Salafy asli 👍

[PORTAL-ISLAM.ID]  INI BARU SIKAP SALAFY ASLI TERKAIT TA'AT ULIM AMRI DAN KEWAJIBAN AMAR MA'RUF NAHI MUNKAR...

Ustadz Dr Muhammad Arifin Badri menuliskannya di akun facebooknya dengan judul "Apa beda tempe dan tahu?"

Judul "Apa beda tempe dan tahu?" sebagai permisalan, bahwa dua hal yang berbeda, tapi selama ini dianggap sama, yaitu antara memberi nasehat kepada Penguasa (Ulim Amri) dengan cara langsung bertemu tidak lewat media atau publikasi, dan persoalan nahi munkar yang wajib disampaikan secara terbuka (lewat media) karena kemunkaran itu juga terpampang secara terbuka.

Simak selengkapnya tulisan beliau.

-------------------------------------

Apa beda tempe dan tahu?

Oleh: Dr Muhammad Arifin Badri

Simak dulu penjelasan Syeikh Abdul Muhsin berikut, semoga membuka wawasan anda, yang suka menganggap bahwa tempe dan tahu itu sama saja.

Beliau menulis satu artikel dengan judul:

حقوق ولاة الأمر المسلمين النصح والدعاء لهم والسمع والطاعة في المعروف

(Hak hak waliyul amri yang beragama Islam, adalah menasehati, mendoakan kebaikan untuk mereka, mendengar dan patuh dalam hal yang ma’ruf). (https://al-abbaad.com/)

Pada artikel ini beliau mengetengahkan banyak dalil tentang wajibnya taat kepada waliyul amri, dan bagi yang hendak memberi masukan atau nasehat hendaknya disampaikan secara langsung bukan dipublikasi melalui media atau disampaikan secara terbuka.

Namun demikian, kemudian beliau berkata:

وإذا ظهرت أمور منكرة من مسئولين في الدولة أو غير مسئولين سواء في الصحف أو في غيرها فإن الواجب إنكار المنكر علانية كما كان ظهوره علانية، ففي صحيح مسلم (177) عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: (من رأى منكم منكراً فليغيره بيده، فإن لم يستطع فبلسانه، فإن لم يستطع فبقلبه، وذلك أضعف الإيمان

Bila nampak berbagai kejadian mungkar dari para pejabat di negara atau dari selain mereka, baik hal itu dimuat di media massa atau lainnya, maka wajib mengingkari kemungkaran itu secara terbuka sebagaimana kemungkaran itu dilakukan secara terbuka. Dalam shahih Muslim (177) diriwayatkan dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

من رأى منكم منكراً فليغيره بيده، فإن لم يستطع فبلسانه، فإن لم يستطع فبقلبه، وذلك أضعف الإيمان

"Barang siapa dari kalian menyaksikan kemungkaran, maka hendaknya ia mengingkarinya dengan kekuatan/tangannya. Bila ia tidak mampu, maka dengan lisannya, dan bila ia juga tidak mampu maka hendaknya ia mengingkarinya dengan hati, dan itu adalah tingkatan iman paling lemah."

Pada artikel ini, beliau menjelaskan pula kewajiban mendoakan kebaikan untuk pemimpin muslim, dan bila hendak menyampaikan nasehat makai sampaikanlah secara langsung dan tertutup, tidak disampaikan secara terbuka, berdasarkan banyak dalil yang beliau ketengahkan, dan sudah sering berseliweran di beranda anda.

So! Dengan jelas beliau membedakan antara nasehat dengan mengingkari kemungkaran, nasehat disampaikan secara tertutup, sedangkan mengingkari kemungkaran yang terjadi secara terbuka maka sepatutnya disampaikan secara terbuka pula agar sampai kepada masyarakat umum sebagaimana kemungkaran sampai kepada mereka semua.

Lo kok selama ini ada anggapan bahwa mengingkari harus tertutup juga?

Itu karena budaya gebyah uyah, anggapan bahwa tahu dan tempe sama saja, sehingga mereka tidak membedakan antara nasehat dengan praktek ingkarul mungkar. 

Lo, kan ada ulama’ lain yang menyamakan antara keduanya? 

Bisa jadi demikian kawan, namun dalil dalil yang menganjurkan disampaikan secara tertutup adalah yang berkaitan dengan nasehat, sedangkan dalil dalil tentang ingkarul mungkar tidak ada ketentuan semacam itu, sehingga pernyataan Syeikh Abdul Muhsin di atas sungguhlah kuat secara tinjauan dalil.

Kawan! Yuk berlatih belajar lebih mendalam bukan sekedar baca judul, namun mengkaji setiap masalah secara lebih mendalam, segera bergabung dengan banyak pelajar di sini: https://pmb.stdiis.ac.id/ selagi kesempatan masih terbuka.

(sumber: fb)
Baca juga :