Asyari Usman (pendukung Anies) tanggapi Azwar Siregar (pendukung Prabowo)

Kepada Bapak Azwar Siregar Dan Para Pengawal Medsosnya

Dari Asyari Usman

Saya merasa perlu menulis khusus untuk Lae Azwar Siregar. Ada postingan saya yang membangkitkan kemarahan beliau dan juga para pengawal medsos beliau. Saya mau menjawab sejumlah “anak buah” Lae Azwar yang mengatakan: “Bang, kalau menurut gua sih kita berbahagia aja atas kemenangan ini. Biarkan mereka mengobati kesedihan mereka.”

Sedih? No way, kawan. Sedikit pun tidak sedih. Untuk apa sedih ketika semua mengerti bahwa Anies “dikalahkan”? Yang saya sedihkan justru banyak orang yang ditipu oleh Jokowi --dan seterusnya akan ditipu oleh Gibran-- tapi tetap mengikuti Prabowo ketika masuk dalam jebakan Jokowi. (Semula saya mau menyebut “kolam Jokowi” tapi tak baiklah; cukup disebut “jebakan” saja).

Azwar Siregar adalah teman baik saya. Semoga beliau tidak membantah ini.

Kami menjadi berseberangan ketika saya menggunakan akal sehat dan langsung mengatakan Prabowo pengkhianat. Sedangkan Lae Azwar memilih untuk tetap bersama Prabowo dengan alasan yang saya pahami tetapi sangat saya sayangkan.

Mengapa saya katakan Prabowo berkhianat? Memang dia berkhiat. Meninggalkan begitu saja para pendukungnya yang tewas dan luka-luka berat dalam aksi protes hasil pilpres 2019. Prabowo bergabung ke Jokowi dengan alasan “mau memperbaiki dari dalam”.

Saya bilang ke Lae Azwar, that’s not possible. Tidak mungkin. Bagaimana mau memperbaiki orang-orang yang berada di sarang penyamun? Mau memperbaiki Jokowi yang menjadikan oligarki jahat sebaga mitra dalam menguras Indonesia? Keliru total. Hijrah adalah pilihan terbaik. Bukan masuk ke sarang yang di dalamnya sedang berlangsung perembukan untuk merampok Indonesia.

Tapi, sudahlah, Lae Azwar mantap untuk terus mengekor Prabowo. Dan itu sepenuhnya hak beliau.  

Akhirnya, terbukti tidak mungkin Prabowo memperbaiki dari dalam. Dia malah larut. Setelah larut, menjilat. “Dia presiden terbaik.” Terus dia katakan “Jokowi pembela rakyat kecil” (tapi bikin proyek-proyek mega yang tidak berguna bagi orang kecil). Di kesempatan lain, Prabowo mengatakan: “Dia mentor politik saya.”

Mau muntah mendengar jilatan ini. Bagi saya, confirmed Prabowo oportunis. Oportunistiknya Prabowo dia katakan terus terang di Mata Najwa. Bahwa bisnis dia tak jalan karena tidak dapat kredit. “Sudah 20 tahun engak berkuasa, Mbak.”

Karena itu, kekuasaan harus dikejar dengan segala cara. Semua jalan ditempuh. Sampai-sampai merendahkan martabat pun dilakukan.

Lae Azwar tetap terbuai. Begitu juga orang-orang lain yang menjadi korban desepsi Jokowi. Termasuk pasukan Lae yang segera akan membantah tulisan ini dan akan memaki-maki saya. To me, it’s fine. Kenapa ok bagi saya? Karena saya paham bahwa membangunkan orang yang tidur lelap memang bisa berantem.

InsyaAllah, saya tidak perlu sedih. Karena saya yakin, dengan bukti-bukti yang ada, bahwa saya melakukan tindakan yang tepat ketika meninggalkan Prabowo –yang waktu itu saya dukung habis-habisan (Lae Azwar tahu itu)— dan berjuang melawan kesewenangan Jokowi semampu saya.

Saya memahami betul mengapa Lae Azwar ikut pindah bersama Prabowo. Tidak usahlan saya elaborasi di sini. Tak bagus. Tak enaklah.

Alhamdulillah! Saya bersyukur sekali ada tempat berkumpul orang-orang yang berakal sehat. Yang masih mampu melihat hitam dan putih Yang masih mampu membedakan baik dan buruk. Dan mampu tegak kepala karena tidak menjadi bagian dari penipuan dan perampokan.

Alhamdulillah, jelek-jelek begini sudah terbangun “immune system” di dalam nalar saya –dan juga nalar orang-orang lain yang menjadi teman-teman akal sehat saya— untuk melihat segala sesuatu dengan rujukan kehendak Yang Maha Kuasa. Anies menjadi presiden atau tidak, itu ranah Allah ‘Azza wa Jalla.

Alhamdulillah, sudah lama paham tentang “karunia Tuhan” dan “istidraj”. Yang kedua, istidraj, adalah ketika Allah Ta’ala membiarkan seseorang atau kelompok orang melakukan apa saja yang mereka inginkan, dan mereka hidup mewah dan tampak sehat.

Alhamdulillah, saya masih bisa geleng-geleng kepala mendengar ucapan Jokowi kepada Andi Widjajanto: “Kalian hebat kalau bisa kalahkan saya.” Maaf, yang mirip dengan ini pernah dulu dititahkan oleh Fir’aun. Sekali lagi, Alhamdulillah saya masih bisa melihat ucapan ini sungguh mengerikan.

Satu lagi. Alhamdulillah, saya tidak berada di kelompok yang ada bandar/pelindung judi online-nya. Yang konon disebut-sebut sebagai sumber duit salah seorang paslonpres 2024 yang bukan Anies.

Jadi, begitulah kawan. Saya dan orang-orang lain yang berada di kuadran akal sehat ini siap menghadapi segala situasi. Mungkin saja sebagian kecil ada yang bersedih dalam makna yang Anda pahami itu.

Saya sudah kesekian kali ditipu oleh Jokowi. Sewaktu Prabowo “dikalahkan” pada 2014, saya tetap dukung dia hingga pilpres 2019. Sebab, dia masih teguh dengan nilai-nilai perjuangan dalam upaya untuk melenyapkan korupsi, ketimpangan, kesewenangan, dan mismanagement. Inilah yang dia ucapkan di mana-mana. Tetapi, begitu dia meninggalkan nilai-nilai itu selepas aksi protes pilpres 2019 untuk kemudian bergabung ke kabinet Jokowi, saya berhenti mendukung Prabowo.

Bagi saya, dia tidak punya integritas lagi. Dia menunjukkan kepribadian aslinya. Prabowo mendegradasi kualitas personalnya sampai ke titik yang tidak lagi terhormat.

Saya mendukung Anies karena nilai-nilai yang dia perjuangkan. Plus, artikulasi dalam pikiran dan gagasannya. Kebetulan pula Anies memiliki kemampuan komunikasi dan dialogis yang sangat baik; ini menjadi daya tarik tersendiri. Jadi, menurut akal sehat saya, Anies sangat layak dan “berhak” menjadi presiden Indonesia. Tetapi bila Anies, na’izubillah, juga mengambil langkah seperti yang dilakukan Prabowo, saya akan tinggalkan dia.

Terakhir, kalau pun mau menyebut saya sedih, maka kesedihan itu dikarenakan menyaksikan orang-orang yang punya mata tapi tak bisa melihat; punya telinga tapi tak bisa mendengar; punya hati (pikiran) tapi tak bisa paham. Wallahu a’lam.

17 Februari 2024

(fb)
Baca juga :