Ketika beredar video dan terungkapnya kasus asusila Ariel Noah dengan beberapa artis kala itu...
Gegerlah seisi negeri.
Anehnya,
Hal itu tidak melunturkan "kecintaan" para pemujanya.
Bahkan dosa-dosanya dianggap hal yang biasa.
Urusan kecil.
Tidak usah dipermasalahkan.
Itu urusan pribadi...
Pada kasus lain,
Aa Gym, memutuskan untuk berpoligami.
Bukan berzinah.
Tidak melanggar norma atau bertententangan dengan hukum agama.
Namun,
Serta merta banyak sekali orang-orang (wabil khusus Ibu Ibu), yang langsung menjauh bahkan membenci karena "tidak menyangka" seorang Ulama seperti Aa Gym "tega" berpoligami.
Ibu - Ibu enggan mendengar atau datang lagi ke DT untuk menyimak tausyiahnya.
Sangat jauh berbeda dengan Ariel yang tetap disambut hangat dan dinanti penampilnya...
Dengan membandingkan dua kasus di atas saja, kita bisa mengetahui dimana kita berpihak.
Dan kita tahu bahwa "pemujaan" dan "kecintaan" pada sosok manusia akan melahirkan bias dalam menilai suatu kasus.
Yang baik bisa dianggap hina.
Yang berzina bisa dianggap sebuah kewajaran.
Sekarang bayangkan,
Apabila pernikahan Imam Besar, dengan status duda cerai mati, yang sah menurut hukum negara dan agama.
Bukan berzinah.
Bukan pula Poligami.
Lantas masih jadi bahan olok-olok dan tertawaan para pembecinya.
Maka jelas penyakit dan kebodohan apa yang menjalari jiwa mereka.
Pantas saja mereka begitu dekat dengan para penjilat.
Saling mendukung dengan para penipu.
Begitu bahagia menjadi bagian dari kejahatan dan kecurangan.
Penjahat dianggap malaikat.
Penipu dianggap suhu.
Yang curang dianggap panutan.
Karena kita sudah cinta dengan penjahat itu...
Hidup adalah pilihan.
Dan kita akan bertanggung jawab atas pilihan kita itu.
Wallahu Alam...
(Danke Supriatna)