Akal-akalan Pembatalan Kenaikan Uang Kuliah
Biaya UKT 2024 di setiap perguruan tinggi negeri sesungguhnya mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri di lingkungan Kementerian Pendidikan.
Aturan yang terbit pada Januari tahun ini tersebut memberikan keleluasaan kepada kampus untuk mematok nilai UKT.
Jadi, sejumlah perguruan tinggi negeri ramai-ramai menaikkan biaya kuliah mahasiswa baru pada 2024.
Peraturan tersebut menuai kritik berbagai kalangan.
Menteri Nadiem lantas membatalkan kenaikan UKT setelah bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Senin lalu.
Nadiem mengatakan pembatalan dilakukan setelah pemerintah berdialog dengan para rektor dan mendengar aspirasi berbagai pihak. “Kami akan merevaluasi semua permintaan peningkatan UKT dari PTN,” kata Nadiem.
***
Meski membatalkan kenaikan UKT, Menteri Nadiem belum mencabut Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 2 Tahun 2024 tersebut.
Tapi keputusan pembatalan itu direalisasi lewat Surat Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 0511/E/PR.07.04/2024 tentang Pembatalan Kenaikan UKT dan IPI Tahun Akademik 2024/2025 tertanggal 27 Mei 2024.
Ketua BEM Universitas Riau Muhammad Ravi mengatakan mahasiswa yang tergabung dalam BEM Seluruh Indonesia masih kecewa kepada Nadiem karena tidak mencabut ataupun merevisi Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 2 Tahun 2024 tersebut.
“Aturan itu tidak memberikan batasan kampus menentukan UKT,” kata Ravi.
Ravi menambahkan, Menteri Nadiem masih menyisakan beban kepada calon mahasiswa baru jalur mandiri karena tidak membatalkan pembayaran IPI (iuran pengembangan institusi) atau dikenal dengan uang pangkal.
Khusus di Universitas Riau, penerapan IPI bagi calon mahasiswa baru jalur mandiri baru dimulai tahun ini.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Rektor Nomor 496/UN19/KPT/2024 tentang Penetapan Besaran Iuran Pengembangan Institusi pada Program Studi di Lingkungan Universitas Riau Tahun 2024.
Merujuk pada SK tersebut, IPI paling tinggi sebesar Rp 115 juta dan terendah Rp 10 juta per mahasiswa baru.
Uang pangkal terendah ini hanya untuk enam program studi, yaitu teknologi industri pertanian, bimbingan konseling, administrasi publik, administrasi bisnis, dan ilmu hukum. Lalu uang pangkal tertinggi untuk fakultas kedokteran.
***
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengatakan pembatalan UKT tersebut hanya sementara. Tujuannya untuk meredam protes masyarakat.
Ia berpendapat, Kementerian Pendidikan seharusnya mencabut Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 2 Tahun 2024 tersebut. Sebab, surat Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi ataupun pernyataan Menteri Pendidikan bukan berarti menggugurkan ketentuan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 2 Tahun 2024 tersebut.
“Ini dibuktikan dengan pernyataan Presiden Jokowi bahwa ada kemungkinan kenaikan UKT akan dimulai tahun depan,” kata Ubaid.
Pernyataan Jokowi tersebut disampaikan seusai acara inaugurasi pengurus Gerakan Pemuda Ansor di Istora Senayan, Jakarta Pusat, Senin lalu.
“Ini masih kemungkinan. Nanti ini kebijakan ke Menteri Pendidikan akan dimulai kenaikannya tahun depan. Jadi, ada jeda, tidak langsung seperti sekarang ini,” kata Jokowi.
Ubaid juga meminta pemerintah mengembalikan status PTN-BH (Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum) menjadi PTN. Setelah status tersebut dikembalikan, kampus tak perlu lagi menerapkan IPI ke mahasiswa baru. Sebab, pemerintah bertanggung jawab membiayai perguruan tinggi.
Menolak Uang Pangkal
Ketua BEM Universitas Indonesia Verrel Uziel mengatakan penerapan pembayaran uang pangkal atau IPI sangat memberatkan mahasiswa baru jalur mandiri reguler. Ia menyebutkan penerapan IPI di kampusnya dibagi menjadi empat kelompok. Nilai IPI tertinggi sebesar Rp 161 juta untuk jurusan kedokteran.
Verrel menilai pemberlakuan IPI ini menunjukkan kegagalan kampus membiayai operasi pendidikan tinggi secara mandiri. Kampus gagal mengembangkan bisnisnya sehingga membebankan biaya operasional kepada mahasiswa baru melalui uang kuliah dan IPI. “Pada akhirnya, akses pendidikan ditutup. Pendidikan tinggi hanya bisa diakses oleh orang yang memiliki kekuatan materi dan finansial,” kata Verrel.
(Sumber: Koran TEMPO, Rabu, 29 Mei 2024)