17 Januari 1991, Presiden Saddam Hussein menembakkan 42 rudal scud ke Haifa dan Tel Aviv.
Saat itu pernyataan resmi Isreal bahwa serangan tersebut gagal dan tidak ada korban yang signifikan, hanya 1 orang tua yang mati karena serangan jantung ketakutan.
Setelah 20 tahun, informasi korban terbuka, ternyata 174 orang Isreal mati dan lebih 100 orang lainnya mengalami luka-luka, 4100 rumah mengalami kerusakan, dan 28 rumah diantaranya rata dengan tanah.
Mungkin kita butuh 20 tahun lagi – kalau Perang Dunia III nggak jadi - untuk mengetahui hasil serangan Iran ke Isreal pada 14 April dini hari kemarin, dimana Isreal melaporkan serangan Iran hanya melukai 1 orang warga, merusak 1 unit pesawat C-130 dan merusak sedikit landasan pangkalan militer Navatim Aibase dan Ramon Airbase.
Menutupi kerugian BDA (Battle Damage Assessment) adalah hal yang lumrah, dalam jangka pendek, informasi akurat dalam perang dapat memberikan musuh ukuran efektivitas suatu serangan atau sistem persenjataan. Dalam jangka panjang, hal ini mungkin berdampak buruk pada moral militer dan negara jika mereka menderita banyak korban. Tidak perlu memberikan penilaian terhadap keefektifan atau alat propaganda kepada musuh, sehingga informasi ini dirahasiakan.
Konflik Iran-Isreal sudah masuk ke babak baru, dimana konflik sudah head to head, tidak lagi melalui proxy yang selam ini terjadi. Iran menyerang Israel langsung dari wilayahnya, tidak lagi menggunakan milisi di Lebanon, Suriah, Yaman ataupun Irak. Suka atau tidak, ini adalah serangan rudal terbesar yang pernah terjadi, dan serangan pesawat tak berawak terbesar dalam sejarah militer (Iran menembakkan sekitar 300 proyektil, termasuk sekitar 170 drone, rudal cruise, dan lebih dari 120 rudal balistik). Tindakan Iran ini, in one way or another, telah meningkatkan deterrence Iran di kawasan dan soft power-nya di dunia Islam.
Sejumlah Pengamat percaya perpaduan drone dan rudal Iran dimaksudkan untuk melumpuhkan pertahanan udara Israel. Iran mungkin bermaksud menggunakan gelombang drone yang lebih lambat, yang membutuhkan waktu berjam-jam untuk mendekati Israel, untuk menguras sistem pertahanan Israel dan membuatnya rentan terhadap rudal jelajah cepat dan rudal balistik yang ditembakkan Iran setelah itu.
Serangan retaliasi Iran atas serangan Isreal terhadap gedung konsuler Iran di Damaskus sudah dilakukan sesuai dengan janji, banyak pengamat menilai sesuai dengan preferensi sendiri, the economist menyebut serangan tersebut, “the strike was militarily a flop”. John Bolton, mantan Penasehat Keamanan Nasional AS menilai serangan ini sebagai kegagalan deterrence Isreal dan AS.
Ada yang menilai serangan ini lebih kepada show off power, pertama serangan sengaja dirancang "to minimize casualties while maximizing spectacle"; kedua rudal dan drone Iran semuanya melewati Irak dan Yordania dimana terdapat banyak pangkalan AS, Inggris dan Prancis yang dilengkapi dengan Arhanud yang mutakhir.
IDF mengkonfirmasi bahwa 99 persen serangan Iran berhasil di-intercept sebelum mencapai target oleh Arhanud Koalisi AS, Inggris, Prancis, Yordania dan Arab Saudi. IDF juga mengkonfirmasi tindakan intercept menghabiskan lebih dari 1 Miliar USD.
Dalam serangan itu, Iran menggunakan lebih dari 170 drone Shahed 136. Shahed-136 Iran adalah drone baling-baling terbang rendah jarak jauh yang relatif murah dan membawa muatan bahan peledak kecil. Drone yang diproduksi di Iran dan Rusia ini terdiri dari beberapa komponen sederhana yang awalnya dikembangkan untuk pesawat sipil.
Selanjutnya yang penting adalah apakah Isreal akan membalas serangan Iran tersebut? Kalaupun dibalas, apakah Isreal akan membalas langsung ke Iran atau hanya menargetkan proxy Iran di Suriah dan Lebanon?
Kalau Isreal benar-benar melakukan serangan ke Iran, maka serangan itu tentunya akan melibatkan pangkalan-pangkalan AS, Inggris, dan Prancis di kawasan, seperti intercept seranga-serangan Iran kemarin, semua dilakukan dengan koalisi. Serangan tersebut merupakan upaya yang disengaja untuk menarik Iran ke dalam perang regional dan mengalihkan fokus AS dan Barat dari perang Israel di Gaza dan beralih ke musuh regional, Iran.
Dalam hal ini, Iran tentunya akan menghajar pangkalan-pangkalan itu, di UEA, Arab Saudi, Yordania, Kuwait, dan Qatar. Mungkin Iran akan rata, tapi kawasan juga akan kembali ke jaman onta. Seperti kata Presiden Putin mengancam intervensi NATO di Ukraina, “Dunia itu penting, tapi dunia tanpa Rusia tidak ada artinya”.
Sejauh ini, dilaporkan oleh media-media Barat bahwa AS dan sekutunya mencoba meyakinkan Iran untuk “legowo” menerima balasan “saving-face” Isreal yang “limited”, biar Isreal nggak ngambek. Tapi media itu juga melaporkan bahwa Iran menolak, dan mengatakan serangan apapun ke Iran akan dibalas dua kali lipat.
Kalau memang akan ada balasan, maka Isreal tampaknya akan melakukan serangan ke Suriah dan Lebanon yang menargetkan milisi Iran, depot senjata dan apartemen sipil mungkin.
Setidaknya pelajaran penting yang bisa diambil adalah bahwa mitos Isreal sebagai Invincible army sudah tidak berlaku, hanya dengan 300 drone dan misil saja sudah “kocar-kacir” sampe minta bantuan AS, Inggris, Prancis dan Negara Arab, bagaimana kalau Isreal diserangan oleh ribuan drone dan rudal dari Lebanon, Suriah, Mesir, Arab Saudi, Irak, Aljazair dan negara Arab lainnya.
Bagaimanapun, serangan Iran kemarin itu cukup mengejutkan semua pihak, dan sangat historis. Pertama Iran sendirian, tanpa back-up dari siapapun, tidak Turki, atau Rusia, apalagi negara-negara Arab. Kedua, senjata yang digunakan adalah produksi lokal semua, FYI jarak yang dilalui drone dan rudal–rudal Iran untuk mencapai Israel lebih dari 1500 km.
Pada akhirnya, ketika aku menulis ini, di sampingku masih ada yang mengatakan:
(pas sebelum diserang) “Iran tidak akan menyerang Israel, karena mereka kawan…”
(pas diserang) “Ya itu serangan cuma main-main, nggak ada korban…”
(pas ada korban) “Korban cuma 1 orang, sedikit sekali dibandingkan dengan korban Iran di gedung Konsuler…”
(ternyata korban bukan 1 orang) “Ya tapi Iran nggak berani serang lagi…”
Biarlah waktu yang menjawab….😁
(Oleh: Saief Alemdar)