[PORTAL-ISLAM.ID] Berdasarkan hasil quick count yang dirilis semua lembaga survei menunjukkan paslon 02 Prabowo-Gibran menang Pilpres 2024 dengan meraih suara di atas 57%.
Menurut Sekretaris Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta, Muhammad Taufik Zoelkifli, hasil quick count kerap kali menimbulkan pro dan kontra. Namun sesungguhnya penghitungan cepat ini juga berdasarkan keilmuan yang bisa diuji.
"Perkembangan "ilmu pengambilan sampel suara" metode QC (quick count) makin lama makin canggih sehingga hasil QC makin mendekati hasil RC (real count)," kata Taufik seperti dikutip redaksi melalui akun twitter pribadinya @Emtezet, Sabtu (17/2/2024).
"Metode "Quick Count" adalah mengambil sampel perolehan suara dari TPS secara random. Tidak dari 100% TPS tapi dipilih sedemikian rupa sehingga secara ilmiah / ilmu statistik bisa mewakili populasi 100%," terangnya.
Menurut Taufik hasil quick count akan sangat sulit untuk diubah.
"Hasil QC yg sudah diumumkan di semua media itu sangat sulit untuk diubah. Pengalaman kita dari Pemilu ke Pemilu, selalu saja pihak yg kalah memprotes hasil QC. Tapi pada akhirnya ternyata hasil QC sangat mendekati hasil Real Count (RC). Karena QC itu kan berbasis ilmu yg kuat, gak dibuat secara asal2an. Termasuk juga Survey. Ada sandaran ilmu yg kokoh," ujarnya.
Kecurangan Pemilu
Menurut Taufik kecurangan pemilu bukan pada hasil quick count, tapi pada proses pengambilan suara dan pencatatan suara, sebelum menjadi laporan akhir form C.
"Misalnya surat2 suara yg sudah dicoblos oleh oknum tertentu sebelum penghitungan. Atau kemudian menginput jumlah suara yg tidak benar ke laporan (baik yg manual maupun ke sistem IT nya) dengan modus menggelembungkan suara paslon tertentu dan menyunat suara paslon yg lain. Juga sistem IT yg "dioprek2" sehingga mesinnya akan menghasilkan keuntungan untuk paslon tertentu," ujar Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta itu.
Selain itu, kecurangan pemilu juga terjadi sebelum pencoblosan berlangsung.
"Perlu disadari juga, jauh sebelum Pemilu berlangsung sudah banyak kecurangan2 yg dilakukan yaitu:
1. Penyalahgunaan kewenangan pejabat publik dalam memenangkan paslon tertentu.
2. Penggunaan fasilitas negara untuk keuntungan paslon tertentu.
3. Penggelontoran bantuan bansos, sembago, dll kepada rakyat dengan mengatas-namakan paslon tertentu.
4. Penyelewengan kewenangan lembaga2 hukum negara (seperti MK) untuk keuntungan paslon tertentu.
5. Informasi2 tidak benar yg disampaikan pemerintah kepada rakyatnya yg juga bisa menguntungkan paslon tertentu dan mendiskreditkan paslon lainnya.
"Kecurangan2 tsb yg membuat iklim demokrasi di negara kita tercinta ini makin terbelakang dan makin rusak," tandasnya.
👇👇
Metode "Quick Count" adalah mengambil sampel perolehan suara dari TPS secara random. Tidak dari 100% TPS tapi dipilih sedemikian rupa sehingga secara ilmiah / ilmu statistik bisa mewakili populasi 100%.
— M Taufik Zoelkifli (@Emtezet) February 17, 2024
Adapun "Real Count" menghitung 100% hasil perolehan suara dari TPS. Tidak…
Hasil QC yg sudah diumumkan di semua media itu sangat sulit untuk diubah. Pengalaman kita dari Pemilu ke Pemilu, selalu saja pihak yg kalah memprotes hasil QC. Tapi pada akhirnya ternyata hasil QC sangat mendekati hasil Real Count (RC). Karena QC itu kan berbasis ilmu yg kuat,…
— M Taufik Zoelkifli (@Emtezet) February 15, 2024