Catatan: Iim Fahima Jachja
Liat di IG, ada pejabat menormalisasi IPK "rendah" karena IPK "rendah" dia terbukti bisa membawanya jadi pejabat.
Repot ini dunia pendidikan kalo pejabat publik komennya mulai pada begini.
Jumlah orang yang kuliah di Indonesia masih rendah, skor PISA masih buncit, literasi juga nomor buncit. Sementara untuk meningkatkan kualitas hidup, utamanya ya lewat jalur pendidikan.
Indonesia masih butuh pesan-pesan "basic" seperti sekolah yang bener, sekolah yang tinggi, IPK jangan jeblok, dlsb.
Kita belum saatnya bicara tentang: Ga butuh gelar, ga butuh sekolah, IPK pas-pasan gapapa -- dan semua pesan yang melawan kenormalan.
IPK bisa jadi bukan indikasi kecerdasan, tapi setidaknya jadi indikasi tanggung jawab, disiplin dan determinasi dalam menjalankan proses.
Secara umum, IPK juga menjadi alat ukur kemampuan dalam pemecahan masalah, analisis, kreativitas, dan kemampuan komunikasi.
Itu semua skill yang dibutuhkan di dunia kerja.
Semakin tinggi IPK seseorang, semakin tinggi peluang dan semakin bagus skill bekerjanya dibanding yang IPK pas-pasan.
Siapapun yang ingin meningkatkan kualitas hidup, rintislah masa depanmu dengan sekolah dan IPK yang baik -- sambil terus update pengalaman dan pengetahuan di luar jalur akademis.
Abaikan cerita keberhasilan orang dengan IPK rendah atau drop out sekolah, itu cuma survivorship bias. Alias hanya terjadi pada orang tertentu, kondisi tertentu dan ga bisa jadi standar umum.
(Sumber: fb penulis)