Gaza dan Peran Para Ulama
Oleh: Taufik M Yusuf Njong
"... Kerusakan rakyat itu disebabkan oleh rusaknya para penguasa, rusaknya para penguasa disebabkan oleh rusaknya para ulama, dan rusaknya para ulama disebabkan oleh kecintaan mereka pada harta dan jabatan."
Dimasa Sultan Qansuh Al-Ghuri (salah satu sultan Dinasti Mamalik di Mesir) hiduplah Syeikhul Azhar Al-Imam Ash-Shalih Al-Wara' Al-Mujahid Az-Zahid Syamsuddin Ad-Dairuthy Ad-Dimyathy. Suatu hari, beliau mengkritik Sultan Al-Ghuri karena meninggalkan jihad. Maka sultanpun memanggilnya. Ketika beliau sampai di majelis sultan, beliau memberi salam. Namun Sultan diam dan tidak menjawab salamnya.
"Jika kau tidak menjawab salamku maka kau adalah fasiq dan kau akan diturunkan dari tahtamu". Ujar Syeikh.
Sultanpun terpaksa menjawab salamnya.
"Kenapa anda mencela saya karena meninggalkan jihad padahal anda tau kami tidak memiliki cukup kapal-kapal untuk berjihad"? Tanya Sultan.
Syeikh menjawab: "Tapi kau punya harta utk membuatnya."
Keduanya kemudian berdebat panjang hingga kemudian Syeikh berkata kepada Sultan:
"Sungguh kau telah melupakan nikmat Allah kepadamu dan melawannya dengan kemaksiatan. Tidakkah kau ingat ketika engkau masih Nasrani kemudian mereka menawanmu lalu menjualmu dari satu tangan ke tangan yang lain? Kemudian Allah melimpahkan karunia-Nya kepadamu dengan kemerdekaan dan Islam serta menjadikanmu Sultan atas makhluk-makhlukNya?
Sebentar lagi kematian akan mendatangimu dimana obat-obat dokter takkan lagi bermanfaat dan kaupun mati, lalu dikafani. Orang-orang akan menggali kuburmu yang gelap dan kemudian hidungmu ini akan dimasukkan kedalam tanah.
Lalu kau akan dibangkitkan dalam keadaan haus dan telanjang dan kemudian berdiri di depan Hakim yang Adil yang tak menzalimi siapapun sekecil apapun. Kemudian akan ada penyeru yang menyeru: Siapa yang punya hak atau pernah dizalimi oleh Al-Ghuri hendaklah ia datang. Maka berdatanganlah manusia yang hanya Allahlah yang tau seberapa banyak jumlah mereka."
Tiba-tiba wajah Sultan menjadi pucat. Pembantu Sultan pun berkata kepada Syeikh: "Tolong bacakan Alfatihah untuk Sultan wahai Sayyidi, kami takut Sultan akan hilang akalnya."
Syeikh kemudian pergi dan Sultan pun siuman. Ia meminta agar syeikh dihadirkan kembali ke majelisnya dan Sultan memberikan 10.000 dinar untuk membantu pembangunan menara benteng Dimyath.
Syeikh menanggapi: "Saya punya banyak harta dan tak butuh pada pertolongan siapapun. Kalau kau membutuhkan sesuatu, saya siap meminjamkannya kepadamu."
Di majelis itu, tak ada orang yang terlihat lebih berwibawa melebihi Syeikh dan tak ada yang lebih rendah ketimbang Sultan.
Begitulah kehidupan para ulama Rabbani. Beliau menginfakkan 40.000 Dinar untuk membangun menara Dimyath tanpa sepeserpun bantuan dari orang lain. Sehari-harinya beliau berjualan sayuran dan tak sedikitpun mengambil upah dari pekerjaannya sebagai seorang fuqaha dan pengajar. Beliau melarang keras murid-muridnya memakan harta waqaf serta menerima sedekah orang-orang karena hal itu bisa mengotori hati mereka.
Rahimahullah.
Kisah ini diceritakan oleh Al-Imam Al-Akbar Syeikhul Azhar Dr. Abdul Halim Mahmud dalam kitab beliau Qadhiyah At-Tasawuf Syarah Al-Munqidh Min Ad-Dhalal hal: 23-24.
**
Ketika mengakhiri kitab (bab) amar ma'ruf nahi munkar dalam Ihya Ulumuddin, Imam Ghazali berkata:
"Itulah kisah perjalanan para ulama dan kebiasaan mereka dalam beramar ma'ruf nahi munkar serta tidak pedulinya mereka dengan kekuasaan para Sultan karena mereka bertawakal kepada karunia Allah yang akan menjaga mereka. Mereka ridho dengan ketetapan Allah bahkan mengharapkan syahadah di jalan-Nya. Maka, ketika mereka mengikhlaskan niat semata-mata karena Allah, ucapan merekapun memberikan pengaruh pada hati-hati yang keras, melembutkannya dan menghilangkan kerasnya.
Adapun saat ini, ketamakan telah mengikat lidah-lidah para ulama dan merekapun diam. Kalaupun mereka berbicara, kelakuan mereka tidak sedikitpun mampu membantu ucapan-ucapan mereka, dan merekapun gagal. Andai mereka jujur dan hanya meniatkan semata-mata untuk (Allah) dan keilmuan, sungguh mereka akan berhasil.
Maka, kerusakan rakyat itu disebabkan oleh rusaknya para penguasa, rusaknya para penguasa disebabkan oleh rusaknya para ulama, dan rusaknya para ulama disebabkan oleh kecintaan mereka pada harta dan jabatan. Orang yang telah dikuasai oleh cinta dunia, dia takkan sanggup beramar-ma'ruf nahi-mungkar terhadap orang-orang kecil yang lemah, apalagi harus beramar-ma'ruf nahi-mungkar kepada para penguasa dan orang-orang besar."
Amma Ba'du:
Apa yang sekarang terjadi di Gaza, kita semua punya kewajiban untuk menolong mereka dengan:
- Mendidik generasi kita untuk peduli dengan Al-Aqsa dan penderitaan mereka.
- Menginfakkan sebagian harta kita.
- Memboikot produk-produk Zionis dan yang membantunya.
- Serta terus mendoakan para saudara kita.
Adapun orang-orang yang diberikan pengetahuan dan keilmuan oleh Allah, tugas mereka tentu lebih berat dengan terus:
- Menginformasikan apa yang terjadi di Gaza.
- Mengedukasi masyarakat untuk terus menumbuhkan solidaritas dan persaudaraan atas musibah yang menimpa saudara seiman kita di Gaza.
- Dan mengajak para penguasa dunia Islam untuk melakukan langkah konkret menghentikan genosida saudara kita di Gaza.
Sesungguhnya, apa yang pernah dilakukan oleh Syeikhul Azhar Imam Syamsuddin Ad-Dairuthy Ad-Dimyathy terhadap Al-Ghuri bisa dilakukan oleh para ustad-ustad dan ulama-ulama kita di era kontemporer ini terhadap penguasanya.
Dan itu tidak ada hubungannya dengan pemberontakan atau bughot sebagaimana yang sering dituduhkan oleh Murjiah abad ini.
Jika Rabithah Alam Islami yang dihadiri oleh Mufti-Mufti negara Arab tahun 2020 lalu pernah berkumpul dan melakukan konferensi menentang campur tangan Turki di Libya, mereka sebenarnya juga bisa berkumpul menuntut semua penguasa Arab dan Islam untuk menghentikan genosida Israel.
Tentu, seperti halnya Al-Ghuri, mereka (para penguasa Arab) akan menyampaikan banyak alasan.
Namun seperti yang pernah disampaikan oleh Syeikh Muhammad Hasan Walad Ad-Dedew; Para penguasa Arab itu sebenarnya mampu menghentikan kekejaman zionis di Gaza sejak hari pertama andai mereka mau dan punya nyali.
Wallahu A'lam.