Ayahnya Siska hanyalah seorang kuli panggul di Pasar Salatiga. Namanya kuli panggul itu tak tentu pemasukannya. Terkadang ramai, tapi lebih sering sepi. Bahkan pernah tak ada satupun orang yang mau menggunakan jasanya. Alias pulang dengan tangan kosong.
Padahal jarak dari rumahnya di lereng Merbabu hingga Pasar Salatiga cukup jauh. Dan menghabiskan uang untuk bolak-balik.
Sedangkan ibunya Siska kerja serabutan. Hanya bekerja jika ada yang menyuruh. Terkadang ia dimintai tolong mencucikan baju tetangga. Terkadang juga bersih-bersih rumah orang lain. Tapi ia lebih sering di rumah.
Siska masih SD dan rajin mengaji. Setiap sore, ia mengaji di masjid. Ia bertemu Mahesa, Yanis, Nada, Tama dll. Moment kebersamaan bersama teman-temannya membuat ia melupakan sejenak kesedihannya.
Siska terkadang sedih melihat ayahnya sering bermain judi slot. Padahal ia tahu bahwa keluarganya tak memiliki cukup uang. Mereka sering kesulitan membeli beras. Tapi entah mengapa ayahnya tak menyadari juga. Ayahnya masih belum bisa lepas dari judi slot.
Suatu ketika, kami (Mualaf Center) membagikan uang jajan untuk anak-anak kurang beruntung. Dan Siska termasuk di dalamnya. Ia begitu bahagia menerima uang tersebut. Karena selama ini ia sangat jarang jajan. Uang titipan donatur untuk mereka yang benar-benar membutuhkan.
Suatu ketika, keluarga mereka benar-benar tak memiliki uang. Dan mereka bermaksud ke rumah neneknya Siska di Salatiga. Berharap bisa mendapat beras disana.
Karena tak memegang uang sama sekali, akhirnya mereka jalan kaki. Siska, ibunya, serta adiknya berjalan beriringan menuruni lereng Merbabu. Menempuh jarak yang tak dekat. Mereka beberapa kali terpaksa jalan kaki ke Salatiga.
Tapi Allah Maha Baik. Saat itu Allah mengirimkan orang baik yang mau memberikan mereka tumpangan. Akhirnya mereka numpang mbonceng motor hingga ke Salatiga. Dan mereka bisa sampai ke rumah Sang Nenek tanpa jalan kaki seperti niat awal. Mereka bisa mendapat beras tanpa harus mengeluarkan uang.
Sedih rasanya melihat begitu banyak kaum papa terjerat judi slot. Tak hanya ayahnya Siska tapi juga yang lainnya. Mayoritas pecandu judi slot itu justru kaum dhuafa.
Saya pernah menyaksikan pecandu judi slot yang terjerat hutang 700 juta. Berhutang hingga ratusan juta karena sudah benar-benar kecanduan. Dan dia tak bisa berhenti. Padahal uang tersebut pinjam dari rentenir. Setiap hari rentenir mendatangi rumahnya untuk menagih. Tapi dia tak ada uang untuk mengangsur. Akhirnya dia mengambil jalan pintas menenggak Bayclin untuk mengakhiri hidupnya. Dia meninggal dalam kondisi mewariskan hutang ratusan juta karena judi slot.
Ada juga kisah lain judi slot yang menyebabkan pertengkaran keluarga tiada henti. Kisah dari dusun terpencil yang hanya bisa ditembus dengan jalan kaki ataupun motor. Dusun yang warganya mayoritas dhuafa. Kami pernah membuat sumur bor disana. Sehingga faham betul tentang kondisi perekonomian yang minus.
Ada warga dusun tersebut yang juga terjerat judi slot. Seorang kepala keluarga yang tak mau berhenti menghabiskan uang secara online. Akhirnya istrinya memutuskan kerja di luar daerah. Berharap suaminya bisa segera sadar.
Ini hanyalah sekelumit kisah para pecandu judi slot yang kami jumpai secara langsung. Dan kami yakin masih banyak kisah tragis di daerah lain. Sebuah pertanda bahwa korban judi alot merata di seluruh negeri. Dan mayoritas berakhir dengan kisah sedih keluarga mereka.
Semoga pemerintah bisa segera mengeluarkan UU pelarangan judi slot ataupun judi online lainnya. Agar tak semakin banyak korban yang bertumbangan....
(Widi Astuti)
*fb