Bye Paijo
Al-jaza min jinsil amal (balasan yang didapat sesuai amal perbuatan) ini benar adanya. Hari ini kami baru saja menyaksikan secara langsung. Betapa sebuah amal baik akan mendatangkan kebaikan lainnya. Dan amal buruk akan menyebabkan keburukan lainnya.
Sebut saja namanya Paijo. Seorang pemuda di lereng Merbabu. Dia masih menempuh studi di sebuah Universitas di kota Salatiga. Dia dari keluarga dhuafa dan anak yatim. Ayahnya meninggal beberapa tahun yang lalu.
Suatu ketika, Paijo mendatangi rumah pengurus Mualaf Center Kab Semarang sambil menangis. Dia bercerita bahwa dirinya terpaksa cuti kuliah karena tak ada biaya. Dia sudah cuti selama 4 semester. Dan ingin segera ke kampus lagi.
Air matanya menetes saat bercerita bahwa dia terpaksa menyusun skripsi dengan tulisan tangan karena tak memiliki laptop. Dan dia menunjukkan kertas bertulisan tangan yang katanya skripsinya tersebut.
Siapa yang tak luluh melihat seorang pemuda berurai air mata ingin melanjutkan studi lagi? Termasuk pengurus MCKS. Akhirnya dia dibantu uang tunai untuk melunasi tunggakan biaya studinya di kampus.
Dia juga dipinjami laptop, sepeda motor, dan handphone. Dengan tujuan agar studinya berjalan lancar dan bisa segera wisuda. Serta agar bisa menaikkan derajat keluarganya.
Kemarin pagi, Si Paijo menghubungi saya. Menanyakan bantuan untuk membayar uang semester. Sebelumnya saya memang sudah berjanji akan membantunya. Sehingga wajar jika dia menanyakan.
Dan berawal dari sinilah borok Paijo terbongkar. Awalnya saya menanyakan NIM (Nomer Induk Mahasiswa). Dengan tujuan mau mentransfer langsung tagihan SPPnya ke kampus. Tapi Si Paijo berkelit mbulet ngalor ngidul nggak mau memberikan.
Sampai saya bilang apa sih susahnya nulis NIM. Dan dia tetap tidak mau menuliskan NIM-nya. Dari sinilah kecurigaan berawal.
Rasanya aneh sekali ada mahasiswa yang mau dibantu dibayarin uang kuliahnya tapi tak mau ngasih tau NIM-nya. Pastilah ada something wrong.
Akhirnya pengurus MCKS mulai menyelidikinya secara langsung. Berusaha memecahkan misteri tentang dirinya. Menggali informasi langsung dari kampus tempatnya kuliah.
Apa yang kami temukan? Sangat mengejutkan. Dan membuat kami tercengang serta tersadar betapa selama ini kami dibohongi !
Ternyata dia belum skripsi seperti tangisannya saat berurai air mata meminta bantuan. Boro-boro skripsi, KKN aja belum. Dan waktu dia cerita kesulitan ngajar sewaktu tugas PKL itu juga bohong. Waktu itu dia bilang kesulitan kendaraan untuk mengajar di sebuah MI karena tugas PKL. Dan kami tak tega, akhirnya kami pinjami motor. Padahal zonk, asli nggedabrus.
Ketika kami kroscek ke bagian administrasi, kami dibuat terkejut lagi. Ternyata uang tunggakan kuliahnya sebesar 4,5 juta belum dibayar. Padahal saat itu dia dibantu tunai oleh pengurus MCKS sebesar 6,5 juta.
Kami shock, jadi uang bantuan dari Pengurus MCKS digunakan untuk apa? Kemana perginya uang tersebut?
Sepagian ini kami jengkel. Baru kali ini kami dikibulin oleh bocah tengik tak tau diri. Ketika minta bantuan sambil nangis-nangis. Tak taunya dia berbohong. Ternyata air matanya adalah air mata kadal.
Dia itu seperti aktor spesialisasi kepedihan. Dengan lihai minta uang buat bikin SIM lah, servis laptop lah, servis HP lah, beli batre HP lah dll. Padahal laptop dan HP tak pernah bermasalah sebelumnya. Tapi begitu dipegang olehnya mendadak kudu servis.
Udah dikasih uang SIM beberapa bulan yang lalu agar dia bebas motoran ke kota. Tapi sampai detik ini SIM belum jadi. Udah ditawari pekerjaan jadi sales untuk menopang kehidupannya, tapi gak mau. Sungguh menjengkelkan.
Melihat karakternya yang tidak amanah, maka kami memutuskan bahwa segala bentuk bantuan untuknya dihapuskan. Motor dan laptop akan kami ambil kembali. Dan kami tidak sudi untuk membantunya lagi. Kami merasa ditipu.
Kaca yang sudah retak tak bisa diperbaiki seperti keadaan semula. Begitupun dengan hati kami yang sudah dikhianati. Hati kami sudah retak, tak mungkin bisa percaya kembali padanya.
Betapa mahalnya menjaga sebuah kepercayaan. Sekali dikhianati, maka kepercayaan itu akan sirna seketika.
Andai Paijo amanah, maka dengan senang hati kami akan mensupportnya seperti sebelumnya. Tapi dia sudah memilih jalannya, yaitu jalan khianat. Maka kamipun akan berlepas diri.
Al-jaza min jinsil amal. Paijo berbuat keburukan dengan membohongi kami. Maka diapun langsung mendapat balasannya. Segala bantuan tak akan pernah kami berikan lagi. Dan sudah tak peduli dengan studinya. Andai dia sampai DO-pun, kami tak peduli lagi.
Saat ini dia sudah semester 11 dan belum KKN ataupun skripsi. Sebetulnya sudah di masa injury time. Ketika kami berusaha membantunya setulus hati agar cepat wisuda, ternyata justru dikhianati.
Ya sudah, goodbye Paijo.
(Widi Astuti, Mualaf Center Kab. Semarang)