[PORTAL-ISLAM.ID] JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencecar dua Hakim Agung pada Mahkamah Agung (MA) menyangkut putusan perkara Km 50 yang menewaskan sejumlah anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI).
Kedua Hakim Agung itu adalah Desnayeti dan Yohanes Priyana yang diperiksa sebagai saksi dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Hakim Agung Gazalba Saleh pada Senin (25/3/2024).
“Kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain kaitan adanya musyawarah dalam proses pengambilan putusan dalam perkara Km 50,” ujar Ali dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Selasa (26/3/2024).
Desnayeti dan Yohanes bersama Gazalba diketahui adalah hakim yang menyidangkan kasus Km 50 di tingkat kasasi yang diputus pada akhir 2022.
Namun, Ali Fikri belum menjelaskan lebih lanjut apa hubungan kasus Km 50 dengan kasus korupsi yang menjerat Gazalba.
Gazalba Saleh merupakan hakim agung yang sempat dibui KPK karena kasus suap pengurusan perkara kasasi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.
Namun, ia bebas setelah Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Jawa Barat, menyatakan Gazalba tidak terbukti menerima suap.
Selang beberapa waktu kemudian, KPK kembali menahan Gazalba Saleh karena kasus gratifikasi dan TPPU.
Ia diduga menerima pemberian uang dari sejumlah pihak. Di antaranya, terkait perkara eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo yang terjerat kasus korupsi ekspor benih benur lobster (BBL).
Putusan Kasus Km 50
Pada September 2022, Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus unlawful killing penembakan terhadap empat anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) di Tol Km 50 Jakarta-Cikampek.
Kasasi itu diajukan jaksa terhadap dua anggota polisi yang divonis bebas dalam kasus tersebut, yakni Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin Ohorella.
"Tolak," demikian amar putusan kasasi yang dilansir situs web Mahkamah Agung, Senin (12/9/2022).
Kasasi itu diputus oleh Majelis Hakim yang terdiri hakim Yohanes Priyana, Gazalba Saleh, dan Desnayeti.
Dengan putusan itu, maka dua polisi yang menembak anggota laskar FPI Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin Ohorella, tetap bebas sesuai vonis pengadilan tingkat pertama.
Dalam persidangan di pengadilan tingkat pertama, majelis hakim dalam putusannya menyatakan bahwa Briptu Fikri dan Ipda Yusmin bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan hingga menyebabkan orang meninggal dunia.
Namun, kedua terdakwa tidak dijatuhi hukuman karena alasan pembenaran, merujuk pleidoi atau nota pembelaan kuasa hukum.
"Menyatakan kepada terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana karena adanya alasan pembenaran dan pemaaf," kata hakim ketua Muhammad Arif Nuryanta dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (18/3/2022).
Vonis majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ini jauh lebih rendah ketimbang tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang meminta keduanya dijatuhi vonis 6 tahun penjara.
(Sumber: KOMPAS)