalam pengelolaan negara, tetapi secara perilaku dan mental politik PKS memang tidak relevan dalam memasuki pengelolaan negara.
Karakter dan mental "dominasi" lebih kuat dari pada karakter dan mental "kolaborasi".
Karakter dan mental merasa paling demokratis, merasa paling benar, merasa paling reformis dan merasa paling Islami menjadi dinding tebal untuk berkolaborasi dengan orang lain.
Coba cek narasi kader dan buzzer-buzzer PKS dalam pilpres 2024. Narasi merendahkan, nyinyir dan menghina paslon 02 dengan segala kreatifitasnya dilakukan secara terstruktur, sistematis dan massif, terutama di kanal-kanal media-media sosial. Konten-konten menyerang 02 tiap hari diproduksi massif. Setiap hari juru bicara PKS melakukan propaganda untuk menjatuhkan paslon 02 dengan narasi-narasi yang dikemas intelektual dan dibungkus dengan gimmick sosial media. Mentalitas paling benar sendiri adalah mentalitas yang tidak relevan dengan pengelolaan negara.
PKB dan Nasdem langsung tancap gas melenggang meninggalkan PKS tanpa tedeng aling-aling. Bagi PKB dan Nasdem berkoalisi dengan PKS cukup koalisi taktis dan teknis, karena secara ideologis PKS sekarang bermetamorfosis menjadi pragmatis di tingkat elite.
Bisa kita lihat dalam kasus pengganti Sandiaga Uno di DKI. PKS terkesan ngotot bahwa wagub DKI adalah jatah PKS setelah Sandiaga mundur, semua Kader dan buzzer diminta untuk membangun suasana seperti itu, tetapi di tingkat elite ternyata ada "deal-deal" pragmatis, tidak seperti yang disosialisasi ke Kader dan buzzer nya. Sang cawagub yang di PHP-in cukup sedih di pojokkan duduk di kursi komisaris salah satu BUMD.
02 Bukan Politisi Karbitan
Manuver karpet merah PKS adalah manuver yang sangat tidak terduga, karena disampaikan secara terbuka langsung oleh Sekjend PKS.
Tidak mungkin sekelas Sekjend mengeluarkan pernyataan tanpa restu dari partai secara official.
Tapi kubu 02 bukanlah politisi karbitan, mereka adalah para politisi yang lama malang-melintang dalam politik nasional. Dan mereka sudah cukup tahu dan memahami mentalitas PKS dalam berkoalisi.
Sebenarnya tanpa Partai Gelora bersikap menolak, kubu 02 sudah sangat memahami manuver-manuver PKS belakangan ini, dan mereka sangat memaklumi serta menganggap itu wajar dalam politik, cuma mereka hanya menyayangkan kadangkala PKS mengemas pragmatisme politiknya dengan kemasan terminologi-terminologi agama dan dakwah yang seolah-olah PKS adalah partai paling Islami dan paling bermoral sedang partai lain tidak.
(DEPOK, 1 Mei 2024)