Buat Apa Ada Pemilu, Kalau Semua Harus Masuk Kabinet?
Oleh: Erizal
Inti dari pendukung 01, Anies-Muhaimin, sebetulnya PKS. Ini bisa diistilahkan sebagai "kelompok kanan". NasDem dan PKB itu sebetulnya "kelompok tengah". Makanya NasDem dan PKB bisa langsung klop saat akan bergabung dengan 02, Prabowo-Gibran, yang sejak awal sering disebut sebagai kelompok tengah.
Sementara itu inti dari pendukung 03, Ganjar-Mahfud, adalah PDIP. Ini bisa disebut sebagai "kelompok kiri". PPP itu juga kelompok tengah. Makanya banyak pemilih PPP saat Pilpres lalu memilih 02 dan bukan 03. Dan saat PPP akan mengambil langkah bergabung dengan 02, itu adalah langkah yang paling tepat buat PPP ke depan.
Jadi, kalau PKS dan PDIP berada di luar pemerintahan, itu suatu settingan politik yang paling pas. Artinya, kelompok kiri dan kanan menjadi penyeimbang kelompok tengah. Lazimnya memang, kelompok tengah adalah kelompok yang paling besar.
Dan kalau kelompok tengah ini jadi satu parpol baru, maka itu persis kayak settingan politik era Orde Baru lalu, di mana hanya ada 3 parpol. Malah, Orde Baru mengistilahkan kelompok tengah ini sebagai "Golongan Karya" dan bukan parpol. Asal terwujud secara alamiah, kesadaran bersama, dan bukan paksaan seperti pada masa Orde Baru, rasanya tak ada masalah (semua parpol 02 jadi satu).
Memasukkan semua parpol pada pemerintahan, bukanlah langkah yang bijak.
Bukan karena kelompok tengah sebagai pemenang akan kekurangan jatah menteri, tapi buat apa ada Pemilu? Kenapa tak dibagi-bagi saja sejak awal? Tak ada yang menang dan tak ada yang kalah.
Demokrasi itu menghendaki adanya "check and balance" yang sama-sama kuat dan efektif untuk kemajuan bersama.