[PORTAL-ISLAM.ID] Viral di media sosial penangkapan Panglima Pajaji, Agustinus Lucy, bersama 10 orang lainnya.
Penangkapan itu diduga buntut dari aksi demo yang dilakukan oleh masyarakat adat bersama Pasukan Pantak Padagi yang dipimpin oleh Pangalima Pajaji, Agustinus Lucy.
Menurut informasi, awalnya mereka berjuang membela tanah masyarakat adat Dayak yang dikuasai oleh Pabrik Kelapa Sawit PT Lifere Agro Kapuas (LAK) di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah.
Dalam sebuah video berdurasi 8 (delapan) detik itu terlihat Panglima Pajaji sedang diborgol dengan posisi tangan di belakang menggunakan celana panjang tanpa baju dengan badan penuh Tato.
Dalam video tersebut Panglima Pajaji tidak sendirian, namun juga terlihat sejumlah orang yang juga sedang diborgol dan diamankan di sebuah tempat.
Setidaknya 10 orang diamankan bersama Panglima Pajaji, Agustinus Lucy.
Dilansir KaltengPos, Panglima Pajaji dari Kalimantan Barat (Kalbar) beserta 10 orang yang turut serta dalam demonstrasi di Pabrik Kelapa Sawit PT. Lifere Agro Kapuas (LAK) pada Kamis (4/4/2024) lalu telah diamankan oleh anggota Polres Kapuas.
Belum ada informasi yang jelas terkait alasan penangkapan 11 orang tersebut.
Meskipun demikian, pihak kepolisian membenarkan bahwa Panglima Pajaji bersama dengan 10 orang lainnya telah diamankan.
“Ya, kami telah mengamankan 11 orang dan mereka masih berada di polres untuk pemeriksaan yang intensif,” ungkap Kapolres Kapuas, AKBP Gede Pasek Muliadnyana melalui Kasatreskrim AKP Iyudi Hartanto ketika dikonfirmasi pada Sabtu (6/4/2024).
Dia menerangkan, saat ini 11 orang tersebut masih dengan status terperiksa. Pihak kepolisian masih berupaya melakukan penyelidikan lebih lanjut.
“Pemeriksaan terhadap (Panglima Pajaji,red) juga sedang dilakukan. Kami akan memberikan informasi lebih lanjut mengenai perkembangan kasus ini,” tegas AKP Iyudi yang juga memimpin proses penangkapan.
Tanggapan Tokoh Masyarakat Dayak
Sementara itu, salah seorang tokoh masyarakat Dayak Palangka Raya, Ingkit BS Djaper, memberikan tanggapannya mengenai penangkapan panglima Pajaji oleh pihak kepolisian Polres Kapuas.
Menurut Ingkit, aksi yang dilakukan oleh panglima Pajaji sebenarnya merupakan upaya untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang dilindungi oleh Undang-Undang. Menurutnya, gerakan aksi tersebut merupakan bagian dari perjuangan untuk membela hak-hak warga masyarakat, terutama warga suku Dayak di Provinsi Kalimantan Tengah.
“Hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum dijamin oleh undang-undang, terlebih lagi sudah ada pemberitahuan sebelumnya bahwa pada tanggal 4 April akan ada aksi di depan Polres Kapuas dan depan pabrik milik perusahaan,” ujar Ingkit.
Ingkit menjelaskan bahwa meskipun panglima Pajaji merupakan pimpinan dari sebuah organisasi kemasyarakatan Dayak dari luar provinsi Kalimantan Tengah, namun pada dasarnya ia tetap merupakan bagian dari masyarakat suku Dayak.
Menurut Ingkit, berdasarkan UU RI Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, tidak ada larangan bagi organisasi seperti Pantak Padagi yang dipimpin oleh panglima Pajaji untuk melakukan kegiatan di wilayah provinsi Kalteng.
“Organisasi mereka, Pantak Padagi namanya, memang diberi mandat oleh warga masyarakat di desa itu untuk menyikapi persoalan terkait ganti rugi lahan yang dituntut warga kepada pihak perusahaan,” ungkap Ingkit.
Ingkit mengakui bahwa ia belum mendapatkan informasi lengkap mengenai penangkapan panglima Pajaji oleh pihak kepolisian Kapuas. Namun, ia menduga bahwa panglima Pajaji tidak ditangkap, melainkan hanya diamankan oleh pihak Polres Kapuas.
“Kalau bahasanya ditangkap mungkin perlu kita luruskan bahasanya. Ini bukan ditangkap melainkan diamankan oleh pihak polres Kapuas,” ujarnya.
Terkait dengan mengapa masyarakat desa lebih memilih dibela haknya oleh panglima Pajaji dari luar provinsi Kalteng daripada oleh organisasi dari provinsi Kalteng sendiri, Ingkit menegaskan bahwa hal tersebut seharusnya menjadi perhatian dan koreksi bagi organisasi-organisasi di Kalteng.
“Ini harus menjadi pemikiran dan perenungan bagi organisasi-organisasi di Kalteng, kenapa organisasi di Kalteng sendiri yang jumlahnya banyak, tapi masyarakat lebih memilih untuk dibela oleh organisasi dari luar Kalteng. Ada apa ini,” tegas Ingkit.
Menurut Ingkit, salah satu penyebabnya adalah munculnya kepentingan ego sektoral dari masing-masing organisasi di Kalteng. Oleh karena itu, penting bagi organisasi-organisasi Dayak di Kalteng untuk menyingkirkan kepentingan pribadi dan kembali pada visi dan misi mereka, yaitu memperjuangkan hak dan kesejahteraan masyarakat Dayak di provinsi Kalteng.
Dia menambahkan, terkait kasus penangkapan panglima Pajaji ini sendiri, Ingkit mengakui diri sudah dihubungi oleh salah seorang pengurus DAD Provinsi Kalbar bernama Yohanes Nenes yang juga merupakan Ketua DAD Kota Pontianak yang meminta kejelasan terkait informasi lengkap penangkapan panglima Pajaji tersebut di Kapuas.
“Saya sudah dihubungi beliau, tapi saya arahkan supaya beliau bisa komunikasi langsung dengan Ketua DAD Provinsi Kalteng atau dengan sekretaris,” kata Ingkit yang mengaku dirinya belum mendapatkan petunjuk dari pengurus DAD Provinsi Kalteng untuk ikut terjun langsung menanga masalah tersebut.
Perlu diketahui bahwa, memang ada permasalah lahan PT LAK dengan warga yakni Perdie/Radie Ubun dan lainnya di Sei Palangka dan Sei Familir Desa Teluk Hiri.
Kedua belah pihak sudah beberapa kali dilakukan mediasi yang difasilitasi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kapuas.
Bahkan terakhir Senin (25/3/2024) di Aula Kantor Dinas PUPRPKP Kapuas dengan dihadiri berbagai pihak.
Meski sudah beberapa kali pertemuan mediasi, belum ada penyelesaian, karena perusahaan merasa sudah melakukan ganti rugi.
Sementara itu, warga merasa belum ada ganti rugi. Untuk itu pada Kamis (4/4/2024) lalu massa bersama Panglima Pajaji di dalamnya melakukan aksi di pabrik PT LAK.
[VIDEO]
Akhirnya pilihan mereka menjadi penjajah buat mereka
— NeverAloneLy (@never_alonely) April 7, 2024
Link beritahttps://t.co/pUyZyrNmmh pic.twitter.com/UQmP2fbS7g