[PORTAL-ISLAM.ID] Skenarip pertama meloloskan PSI ke Senayan adalah saat pencoblosan. Melalui pengerahan aparat dan ormas.
Ketua Majelis Pertimbangan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy atau Gus Romi mengungkapkan, sejak sebelum pemilu ia telah mendengar informasi mengenai operasi untuk memenangkan PSI oleh aparat.
Targetnya dibebankan ke penyelenggara pemilu di daerah agar partai yang dipimpin putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep itu meraup 50.000 suara di setiap kabupaten/kota di pulau Jawa.
“20.000 suara di tiap kabupaten/kota di luar Jawa,” ujarnya.
Operasi itu berjalan dengan membiayai organisasi masyarakat (Ormas) kepemudaan tertentu yang pernah dipimpin salah seorang menteri.
Salah satu agenda mereka adalah memobilisasi masyarakat agar mencoblos logo PSI di surat suara.
“Setidaknya itu yang saya dengar dari salah satu aktivisnya yang diberikan pembiayaan langsung oleh aparat sebelum Pemilu,” jelas Gus Romi.
Dalam perjalanannya ternyata operasi itu tidak membuahkan hasil seperti yang diinginkan. Berdasarkan hasil hitung cepat (quick count) sejumlah lembaga survei suara PSI jauh di bawah ambang batas parlemen, yakni di angka 2 persen.
2 Modus Baru untuk Loloskan PSI ke Parlemen pasca Gagal Skenario Pertama
PSI sedang menjadi sorotan karena perolehan suara hasil pemilunya berdasarkan hitung manual (real count) Komisi Pemilihan Umum (KPU) melonjak tajam dalam beberapa hari terakhir.
Ketua Majelis Pertimbangan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy atau Gus Romi, menyebut terdapat dua modus untuk meloloskan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ke Senayan setelah skenario pertama (saat pencoblosan) gagal.
“(Modus pertama) memindahkan suara partai yang jauh lebih kecil yang jauh dari lolos PT (parliamentary threshold) kepada coblos gambar partai tersebut dan/atau memindahkan suara tidak sah menjadi coblos gambar partai tersebut,” kata Gus Romi, Minggu (3/3/2024).
Berdasarkan pengamatan terhadap Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) KPU beberapa hari terakhir, kata Gus Romi, sejumlah surveyor mengendus keganjilan.
Di antara keganjilan itu adalah suara PSI yang melesat tajam menyimpang dari garis kewajaran.
Dalam Sirekap, terdapat data input dari 110 hasil tempat pemungutan suara (TPS) yang menyumbang sekitar 19.000 suara bagi PSI.
Artinya, setiap TPS diperkirakan terdapat 173 pemilih PSI.
Hal ini dinilai tidak masuk akal karena partisipasi pemilih jika diasumsikan seperti 2019, maka suara setiap TPS hanya 81,69 persen dari 300 suara, atau 245 suara per TPS.
Dengan demikian, presentase PSI per TPS mencapai 173 suara atau 71%, sementara semua partai lainnya hanya 29 persen.
“Sebuah angka yang sangat tidak masuk akal mengingat PSI sebagai partai baru yang tanpa infrastruktur mengakar dan kebanyakan caleg RI-nya saya monitor minim sosialisasi ke pemilih,” ujar Gus Romi.
Adapun lonjakan suara PSI mulai terjadi dari hanya 2,86 persen atau 2.171.907 suara pada Kamis (29 Februari 2024) pukul 10.00 WIB menjadi 3,13 persen atau 2.402.268 suara pada Sabtu (2 Maret 2024) pukul 15.00 WIB.
Dalam jangka waktu yang sama, hasil tempat pemungutan suara (TPS) yang dilaporkan di situs real count KPU bertambah dari 539.084 menjadi 541.324 TPS. Terdapat tambahan data dari 2.240 TPS.
Dari data tersebut, bisa diasumsikan PSI mendapatkan tambahan 203.361 suara dari 2.240 TPS.
Data itu memiliki selisih cukup jauh dengan hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei.
Berdasarkan data hitung cepat Tim Litbang KOMPAS yang sudah terkumpul 100 persen misalnya, PSI hanya meraup 2,8 persen suara.
(sumber: KOMPAS)