Dari pelataran ini, sahabat, tepat di titik awal berangkatnya Rasulullah ﷺ ke Masjidil Aqsha.
سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
Maha Suci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidilaqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.[17:1]
Aku menangis. Aku memandang dinding Masjidil Haram dan lautan manusia. Tetapi hatiku memikirkan Masjidil Aqsha.
Saat itu, di lapangan Thawaf ini, 360 berhala tegak berdiri. Di dalam Ka'bah, ada berhala besar Hubal.
Di sekelilingnya manusia lakukan kemungkaran, menyakiti Nabi, menyakiti kaum muslimin.
Lalu ketika Beliau ﷺ berangkat ke Masjidil Aqsha, tempat itu sudah didijadikan tempat sampah oleh kaum pagan Romawi Timur yang berkuasa saat itu.
Hari ini, aku pandangi Masjidil Haram, dan betapa menyedihkannya ketika kabar-kabar masuknya pemukim ilegal Yahudi ke Al-Aqsha, atau syahidnya mujahidin di Gaza, tak bisa kusambut dengan layak...
27 Rajab 1445
(Amar Ar-Risalah)