Di Balik Berubahnya Program Makan Siang Gratis
Presiden terpilih Prabowo Subianto mengubah konsep program makan siang gratis yang ia janjikan saat kampanye lalu. Menteri Pertahanan itu kini berencana menyediakan sarapan bergizi seimbang bagi siswa sekolah yang membutuhkan. Nama programnya pun berganti menjadi makan bergizi gratis. Peralihan fokus itu sudah dibahas bersama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
"Perubahan waktu ini lebih tepat, yakni sarapan menjelang proses kegiatan pembelajaran," ujar Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Bappenas, Amich Alhumami, kepada Tempo, Kamis, 30 Mei 2024. Bappenas, dia menambahkan, masih mensimulasikan pelaksanaan program tersebut.
Hingga saat ini pemerintah belum mengungkapkan lembaga mana yang akan bertugas melaksanakan program makan bergizi gratis. Badan Pangan Nasional yang diperkirakan menjalankan program ini menyatakan sudah mendapat informasi ihwal pelaksanaan program sarapan gratis.
Perubahan skema dari makan siang menjadi sarapan menarik perhatian para ahli gizi. Guru besar bidang pangan dan gizi Institut Pertanian Bogor, Ali Khomsan, menuturkan kontribusi gizi makan pagi sekitar 25 persen. Sedangkan kontribusi gizi makan siang sekitar 35 persen.
Dia memberi catatan, keberhasilan program ini bergantung pada kesiapan penyediaannya, dengan waktu penyajian makan siang lebih leluasa dibanding sarapan. Namun, ia menyebutkan, konsep mana pun yang dipilih, makan gratis harus disajikan dengan nilai gizi seimbang, yang terlihat dari variasi menu.
Adapun ahli gizi dari Universitas Gadjah Mada, Toto Sudargo, berpendapat makan pagi sama baiknya dengan makan siang karena dapat memenuhi sepertiga kebutuhan gizi anak. Syaratnya, menu yang disajikan seimbang antara jumlah karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral.
"Pengemasan sarapan gratis harus menarik supaya diminati anak-anak dan dihabiskan," katanya.
Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran mengungkapkan alasan Prabowo mengubah konsep program prioritasnya itu. "Sarapan gratis lebih fleksibel waktunya serta bisa disesuaikan dengan jadwal pelajaran setempat," ujar anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Drajad Wibowo, kepada Tempo, Kamis, 30 Mei 2024.
Pertimbangan lain adalah kegiatan belajar siswa SD yang menjadi target utama program ini umumnya berakhir pada pukul 11.00-12.00.
TKN Prabowo-Gibran juga menilai peralihan makan siang menjadi makan pagi gratis akan berpengaruh signifikan terhadap anggaran. Anggota Dewan Pakar TKN Budiman Sudjatmiko, kepada beberapa media di Magelang, Jumat pekan lalu, menuturkan perubahan waktu ini bisa menghemat anggaran hingga separuhnya.
Awalnya TKN Prabowo-Gibran memperkirakan kebutuhan anggaran program makan siang gratis sebesar Rp 450 triliun per tahun dengan asumsi harga satu porsi makanan Rp 15 ribu. Selain mengalihkan program menjadi sarapan gratis, Prabowo berjanji mengutamakan sumber pangan lokal untuk memberdayakan warga setempat sekaligus menekan biaya.
Memperbesar Defisit Anggaran
Tingginya biaya untuk merealisasi janji kampanye Prabowo-Gibran ini menuai sorotan para ekonom. Sebab, biaya makan gratis dikhawatirkan membuat angka utang pemerintah melonjak serta memperbesar defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Merespons kritik tersebut, Drajad mengatakan sumber pembiayaan makan bergizi gratis akan berasal dari penerimaan-penerimaan baru.
Drajad juga memastikan pemerintah tidak perlu mengambil utang baru untuk membiayai program makan bergizi gratis. Kuncinya, kata dia, ialah meningkatkan pendapatan negara yang selama bertahun-tahun terlalu rendah. Menurut dia, pemerintahan berikutnya akan menghimpun sumber-sumber pendapatan ad hoc dan sistemik yang selama ini belum tergarap secara optimal.
Namun Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menilai kebutuhan biaya program sarapan gratis ini tak akan jauh berbeda dengan makan siang gratis. Alasannya, komposisi makan pagi dan siang orang Indonesia biasanya sama, yaitu nasi, sayur, dan protein.
Karena itu, ia memperkirakan kebutuhan anggaran makan siang atau sarapan gratis sama besarnya. Kalaupun program sarapan gratis tetap harus dilaksanakan sebagai pemenuhan janji kampanye, Esther menyarankan agar program itu dilakukan secara bertahap sehingga tidak membebani anggaran negara.
Harus Ada Indikator Keberhasilan Program Makan Gratis
Biaya untuk program sarapan gratis memang bisa ditekan apabila menu makanan yang diberikan hanya berupa makanan ringan yang harganya lebih murah. Tapi Esther khawatir pilihan tersebut tidak akan memenuhi gizi anak-anak. Dia menyarankan pemerintah menetapkan indikator keberhasilan pemberian makanan gratis.
"Misalnya, bagaimana dampak program sarapan gratis terhadap kemampuan belajar atau prestasi para siswa," ujarnya.
Setelah program ini dilaksanakan, pemerintah harus bisa memastikan dampaknya terhadap kesehatan dan prestasi anak-anak. Esther mengatakan salah satu indikator kesuksesan yang bisa digunakan adalah skor Programme for International Student Assessment (PISA).
Skor PISA menunjukkan tingkat kemampuan siswa berusia 15 tahun dalam membaca, matematika, dan sains.
Skor ini diperoleh dari tes yang dilakukan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) kepada siswa di berbagai negara.
Saat ini skor PISA Indonesia terbilang rendah.
Esther berharap implementasi program ini dapat mendorong peningkatan skor PISA anak Indonesia.
"Jangan sampai, ketika programnya sudah dirilis, tidak ada dampak yang terukur. Itu, kan, pemborosan uang negara," tuturnya.
Apalagi pemerintah memiliki banyak proyek strategis yang juga membutuhkan anggaran besar, seperti pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan berujar perubahan konsep dari makan siang gratis menjadi sarapan gratis menunjukkan bahwa program ini prematur.
Artinya, janji program makan siang gratis semasa kampanye lebih didominasi oleh aspek politik elektoral. Program tersebut tidak berdasarkan pemikiran dan analisis kritis atas kondisi sosial masyarakat serta kondisi keuangan negara.
Karena itu, Anthony meminta pemerintah menegaskan tujuan program, apakah untuk memenuhi kebutuhan gizi anak atau untuk mengurangi angka kemiskinan. Setelah itu, perlu dikaji apakah program makan siang gratis merupakan kebijakan yang terbaik dari semua alternatif kebijakan untuk mencapai tujuan tersebut.
Beban bagi APBN 2024 dan 2025
Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies, Yusuf Wibisono, juga menyebutkan program makan bergizi gratis akan memberikan beban yang berat kepada APBN.
Setahun pertama, tutur Yusuf, pelaksanaan program makan gratis diperkirakan menelan anggaran Rp 100-120 triliun.
Sebagian anggaran diserap pada 2024, sebagian lagi, sebesar Rp 50-72 triliun, akan diserap pada 2025.
"Anggaran tahun pertama program makan siang dan minum susu gratis ini akan setara dengan anggaran IKN sepanjang 2022-2024," ucapnya.
Dia mengimbuhkan, anggaran tahun pertama program makan gratis berpotensi setara dengan 2-3 persen belanja pemerintah pusat pada APBN 2025.
Tanpa kenaikan rasio pajak atau tax ratio yang signifikan, menurut Yusuf, pelaksanaan program makan dan minum susu gratis akan berimplikasi dua hal:
Pertama, kenaikan utang pemerintah dan defisit anggaran.
Kedua, pemotongan anggaran belanja tidak terikat atau discretionary spending, seperti belanja infrastruktur atau belanja bantuan sosial.
Sebelumnya, Bank Dunia juga memperingatkan pemerintah soal dampak program makan gratis terhadap ekonomi Indonesia.
Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste, Satu Kähkönen, berharap Indonesia dapat mematuhi batas atas defisit fiskal yang ditetapkan, yaitu 3 persen dari produk domestik bruto atau PDB. Ketentuan batas atas defisit APBN sebesar 3 persen juga dimuat dalam Undang-Undang Keuangan Negara.
"Indonesia perlu menjaga stabilitas makroekonomi dan fiskal," ujar Satu saat ditemui di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, pada Selasa, 27 Februari lalu.
Bank Dunia juga memproyeksikan terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 5 menjadi 4,9 persen pada tahun ini.
(Sumber: Koran TEMPO, Jumat, 31 Mei 2024)