Oleh: Jonru Ginting
Sebenarnya, yang membuat ribut dunia politik Indonesia adalah para buzzer dan pendukung yang kekanak-kanakan. Mereka menyamakan Piplres seperti pertandingan sepakbola.
Di dunia sepakbola, kemenangan atau kekalahan tim tertentu tidak ada pengaruhnya terhadap harga beras, harga BBM, dst. Itu hanya berpengaruh terhadap internal tim mereka saja. Jadi jika misalnya ada aksi saling ejek, saling bully dst antarpendukung yang berbeda, itu masih bisa dimaklumi (walau sebenarnya itu bukan perbuatan yang baik).
Pilpres tentu tidak seperti itu. Kekalahan atau kemenangan seorang capres akan berpengaruh terhadap seluruh rakyat tanpa kecuali.
Misalnya ketika dulu Jokowi terpilih jadi presiden: Apapun kebijakan yang beliau lakukan, maka itu berpengaruh terhadap seluruh rakyat Indonesia. Jika beliau menjadi presiden yang adil, maka mereka yang tidak mendukung beliau pun ikut bahagia. Namun jika beliau menjadi presiden yang dzalim, tentu pendukung beliau pun ikut menderita.
Jadi dalam konteks pilpres, sangatlah tidak tepat jika ada orang yang berkomentar seperti ini:
"Ciieee.. sakit hati ya, karena jagoannya kalah?"
"Kamu sepertinya tidak bisa menerima kekalahan."
"Kalau kalah ya kalah aja. Gak usah kebanyakan alasan."
Argumen-argumen seperti itu sebenarnya dilontarkan oleh mereka yang punya persepsi bahwa Pilpres itu sama saja seperti pertandingan sepakbola. Sama seperti Indonesian Idol. Sama seperti Master Chef Indonesia.
Argumen-argumen seperti di atas sebenarnya dilontarkan oleh para bocil yang pikirannya masih sangat cetek. Sebab dalam pikiran mereka pilpres itu hanya soal menang kalah belaka. Hanya sebatas dukung-dukungan capres untuk seru-seruan saja.
Secara pribadi, saya ini bukan orang politik, bukan anggota DPR, bukan kader parpol manapun. Jadi saya tidak punya kepentingan politik apapun dalam bersuara di medsos.
Ketika kita mengkritisi hasil pemilu yang menurut kita curang...
Ketika kita mengkritisi pemimpin yang DULU bukan pilihan kita....
...Maka itu bukan karena kita sakit hati akibat jagoan kita kalah (atau dikalahkan oleh kecurangan), dan sebagainya.
Itu karena kita PEDULI pada nasib bangsa ini.
Jadi wahai kaum ALL IN OKE GASS:
Jika otakmu masih seperti bocil padahal usiamu sudah 30 atau 40 tahun, maka yang harus kamu lakukan adalah menampar diri sendiri. Sebab kamu itu cuma malu-maluin orang tua aja!
(fb)