Saya pribadi tidak melihat "keunggulan" Anies itu dari sisi dia pro Islam politik atau dia pemimpin yang shalih

Oleh: Ustadz Muhammad Abduh Negara

Saya pribadi tidak melihat keunggulan Anies itu dari sisi dia pro Islam politik atau dia pemimpin yang shalih. Untuk yang pertama, jelas tidak. Anies tidak punya rekam jejak pro Islam politik, dari gagasan dan pergerakannya selama ini. Untuk yang kedua, ini mungkin juga debatable, bukan hanya untuk Anies, tapi untuk kebanyakan politisi.

Boleh dikatakan, keunggulannya itu dari sisi:

1. Dia, sebagai seorang nasionalis, ingin mengayomi berbagai kalangan, termasuk kelompok Islam kanan (a.k.a. Islam Politik), sebagai sesama anak bangsa.

Hal yang berbeda, dengan yang terjadi satu dekade ini, ketika kelompok Islam politik dihadapi dengan cara yang cukup kasar.

2. Sebagian pendukungnya, dari kalangan partai Islam dan kelompok Islamis, yang diharapkan bisa membantu mengarahkan sang penguasa untuk peduli terhadap isu keumatan.

Ini juga alasan, kelebihan Prabowo atas Jokowi, pada pilpres 2019.

3. Dia membawa isu dan wacana perubahan. Bagi pemilih yang merasa, sudah cukup satu dekade ini dipimpin oleh kalangan tertentu dengan gaya kepemimpinan khasnya, maka Anies adalah pilihan yang paling tepat.

Kubu 02, jelas adalah penerus estafet kepemimpinan saat ini. Kubu 03, meski akhirnya pecah kongsi, juga berasal dari partai pengusung penguasa dalam satu dekade ini.

Karena itu, saya pribadi menghargai salah satu dari dua pilihan:

1. Memilih Anies, karena mengikuti pertimbangan maslahat dan mafsadat, dia yang paling kecil mafsadatnya bagi umat Islam Indonesia.

2. Memilih untuk tidak memilih, karena menganggap tidak ada calon yang benar-benar pro Islam politik dan isu keumatan. Selama yang memilih pilihan kedua ini, tidak menganggap fasik, apalagi kafir, yang ikut nyoblos.

Lalu bagaimana dengan yang memilih 02 atau 03? Ya, jika dia muslim, statusnya tetap muslim. Apapun yang dipilih, tidak mempengaruhi akidahnya, kecuali jika dia sengaja memilih calon tertentu, dengan tujuan mematikan gerakan Islam politik dan semua suara yang menginginkan formalisasi syariah. Ini bermasalah, bukan karena pilihannya "fi dzatihi", tapi karena niat dan tujuannya yang buruk.

Meski keliru, tidak perlu memusuhi yang memilih 02 atau 03. Apalagi jika berdasarkan pengamatannya, pilihannya itu yang lebih maslahat bagi umat Islam. Pengamatannya mungkin keliru, tapi tujuannya adalah tujuan yang baik.

(fb)
Baca juga :