Dalam Surat asy-Syu'ara', ulasan mengenai penyair ada di bagian akhir (4 ayat terakhir dari Surat asy-Syu'ara').
224. Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat.
225. Tidakkah kamu melihat bahwasanya mereka mengembara di tiap- tiap lembah *)
226. Dan bahwasanya mereka suka mengatakan apa yang mereka sendiri tidak mengerjakan(nya)?
227. Kecuali (para penyair) yang beriman, beramal saleh, banyak mengingat Allah, dan bangkit membela (kebenaran) setelah terzalimi. Dan orang-orang yang zalim kelak akan mengetahui ke mana mereka akan kembali.
(Asy-Syu’araa: 224-227)
*Yang dimaksud dengan ayat 225 ini ialah bahwa sebagian penyair-penyair itu suka mempermainkan kata-kata dan tidak mempunyai tujuan yang baik yang tertentu dan tidak punya pendirian.
Asbabun Nuzul
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim, dari al-‘Aufi, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari ‘Ikrimah, bahwa pada zaman Rasulullah SAW pernah ada dua orang laki-laki (ahli syair) dari gololngan Anshar dan golongan lainnya yang saling mengejek dengan syair. Masing-masing mempunyai pengikut orang-orang sesat dan bodoh. Ayat ini (Asy-Syu’araa: 224-226) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ‘Urwah. Bahwa ketika turun ayat "wasy syu’araa-u yattabi’uhul ghaawuun" (dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat) sampai maa laa yaf’aluun.. (…apa yang mereka sendiri tidak mengerjakan [nya]) (Asy-Syu’araa: 224-226), ‘Abdullah bin Rawahah (seorang Sahabat Nabi yang penyair) berkata: “Allah benar-benar mengetahui bahwa salah seorang dari mereka itu adalah aku.” Maka Allah menurunkan ayat selanjutnya (Asy-Syu’araa: 227) yang mengecualikan ahli syair yang beriman kepada Allah.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan al-Hakim yang bersumber dari Abu Hasan al-Barrad bahwa ketika turun ayat, wasy syu’araa-u.. (dan penyair-penyair itu…) sampai akhir ayat (Asy-Syu’araa: 224-226), ‘Abdullah bin Rawahah, Ka’b bin Malik dan Hasan bin Tsabit (para Sahabat Nabi yang merupakan penyair) menghadap Rasulullah SAW dan berkata: “Wahai Rasulullah. Demi Allah, Allah telah menurunkan ayat ini, dan mengetahui bahwa kami ini para penyair, karena itu pastilah kami celaka.” Maka Allah menurunkan ayat selanjutnya (Asy-Syu’araa: 227) sehingga Rasulullah memanggil mereka kembali dan membacakan ayat tersebut, yang mengecualikan mereka dari orang-orang yang celaka.
(Sumber: Asbabun Nuzul, KHQ Shaleh dkk)