Oleh: Sam Waskito
SEORANG MUSLIMAH asal Indonesia, bacaan Al-Quran nya bagus, dikoreksi oleh Syaikh Aiman Rushdi Suwaid...
Muslimah ini bernama Royya Salsabila, bacaan murottal-nya sangat baik, untuk ukuran saya. Beliau konsiten menggunakan lagu bacaan Jiharkah. Tajwidnya baik, makhrojul hurufnya juga fasih.
Apa yang beliau baca termasuk jenis Murottal (bacaan Tartil), sebab bacaannya teratur, hanya menggunakan satu lagu tertentu secara konsisten. Bacaannya bukan Mujawad seperti yang biasa dibaca oleh para qori' dalam MTQ. Kalau bacaan Mujawad cirinya, menggunakan tempo, nada tinggi rendah, ada pengaturan nafas, serta memakai lebih dari satu jenis lagu.
Bacaan ini dikoreksi dengan sangat keras, oleh Syaikh Aiman Rushdi Suwaid, karena menurut beliau berlebih-lebihan dalam persoalan lagu. Padahal lagu yang dipakai hanya satu, Jiharkah. Itu pun konsisten diterapkan dalam Murottal. Hanya memang harus diakui, pada bacaan "mad" tertentu Royata memanjangkan lebih panjang dari standar umumnya Murottal.
Tetapi Syaikh Aiman begitu keras dalam mengoreksi bacaan adik Muslimah ini, dan oleh para netizen Indonesia penilaian beliau banyak dikomentari dengan komen-komen yang semakin membuat panas (suasana Ramadhan 1445 H).
Untuk bisa ke level bacaan seperti Royata Sabila itu, sangat tidak mudah. Selain yang bersangkutan memiliki suara yang stabil, memiliki kecerdasan audio, memahami tajwid dengan baik, juga sudah terlatih dalam membaca di hadapan orang-orang. Hal ini bisa ditanyakan kepada para santri yang sehari-hari bergelut dengan Al-Quran di pesantren. Coba tanyakan, apakah mudah mencapai bacaan seperti itu?
Bagi Royata Sabila, untuk melaksanakan koreksi yang disampaikan oleh Syaikh Aiman tersebut, sangat mudah. Karena level kemampuan dia sudah lebih tinggi. Tinggal dia membaca tanpa LAGU, dengan bacaan datar, lalu bacaan mad-nya dibuat standar seperti mad pada umumnya. Dengan begitu, dia akan lolos dengan pujian, insya Allah.
SEBENARNYA hal seperti ini mudah saja. Satu hal, Syaikh Aiman Rushdi beliau tidak mengadopsi bacaan seperti Baiyati, Ros, Shoba, Sika, Nahawand, Jiharkah, dan Hijaz. Hanya itu saja. Sedangkan ahli-ahli Al-Quran lain banyak yang mengadopsi itu. Di negeri mana saja yang menerima SENI MTQ, pasti menerima kehadiran lagu-lagu Qiroat tersebut. Sejak zaman Orde Baru kita sudah akrab dengan MTQ. Di Indonesia ada banyak qori' yang kemampuan qiroat-nya telah diakui dunia.
Kalau bacaan Royata dinilai oleh juri yang berlatar-belakang bacaan qiroat Persia seperti di atas, insya Allah lolos dengan pujian. Hanya karena juri penilai-nya bukan menganut hal tersebut, ya otomatis mendapat catatan negatif. Tetapi bukan berarti bacaannya jelek, tetapi beda dalam madzhab penilaian bacaan.
Saya perhatikan Syaikh Aiman Rushdi dalam menilai peserta lain yang juga menggunakan lagu, seperti peserta Muslimah dari Aljazair, beliau menilai bagus dan tanpa mencela. Itu membuktikan, beliau tidak anti lagu. Hanya saja, sepertinya beliau tidak menerima bacaan versi Baiyati, Jiharkah, Shoba, Nahawand, dan sebagainya.
Banyak netizen di Indonesia ketika merespon koreksi Syaikh Aiman tersebut, lisan (tulisan) mereka pahit seperti panah-panah api. Tidak malu mereka mencela seorang Muslimah yang bacaan Al-Quran nya sungguh bagus. Laa haula wa laa quwwata illa billah. Coba salah satu dari netizen itu mencontohkan bacaan Surat Al-Fatihah, biar bisa dinilai oleh orang lain. Beranikah..?
Pada dasarnya Syaikh Aiman menilai negatif, karena beliau tidak menganut lagu qiroat dalam membaca Al-Quran. Sedangkan di negara kita, lagu qiroat itu sudah masyhur, dengan adanya MTQ di mana-mana setiap tahunnya. Di negara-negara Maghribi atau Turki (bukan hanya negara Timur), hal itu juga berlaku.
Demikian, semoga sekilas respon ini bermanfaat. Amiin ya Rabbal 'alamiin.
[VIDEO]