[PORTAL-ISLAM.ID] Abdullah bin Umar atau Ibnu Umar (putra dari Umar bin Khattab) adalah sahabat Nabi yang banyak meriwayatkan hadis. Dia senantiasa mengikuti jejak nabi, sejak kecil, Abdullah sangat mengidolai dan mencintai Rasulullah. Dia memperhatikan setiap tingkah laku Nabi Muhammad. Sampai-sampai, setiap gerak-gerik Nabi selalu diikutinya.
Rasulullah pernah menunaikan shalat di suatu tempat maka Ibnu Umar juga menunaikan shalat di tempat yang sama. Suatu ketika, Rasulullah berdoa sambil berdiri, maka Ibnu Umar pun berdoa sambil berdiri. Dari kebiasaan memperhatikan dan mengikuti Nabi Muhammad inilah, tercipta banyak hadis yang diriwayatkan Ibnu Umar, ± 2630 hadist.
Istri Rasulullah, Aisyah berkata:
"Tidak seorang pun yang mengikuti jejak² Nabi di tempat² persinggahan beliau sebagaimana Ibnu Umar".
Ibnu Umar mempuyai murid yang cerdas, bernama An-Nafi, atas kecerdasan An-Nafi halaqahnya banyak dibanjiri tholib ilmi (penuntut ilmu), dari sekian banyak murid²nya salah satu diantaranya Imam Malik.
Imam Malik mewarisi keilmuan An-Nafi, atas kefaqihan-nya imam Malik menjadi ulama Madinah, berduyun² para tholib ilmi dari penjuru Jazirah Arab menghadiri madrasah imam Malik, salah satu murid imam Malik yang memilki kecerdasan, kecepatan dalam meyerap ilmu adalah Asy-Syafi'i.
Sepeningal Imam Malik, Imam Syafi'i menjadi "matahari" ilmu umat, Imam Syafi'i mempunyai banyak murid, diantaranya al Muzani.
Imam Syafi'i beliau mengatakan tentang al Muzani.
المزني ناصر مذهبي
"Al-Muzani adalah penolong mazhabku."
Sedemikian kuatnya al Muzani akan ke-ilmuan yang ia dapat dari gurunya, sehingga pujian "nashiru madzab" disematkan.
Estafet keilmuan Ibnu Umar dari An-Nafi ke Imam Malik, ke Imam Syafi'i, kemudian ke al Muzani disongsong At-Thabari.
Awalnya Ath-Thabari hendak ke Baghdad menimba ilmu kepada Imam Ahmad bin Hambal, sesampainya di sana, Imam Ahmad sudah meninggal, tak patah arang ia mendengar di Mesir ada murid Imam Syafi'i yg bernama al Muzani.
Berbekal pembelajaran dari al Muzani, Ath-Thabari menjelma menjadi rujukan tholib ilmi, ia banyak menelurkan karya. Salah satu karyanya adalah Jami al-Bayan Fi Tafsir Alquran lebih dikenal dengan sebutan Tafsir ath-Thabari.
Selain ahli tafsir at Thabari juga pensyarah hadist, imam At Thabari meriwayatkan sebuah hadist, mengenai peristiwa seorang anak ketika sudah besar, lupa kepada orang tua yg telah berjuang mencari nafkah dan memberikan segala apa yg dimilikinya tanpa pernah meminta kembali.
Imam at Thabari mengawali riwayat hadist dari Ibnu Jarir, dia seorang sahabat Rasululah yang cerdas dan tampan. Dia termasuk orang yang mulia dari golongan para sahabat.
Ibnu Jarir radiyalhu'anhu menceritakan ada seorang anak muda mengadu kepada Rasulullah.
Ia berkata: “Ya Rasulullah, sesungguhnya ayahku ingin mengambil hartaku.”
Mendengar pengaduan anak muda itu, Rasul berkata: “Pergilah kamu dan bawa ayahmu kesini!”.
Setelah anak muda itu berlalu, Malaikat Jibril turun menyampaikan salam dan pesan Allah kepada beliau. Jibril berkata:
“Ya, Muhammad, Allah 'Azza wa Jalla menyampaikan salam untukmu, dan berpesan, kalau orang tuanya datang, engkau harus menanyakan kepadanya apa-apa yang dikatakan dalam hatinya dan tidak didengarkan oleh telinganya (hanya membatin -red).”
Tak lama, anak muda itu datang bersama ayahnya. Rasulullah kemudian bertanya orang tua itu.
“Mengapa anakmu mengadukanmu? Apakah benar engkau ingin mengambil hartanya?”.
Sang ayah yang sudah tua itu menjawab:
“Tanyakan saja kepadanya, ya Rasulullah. Bukankah saya menafkahkan uang itu untuk beberapa orang ammati (saudara ayahnya) atau khalati (saudara ibu)-nya, dan untuk keperluan saya sendiri”.
Rasulullah bersabda lagi:
“Lupakanlah hal itu aku sedang tidak membahas hal tersebut. Sekarang ceritakanlah kepadaku apa yang engkau katakan di dalam hatimu dan tak pernah didengar oleh telingamu (dikatakan dalam hati tapi tidak diucapkan dengan mulut -red).”
Maka wajah keriput lelaki tua itu pun menjadi cerah dan tampak bahagia. Dia berkata:
“Demi Allah, ya Rasulullah, dengan ini Allah berkenan menambah kuat keimananku dengan kerasulanmu. Memang saya pernah menangisi nasib malangku dan kedua telingaku tak pernah mendengarnya (hanya membatin).”
Rasulullah mendesak: “Katakanlah, aku ingin mendengarnya.”
Orang tua itu berkata dengan air mata yang berlinang:
"Aku membisikkan (hati ini).... "Aku mengasuhmu sejak bayi dan memeliharamu waktu muda. Semua hasil jerih-payahku kau minum dan kau reguk puas. Bila kau sakit di malam hari, hatiku gundah dan gelisah. Lantaran sakit dan deritamu, aku tak bisa tidur dan resah, bagai akulah yang sakit, bukan kau yang menderita.”
“Lalu air mataku berlinang-linang dan mengucur deras. Hatiku takut engkau disambar maut, padahal aku tahu ajal pasti datang. Setelah engkau dewasa, dan mencapai apa yang kau cita-citakan, kau balas aku dengan kekerasan, kekasaran dan kekejaman, seolah kaulah pemberi kenikmatan dan keutamaan.”
“Sayang (wahai anakku), kau tak mampu penuhi hak ayahmu, kau perlakukan aku seperti tetangga jauhmu. Engkau selalu menyalahkan dan membentakku, seolah-olah kebenaran selalu menempel di dirimu. Seakan-akan kesejukan bagi orang² yg benar sudah dipasrahkan.”
Selanjutnya Jabir berkata, “Pada saat itu Nabi langsung memegangi ujung baju pada leher anak itu, seraya berkata: ‘Engkau dan hartamu milik ayahmu!'”
(HR Imam Ath-Thabari)
والله اعلم
[Musa Muhammad]