Oleh: Asyari Usman
Sengkarut alias kekisruhan barang kiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang ditahan di pelabuhan Tanjungemas (Semarang) dan Tanjungperak (Surabaya) dalam 4-5 bulan belakangan ini dipicu oleh kebijakan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Kebijakan Kemendag yang menyebabkan “kerusuhan” itu bersumber dari buruk sangka kepada para PMI.
Buruk sangka kepada PMI itu tampak dari pembatasan jenis dan jumlah barang yang boleh dikirim. Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 36 Tahun 2023 mencekik kiriman PMI. Jumlah dan jenis barangnya sungguh tak masuk akal. Tidak sinkron dengan keperluan pribadi dan keperluan sosial para PMI.
Tersirat bahwa orang-orang Kemendag menganggap para PMI itu mengirimkan barang kepada keluarga mereka untuk diperdagangkan. Karena asumsi itu, maka dibatasi ketat jumlah yang boleh dikirim. Kalau lebih dari ketetentuan, akan dikenai pajak dan persyaratan impor.
Inilah inti dari pasal 31 dan pasal 34 Permendag No. 36 Tahun 2023. Di lampiran III peraturan ini terlihat betapa kejamnya Menteri Perdagangan Zukifli Hasan (Zulhas) sebagai orang yang bertanggung jawab penuh atas penerbitan Permendag “musuh PMI” itu.
Mari kita baca sekilas Lampiran III yang menguraikan tentang barang-barang apa saja yang boleh dikirim oleh PMI. Perlu dicatat, lampiran ini tidak hanya mencekik kiriman PMI tetapi juga membingungkan pengirim dan petugas Bea-Cukai.
Hanya PMI yang terdaftar di BP2MI dan WNI Peduli yang mendapat pembebasan pajak dan pengecualian persyaratan impor atas 10 kelompok barang. Pembebasan diberikan untuk nilai kiriman yang tidak melebihi USD500. Tiap PMI yang terdaftar di BP2MI dan WNI Peduli dibolehkan melakukan pengiriman sebanyak 3 (tiga) kali dalam satu tahun kalender. Untuk PMI yang tak terdaftar tidak diberikan pembebasan pajak dan pengecualian persyaratan impor.
Rata-rata isi kotak PMI jarang yang melampaui nilai 500 dollar. Jadi, dari segi nilai isi kotak mungkin tidak ada masalah. Yang sering menjadi persoalan adalah jumlah satuan (helai, lembar, bungkus, botol, kaleng, biji, dll) yang diizinkan Permendag itu tidak sesuai dengan kewajaran manusiawi PMI. Namanya juga mereka mengirimkan kebutuhan keluarga dan oleh-oleh untuk sanak-saudara.
Sebagai contoh, PMI hanya boleh mengirim 5 helai pakaian baru dan 15 helai pakaian tidak baru. Permendag 36 menyebut ini “Pakaian Jadi dan Aksesori Pakaian Jadi”. Kategori ini adalah semua produk yang melekat di tubuh
Kemudian ada yang disebut “Barang Tekstil Sudah Jadi Lainnya” boleh dimasukkan 5 biji saja. Contoh kategori ini adalah karpet, topi, taplak meja, seprei, gorden, dan sebagainya. Jumlah 5 biji itu tidak masuk akal.
Begitu juga pakaian jadi. Cuma 5 helai baru yang boleh dikirim. Apakah orang-orang Kemendag tidak berpikir kalau keluarga inti PMI itu wajar mendapatkan kiriman baju baru 2 (dua) helai masing-masing? Terus, apakah tidak wajar jika PMI memberi hadiah baju baru kepada 4-5 orang sanak-saudara di luar keluarga inti? Artinya, apa salahnya kalau Permendag 36 itu mengizinkan 20 helai baju baru dan 40 helai pakaian bekas?
Kemendag takut PMI berjualan? Come on, Pak Zulhas! Andaikata pun mereka menjual kiriman yang 20 potong baju itu, tidaklah mungkin mereka akan menjadi kaya-raya dan merugikan negara triliunan rupiah seperti yang terjadi dalam kasus penyerobotan lahan negara 37,000 hektar di Riau oleh Grup Duta Palma (2003-2022) dengan kerugian negara Rp104 triliun. Tentu Pak Zulhas masih ingat Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 673 tahun 2014 tentang tataruang di Provinsi Riau yang terkait dengan kasus korupsi ini. SK alih fungsi hutan itu Anda sendiri yang tandatangani kan Pak? Waktu itu, Pak Zulhas menjabat Menteri Kehutanan.
Keuntungan dagang PMI dari penjualan 20 potong baju itu juga masih jauh dari kerugian negara Rp35 triliun dalam kasus korupsi kondensat ilegal di Tuban (Jawa Timur) antara 2009-2011. Pun jauh dari korupsi Rp22 triliun dana asuransi Asabri.
Kalau para PMI itu jualan barag kiriman mereka, misalnya 20 helai baju baru, paling-paling untungnya 400 ribu. Kalau 10 piece bedak dan lipstick katakanlah untungnya 150 ribu. Itu pun “kalau” --kalau sekiranya PMI berdagang seperti buruk sangkanya Mendag Zulhas. Seabagian besar PMI tidak mengirim barang untuk dijual.
Contoh pembatasan lainnya adalah kelompok Alas Kaki (footwear). Hanya boleh 2 (dua) pasang baru dan tidak baru. Kosmetik dan Perbekalan Rumah Tangga hanya boleh 5 (lima) biji. Tas boleh 2 (dua) baru dan 2 (dua) bekas. Kelompok Mainan Anak hanya boleh 4 (empat) biji yang baru maupun bekas. Batasan ini terasa pelit sekali.
Tapi, yang paling dahsyat adalah sanksi (hukuman) terhadap PMI kalau di dalam paket (kotak) kiriman mereka dijumpai jumlah barang yang melebihi batas yang ditetapkan. Misalnya baju baru kelebihan 2 (dua) potong, sepatu/sandal kelebihan 4 (empat) biji, tas kelebihan 3 biji, makanan-minuman kelebihan 4 bungkus/botol, dst. Maka, si PMI diwajibkan membayar pajak atas kelebihan itu. Parahnya lagi, kalau benda itu berupa makanan-minuman, diharuskan minta izin dari BPOM setempat. Bisa jadi para PMI harus mendatangi berbagai instansi yang terkait dengan izin edar makanan-minuman untuk mendapatkan surat izin masuk.
Jadi, begitulah Pak Mendag dampak dari pembatasan yang kejam dan tak masuk akal terhadap barang kiriman PMI. Terlalu zalim Anda membatasi kiriman baju baru hanya 5 helai; baju bekas 15 helai. Padahal, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) memberikan saran agar pembatasan tidak terlalu mencekik.
Kementerian Perdagangan pernah meminta pihak BP2MI agar mengusulkan barang-barang apa saja yang wajar untuk tidak dikenai pembatasan (restriction) kiriman PMI. BP2MI menyarankan lebih dari 120 jenis barang yang diminta untuk dibebaskan dari pembatasan impor. Barang-barang itu, menurut BP2MI, akan selalu menjadi isi paket (kotak) kiriman para “pahlawan devisa” yang bekerja di mancanegara.
Tetapi, ketika Menteri Perdagangan menerbitkan Permendag Nomor 36 tahun 2023, tertanggal 11 Desember 2023, hanya 10 kelompok barang yang dibebaskan. Artinya, Kemendag menerbitkan Permendag 36/2023 tanpa memperhatikan saran BP2MI yang merinci sangat detail barang-barang yang pantas dibebaskan dari izin masuk.
Kesimpulannya, orang-orang Kemendag terlalu buruk sangka kepada PMI. Yaitu, sangkaan bahwa para PMI itu akan berdagang ketika mengirim oleh-oleh untuk keluarga dan kerabat mereka.
Melihat perjuangan berat warga Indonesia mencari makan di negeri orang, sungguh sangat kejam Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mencekik kiriman PMI.
(14 April 2024)