Amru bin 'Ash sahabat nabi yang menaklukkan Mesir, wafat 30 Ramadhan 43 Hijrah di usia 100 tahun

Amr bin 'Ash, Sang Pembebas Mesir

🔴Amru bin 'Ash sahabat nabi yang menaklukkan Mesir, wafat pada 30 Ramadhan 43 Hijrah di usia 100 tahun

Amr bin ‘Ash dikenang dalam sejarah Islam terutama lantaran jasa-jasanya pada masa Khulafaur Rasyidin. Sahabat Nabi Muhammad SAW itu menduduki posisi penting ketika Umar bin Khattab menjadi amirul mukminin.

Ia pernah menjadi gubernur, secara berturut-turut, di Palestina, Yordania, dan Mesir. Khalifah Umar menunjuknya untuk jabatan tersebut, antara lain, karena ia berpengalaman. Pada zaman Rasul SAW, Amru bin ‘Ash sempat menjadi duta beliau di Oman.

Bagaimanapun, bukan karena jabatan-jabatan itu reputasinya dikenang. Sejarah mencatat namanya dengan tintas emas sebagai pahlawan Muslim di balik pembebasan Mesir. Negeri Piramida berhasil menjadi bagian dari daulah Islam usai direbut dari cengkeraman Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium).

Pembebasan Mesir bermula ketika Khalifah Umar memerintahkan Amr bin ‘Ash dan pasukannya untuk menuju Mesir demi menghadapi Romawi. Sejarah mencatat, saat itu Amr bin ‘Ash “hanya” disertai 4.000 orang tentara.

Tentu saja, Khalifah Umar bukan tanpa perhitungan dalam merestui misi Amr bin ‘Ash ini. Telah terjadi korespondensi surat-menyurat antara Madinah dan Amr bin ‘Ash selama perjalanannya. Selain itu, Khalifah Umar terus bertukar pikiran dengan para penasihatnya di Madinah, apakah mungkin pasukan Islam dapat memasuki Mesir tanpa didesak Romawi.

Sekali lagi, di sinilah intuisi kepemimpinan militer Amr bin ‘Ash teruji. Sampailah saatnya Khalifah Umar khawatir akan ketahanan pasukan Amr dalam menghadapi Romawi.
Dalam prediksinya, pasukan Muslim itu belum tiba di Mesir atau masih di sekitar Palestina. Sehingga, sang khalifah mengirimkan sebuah surat yang kemudian dibawa seorang utusan agar sampai ke tangan Amr bin ‘Ash.

Rupanya, Amr bin ‘Ash dapat “membaca” kegelisahan sang khalifah. Begitu utusan menyerahkan surat itu kepada Amr, pemimpin pasukan Muslim ini meminta bawahannya agar menyimpan baik-baik surat tersebut. Dengan begitu, Amr bin ‘Ash masih belum membukanya.

Amr bin ‘Ash lantas memimpin pasukannya memasuki wilayah Arisy. Di sana, ia bertanya kepada seorang pasukannya, “Apakah sekarang kita sudah memasuki Mesir atau masih berada di Palestina?”

“Sekarang, kita sudah berada di Mesir,” jawab pasukannya itu.

Maka Amr bin ‘Ash meminta kembali surat dari Khalifah Umar itu. Beginilah isinya: “Wahai Amr bin ‘Ash. Jika engkau membaca surat ini sebelum engkau memasuki Mesir, maka kembalilah (ke Madinah)! Namun, bila engkau sudah memasuki Mesir, maka teruskanlah (misi pasukan Muslim) dengan keberkahan dari Allah.”

Menjadi nyata maksud Amr bin ‘Ash yang sebelumnya menunda untuk membaca surat Khalifah Umar. Oleh karena perintah tertulis sang khalifah dalam suratnya itu, Amr bin ‘Ash kian mantap melanjutkan pergerakan pasukannya ke sejumlah kota di Mesir.

Misi ini bergerak mendekati kota Farma, Belbis, dan Ummu Danain. Selang waktu kemudian, Amr bin ‘Ash tiba di Alexandria (al-Iskandariah), di mana sekitar 50 ribu personel pasukan Romawi berjaga-jaga.

Seluruh tentara Muslim pimpinan Amr bin ‘Ash mengepung dinding kota al-Iskandariah. Dalam waktu itu, tibalah kabar bahwa ada pergantian penguasa Romawi Timur di Konstantinopel. Penggantinya merupakan adik dari raja terdahulu.

Atas perintah penguasa baru ini, wakil Romawi di Mesir, Mauqaqis, diperintahkan mengadakan perjanjian damai dengan pasukan Muslim. Sebab, raja baru ini memandang pasukan Muslim sebagai kekuatan yang signifikan.

Isi perjanjian damai itu terdiri atas beberapa poin. Di antaranya adalah bahwa umat Islam harus menghormati keberadaan rumah-rumah ibadah orang Kristen. Selain itu, orang Romawi bebas kembali dengan harta bendanya ke manapun dari al-Iskandariah. Amr bin ‘Ash menyanggupi perjanjian damai tersebut.

Dengan demikian, wilayah Mesir dapat ditembus pengaruh Islam. Amr bin ‘Ash segera mengirimkan utusan ke Madinah untuk mengabarkan berita baik ini. Kepada penduduk Mesir, Amr bin ‘Ash menyerukan panji-panji Islam.

Amru bin 'Ash menyampaikan sebagaimana ajaran Nabi Muhammad SAW, para penduduk sipil akan dihormati dan dilindungi hak-haknya. 

Hadis riwayat Muslim menyebutkan sabda Rasulullah SAW berkenaan dengan negeri ini: “Jika kalian menaklukkan Mesir, maka aku wasiatkan agar kalian berbuat baik kepada orang-orang Qibthi (Mesir) ini. Mereka berhak atas perlindungan dan kasih sayang.”

Islam akhirnya membebaskan Mesir dari penderitaan yang dialami selama berada di bawah rezim Romawi.

Jelang tutup usia

Amr bin ‘Ash berpulang ke rahmatullah dalam usia 100 tahun. Sebelum mengembuskan nafas terakhir, ia memanggil anaknya, Abdullah, agar mendengarkan petuahnya. Kala itu, Abdullah bin Amru bin 'Ash mendapati sang ayah sedang menangis.

“Wahai, ayahku. Bukankah Rasulullah SAW telah mengabarkan kabar gembira kepada engkau?” tanya Abdullah dengan nada pelan.

Amr bin ‘Ash menjawabnya dengan terbata-bata, “Anakku, aku telah mengalami tiga tahap dalam hidupku. Awalnya, aku termasuk para pembenci Rasulullah SAW. Saat itu, betapa bahagianya aku jika sampai bisa menangkap dan membunuh beliau dengan tanganku sendiri. Seandainya Allah mewafatkanku ketika itu, pasti aku termasuk penghuni neraka.

Namun, Allah kemudian menghadirkan rasa cinta di dalam hatiku kepada Islam. Maka aku mendatangi Nabi SAW. Aku berkata kepada beliau, ‘Ulurkan tanganmu. Aku akan membaiat engkau.’ Rasulullah SAW kemudian mengulurkan tangan kanan beliau. Namun, kemudian aku menahan sebentar tanganku.

‘Ada apa, wahai Amr?’ tanya Rasulullah.
Aku menjawabnya, ‘Aku ingin engkau memberikan satu syarat kepadaku.’
‘Apa syarat yang engkau inginkan?’ tanya Rasulullah SAW.
‘Aku ingin agar dosa-dosaku di masa lampau diampuni Allah,’ jawabku.

Maka Rasulullah SAW bersabda, ‘Apakah engkau tidak mengetahui, Islam menghapus dosa-dosa yang telah lalu (sebelum memeluk Islam)? Demikian pula hijrah, menghapus kesalahan-kesalahan yang sudah lalu. Demikian pula ibadah haji, menyucikan dosa yang lalu'.”

Amr bin ‘Ash melanjutkan penuturannya:

“Tidak ada satu orang pun yang lebih kucintai daripada Rasulullah SAW. Kedua mataku selalu membayangkan diri beliau. Aku selalu segan bila berhadapan mata dengan beliau karena aku sangat menghormati beliau. Bila kiranya aku diminta menjelaskan bagaimana fisik beliau, mungkin aku tidak akan mampu. Jika aku wafat, aku berharap masuk sebagai penduduk surga kelak.

Saat kalian menguburkanku, dan melempariku dengan tanah makam, kalian berdiri sebentar di dekat makamku. Maka aku menunggu apa yang aku akan jawab dari pertanyaan utusan (malaikat) Tuhanku.”

Demikianlah Sang Pembebas Mesir wafat...

Baca juga :