Partai Oposisi 2024?
Oleh: Erizal
Sebetulnya, dalam sistem presidensial, tak ada istilah partai oposisi. Ini kerap disuarakan Fahri Hamzah. Oposisi harusnya dilakukan di DPR dan itu, mencakup semua partai yang ada kursi di DPR. Karena sejak awal, sistem presidensial kita kerap disebut rasa parlementer, makanya istilah partai oposisi pun jadi suatu yang biasa.
Maka partai oposisi adalah partai tak punya perwakilan (menteri) di kabinet. Mengacu pada definisi itu, maka partai oposisi (pasca Pilpres 2019) hanya dua saja, yakni Demokrat dan PKS. Selebihnya, partai pemerintah. Tapi, aneh, banyak juga kebijakan pemerintah yang disetujui dua partai ini di DPR. (Belakangan Demokrat bergabung dengan Pemerintah. Kabarnya hari ini AHY akan dilantik Jokowi jadi Menteri -red)
"Oposisi kami adalah oposisi yang mendukung kebijakan pemerintah yang baik dan menolak kebijakan pemerintah yang tak baik."
Kalimat seperti ini kerap kita dengar dari partai yang menyebut dirinya partai oposisi. Kalau seperti itu, ya biasa saja. Partai pemerintah pun bisa mengatakan hal yang sama. Tak ada bedanya.
Dan perlu diingat, saat penyusunan kabinet, hampir semua partai ingin masuk kabinet tanpa terkecuali. Bahkan, partai yang menyebut oposisi pun akan begitu. Saat sudah tak dapat jatah, baru tegas menyatakan diri oposisi. PKS dan Demokrat awalnya juga begitu. Cari celah. Jadi oposisi lebih karena tak dapat jatah saja.
Tapi, kalau ingin juga membuat pengecualian bisa saja. Sebut saja PDIP. PDIP boleh dibilang partai yang kokoh sebagai oposisi. Terutama, saat SBY dua periode menjadi Presiden. Tapi tawaran dari SBY agar perwakilan PDIP masuk kabinet juga ada. Tapi, ditolak tegas Megawati. Cerita SBY versus Mega ini, sudah berjilid-jilid.
Artinya, tidak saja tawaran yang datang dari partai-partai yang kalah Pilpres, tapi juga tawar dari Capres yang menang pun sudah biasa kita dengar. Itu khas politik Indonesia. Puncaknya bergabungnya Prabowo dalam kabinet Jokowi.
Melihat konstelasi politik 2024 ini, partai mana yang akan jadi oposisi? Kalau Prabowo-Gibran menang, Prabowo pernah menyatakan hendak mengajak semua rivalnya. Tapi, apakah PDIP mau? Belajar dari kasus SBY, kiranya Megawati emoh. Sampai saat ini saja Megawati tak mau bertemu Prabowo. Bertemu Jokowi, juga berat.
Berarti, PDIP berpeluang menjadi oposisi. Lalu, mungkin juga PKS. Pendukung PKS terlalu sulit menerima Prabowo-Gibran. Jika PKB, PPP, dan NasDem, rasanya tak ada soal. Partai-partai ini juga belum punya rekam jejak di garis oposisi. Selain itu, mereka sering disebut partai tengah.
Meski tak ada partai yang berani menyatakan sebagai partai kiri dan partai kanan, tapi PDIP kerap diasosiasikan sebagai partai kiri dan PKS partai kanan. Menarik juga kalau dua partai ini benar-benar menjadi partai oposisi. Apalagi dua partai ini juga dikabarkan akan berkoalisi jika Pilpres 2 putaran. Eksperimen politik baru.
Bisa jadi dinamika politik nasional akan lebih dinamis. Check and balance lebih terasa kuat. Keseimbangan terwujud betul-betul seimbang. Partai tengah dipantau oleh partai kanan dan partai kiri. Meski oposisi sebetulnya itu di DPR, tapi kalau tak ada yang betul-betul beroposisi, ya sulit juga. Apa politik kita bisa seterang itu?
(*)