[PORTAL-ISLAM.ID] Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau WALHI membeberkan sejumlah perusahaan milik calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto, yang menguasai tanah seluas 500.000 hektare.
Manajer Kampanye WALHI Uli Siregar mengatakan ada sekitar 17 perusahaan milik Menteri Pertahanan itu yang tergabung di satu grup besar bernama PT Nusantara Energy Resource.
"Jadi ada 17 perusahaan yang tergabung di dalamnya dan perusahaan-perusahaan ini bergerak di usaha-usaha pertambangan, kehutanan, dan perkebunan monokultur sawit," ujar Uli dalam diskusi di Jakarta Selatan pada Senin, 15 Januari 2024.
Lahan tersebut terdiri dari Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB).
Menurut Uli, hal yang harus menjadi sorotan adalah kesesuaian kepemilikan lahan tersebut dengan peraturan perundang-undangan. Terutama pada saat izin itu diberikan.
Uli mengatakan informasi soal 17 perusahaan tersebut berdasarkan data terakhir pada 2019, sehingga kemungkinan jumlah perusahaannya bisa lebih banyak saat ini.
Ia pun meminta agar Kementerian Agraria dan Tata Ruang dan Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengklarifikasi dan mengungkapkannya dengan transparan. Pasalnya, Walhi menilai sampai saat ini tidak ada keterbukaan informasi dari kementerian.
Berdasarkan catatan Walhi, 17 Perusahaan milik Prabowo itu menguasai hampir 500.000 hektar.
Dari total lahan itu, kata dia, hampir 78.000 hektare digunakan untuk industri di sektor pertambangan. Selain itu, ia mengungkapkan ada juga lahan Prabowo di enam kabupaten di Aceh seluas hampir 98.000 hektare.
"Artinya dia bisa saja menguasai puluhan ribu hektar itu karena dia dikelola atas nama entitas korporasi," ujar Uli.
Ia menekankan pembagian lahan itu sebenarnya berkaitan dengan kewajiban-kewajiban lainnya.
Misalnya, ketentuan kepemilikan lahan di atas 25 hektar akan diwajibkan memiliki perjanjian penggunaan lahan (PPL), tetapi terbatas 2000 hektar harus punya izin usaha pertambangan (IUP). Dengan demikian, perbedaannya ada di instrumen kepatuhan hukum yang harus dijalankan.
Tetapi, menurutnya, kebijakan soal ini pun berubah-ubah. Seperti di sektor pertambangan dan perkebunan pernah diatur bahwa satu entitas hukum tidak boleh memiliki izin lebih dari 10.000 hektar. Sedangkan apabila entitas tersebut memiliki lebih dari itu, maka harus membangun entitas perusahaan lainnya. Walhasil, menurut Uli, wajar ketika Prabowo memiliki PT Nusantara Energy Resource yang melingkupi 17 anak perusahaan untuk menguasai lahan dengan luasan 500.000 hektare.
Namun, ia menyayangkan persoalan ini hanya mengemuka ketika Pemilu.
Sebelumnya, sengkarut lahan milik Prabowo juga diungkapkan Joko Widodo atau Jokowi saat bersaing dengan Prabowo. Tetapi saat terpilih jadi presiden, tutur Uli, tidak ada kebijakan yang dilakukan untuk merespons atau memeriksa kepemilikan lahan tersebut.
(Sumber: TEMPO)