Oleh: Ustadz Muhammad Abduh Negara
Skema Ponzi adalah modus investasi palsu yang membayarkan keuntungan kepada investor dari uang mereka sendiri atau uang yang dibayarkan oleh investor berikutnya, bukan dari keuntungan yang diperoleh oleh individu atau organisasi yang menjalankan operasi ini.
Kemarin saya membagikan poster dari OJK tentang ciri-ciri skema ponzi, dan ternyata salah satunya adalah suka menggunakan tokoh agama sebagai figur untuk memengaruhi masyarakat.
Mengapa bisa begini?
Salah satunya, karena gambaran ideal seorang tokoh agama bagi banyak orang adalah, sosok yang senang membantu, murah senyum, terbuka pada semua orang, tidak suka berprasangka buruk, mudah memaafkan, tidak suka bertikai, dan semisalnya. Dan banyak tokoh agama yang membentuk profil diri sesuai keinginan masyarakat tersebut.
Sebenarnya gambaran di atas, tidak sepenuhnya salah, sebagiannya bagus jika pada kadar yang tepat. Sayangnya, hal itu kadang tidak diiringi oleh sang tokoh agama dengan kemampuan literasi yang baik, nalar kritis yang memadai, ilmu syar'i yang mumpuni, wawasan umum yang cukup, dan kemampuan memilah yang benar dan salah, sehingga mereka ini rawan sekali menjadi badut dan boneka yang dipasang oleh para penipu untuk menipu masyarakat.
Karena itu, saya juga sering mendengar cerita, ada tokoh agama yang terlibat kasus investasi bodong, penipuan dan semisalnya, padahal sebelumnya dia dikenal sebagai orang yang baik, shalih dan jelas bukan penipu.
Mengapa bisa begitu?
Karena dia "terlalu baik" sehingga dimanfaatkan oleh orang yang baru dikenalnya untuk mempromosikan produknya, yang kadang dilabeli "syar'i", "Sunnah", dll., padahal penipuan, money game, investasi bodong, dan sejenisnya.
Kita juga sering menemukan, tokoh agama yang "begitu baik" mempromosikan dan mengendorse produk orang lain, entah terapi kesehatan, produk obat alternatif, produk ini dan itu, model bisnis tertentu, dll., padahal dia sendiri tidak pernah memakai produknya, dan wawasannya terhadap produk tersebut dan bidang yang menjadi naungan produk tersebut sangat minim.
Mungkin bagi dia ini adalah kebaikan, karena membantu orang lain. Padahal seringkali, karena kepolosannya yang keterlaluan tersebut, dia ikut-ikutan menyebarkan keburukan di tengah masyarakat.
(fb)